Jakarta, CNN Indonesia —
Pelepasan balon gas seringkali dijadikan sebuah seremonial dalam berbagai acara. Sayangnya, tak banyak yang sadar jika kemeriahan tersebut dapat berujung kerusakan bagi lingkungan.
Baru-baru ini seorang warganet dengan akun @ikramwiese membuat sebuah utas yang membahas tentang bahaya pelepasan balon gas sekaligus mengajak penyelenggara acara untuk tidak menggunakan seremonial semacam itu.
“Kalian pasti tau kan, balon-balon yang lepas enggak sengaja ataupun sengaja dilepas ke udara itu enggak berakhir di Mars ataupun planet sport. They ended up at the ocean as litter,” katanya dalam narasi di video pada utas tersebut, Kamis (2/3).
Ini story pertama yang aku upload. Kebetulan diundang di acara komunitas, nah karena ada balon yang lepas, kepikiran bikin video. Nih isi tulisannya ya. Gak ada loh aku jelek2in komunitas. Di hari yang sama ada yang ngadain acara juga, pake balon. Ya sekalian aja ya kan. Hihihi pic.twitter.com/1KWNDaJchg
— Ikram R. K. (@ikramwiese) March 2, 2023
“Pengalaman bersih-bersih di gunung bahkan pantai banyak balon yang aku temukan di pesisir pantai. Some of them were eaten by or entangled with birds. So please, can we stop this? (Beberapa di antaranya dimakan atau menjerat burung. Jadi tolong, bisa kita hentikan ini?)” tambahnya.
Pelepasan puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan balon gas secara sengaja merupakan pemandangan yang umum terjadi pada acara pernikahan, wisuda, peringatan, acara olahraga, dan perayaan lainnya.
Tindakan yang ditujukan untuk memeriahkan acara ini menimbulkan konsekuensi jangka panjang dan berpotensi mematikan bagi lingkungan dan satwa liar.
Balon berisi helium melakukan perjalanan ratusan atau bahkan ribuan kilometer di langit, lalu mendarat sebagai sampah di pantai, sungai, danau, lautan, hutan, dan area alam lainnya.
Dikutip dari The Conversation, Peneliti Lingkungan dari University of Michigan Lara O’Brien dan Shannon Brines menjelaskan dua jenis balon yang paling umum adalah Mylar dan lateks.
Balon Mylar, juga disebut balon foil, terbuat dari lembaran nilon plastik dengan lapisan logam dan tidak akan pernah terurai. Balon ini juga menyebabkan ribuan pemadaman listrik setiap tahun ketika bersentuhan dengan kabel listrik atau pemutus sirkuit.
Meskipun beberapa produsen mengklaim balon lateks alami yang terbuat dari karet cair dapat terurai secara alami, balon ini masih memerlukan waktu bertahun-tahun untuk terurai.
Pasalnya, bahan ini dicampur dengan plasticizer dan bahan kimia tambahan lainnya yang menghambat proses penguraian secara alami atau biodegradasi.
Balon lateks lainnya adalah sintetis, terbuat dari turunan minyak bumi yang disebut neoprena dan akan tetap berada di lingkungan. Bahan ini hanya terurai menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dari waktu ke waktu.
“Baik balon Mylar maupun balon lateks merupakan ancaman yang signifikan bagi satwa liar, ternak, dan hewan peliharaan,” kata kedua peneliti itu.
Pasalnya, lanjut mereka, hewan-hewan ini “dapat terluka atau terbunuh karena memakan pecahan balon, terjerat pita atau tali balon yang panjang, atau ketakutan oleh puing-puing yang berjatuhan.”
Tidak seperti balon Mylar, balon lateks meledak di atmosfer, tercabik-cabik menjadi potongan-potongan kecil yang mengapung di permukaan air menyerupai ubur-ubur atau cumi-cumi.
Puing-puing balon ini kemudian bakal dilapisi dengan alga dan mikroba laut lainnya yang menghasilkan bau kimiawi, yang diasosiasikan oleh penyu, burung laut, ikan, dan kehidupan laut lainnya sebagai makanan.
Karena lunak dan mudah dikoyak, balon lateks bisa menyesuaikan diri dengan rongga perut hewan atau saluran pencernaan. Hal ini dapat menyebabkan penyumbatan, kelaparan, dan kematian.
“Balon lateks adalah bentuk sampah laut yang paling mematikan bagi burung laut. [Bahan-bahan ini] 32 kali lebih mungkin membunuh daripada plastik keras saat tertelan,” kata O’Brien dan Brines.
Pada periode 2016 hingga 2018, relawan dari Alliance for the Great Lakes mengambil dan mencatat lebih dari 18.000 keping puing balon.
Pada 2019, International Coastal Cleanup, sebuah acara tahunan yang diselenggarakan oleh Ocean Conservancy, mencatat lebih dari 104.150 balon ditemukan di seluruh dunia, dengan hampir setengahnya di Amerika Serikat.
Helium terbatas
Lebih lanjut, Helium yang digunakan pada balon adalah material yang sangat terbatas. Alhasil, sangat tidak bijak jika material ini digunakan hanya untuk balon gas.
Di alam semesta secara keseluruhan, Helium adalah salah satu elemen yang paling umum, kedua setelah hidrogen dalam kelimpahannya.
Namun di Bumi, unsur ini relatif jarang ditemukan, dan merupakan salah satu dari sedikit unsur yang tidak tertahan oleh gravitasi dan terlepas ke luar angkasa.
“Semua elemen lain yang telah kita sebar di seluruh dunia, mungkin kita bisa menggali di tempat pembuangan untuk mendapatkannya kembali,” kata Andrea Sella, ahli kimia dari University College London (UCL), seperti dikutip dari BBC.
“Tapi helium itu unik. Ketika ia hilang, ia akan hilang dari kita selamanya,” imbuhnya.