Jakarta, CNN Indonesia —
Suhu di Arab Saudi berpotensi mencapai 50 derajat Celcius selama musim haji berlangsung hingga akhir Juli 2022. Udara panas ini juga disebut akan dibarengi dengan kekeringan ekstrem.
“Arab Saudi akan mengalami suhu maksimum hingga lima puluh derajat Celcius dengan kelembapan terendah dapat mencapai nol persen selama beberapa hari pada pertengahan hingga akhir Juli 2022,” ujar Erma Yulihastin Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam sebuah keterangan, Minggu (10/7).
Erma menyebut kombinasi antara udara panas dan kering ekstrem ini masuk dalam kategori risiko tinggi bagi kesehatan karena dapat mengakibatkan heatstroke. Terlebih, kondisi cuaca ekstrem tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu lebih dari lima jam, yakni dimulai dari pukul 13.00 hingga 19.00 waktu setempat.
Kondisi cuaca ekstrem di Arab Saudi juga diperparah dengan perkiraan terjadinya sirkulasi meso-siklonik yang terjadi di bagian utara Arab Saudi (Baghdad dan Basrah) yang akan mengalami suhu tinggi ekstrem lebih dulu (lebih dari 50 derajat Celcius).
Menurut Erma, hal ini dapat membangkitkan perambatan aliran udara panas menuju Mekkah, Madinah, dan sekitarnya.
“Hal ini mengindikasikan bahwa selain udara yang panas dan kering, Arab Saudi juga dapat mengalami fenomena angin kencang dengan kekuatan 6-9 meter/detik,” tuturnya.
Maka dari itu, para jemaah haji diimbau melakukan persiapan untuk meredam panas, seperti menggunakan topi atau payung, memakai krim dengan tabir surya, serta sering berteduh setelah berjalan jauh.
Kemudian Erma juga mengimbau para jemaah untuk sering minum air putih agar tidak dehidrasi, sekaligus untuk mendinginkan tubuh. Lebih lanjut, beberapa wilayah Madinah dan sekitarnya juga disebut akan mengalami kondisi cuaca serupa.
Gelombang panas saat periode musim panas
Studi terbaru mengenai gelombang panas di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) yang menganalisis 53 kota menunjukkan sebesar 80 persen populasi di wilayah tersebut merasakan gelombang panas minimal dua hari sekali selama periode musim panas (Mei – Agustus) di masa mendatang.
Proyeksi tersebut merupakan hasil dari 13 model iklim regional yang semuanya menunjukkan peningkatan gelombang panas secara konsisten di kota-kota tersebut.
Sebagaimana diketahui, wilayah MENA didominasi oleh padang pasir yang memiliki iklim gurun dan telah lama dikenal sebagai wilayah yang paling kering dan paling panas di dunia.
Negara-negara di wilayah ini meliputi semua negara Teluk dan negara Afrika di bagian utara ekuator, seperti Kuwait, Arab Saudi, Iran, Irak, Abu Dhabi, Qatar, Mesir, Turki, dan negara-negara lainnya di sekitarnya dengan total 53 kota.
Perubahan iklim global yang ditandai dengan peningkatan temperatur tentu saja berdampak pada peningkatan temperatur di MENA, yang saat ini secara konsisten sudah memiliki temperatur lebih tinggi dari 34-35 derajat Celcius selama satu dekade terakhir.
Akibatnya, gelombang panas yang terjadi di MENA juga mengalami eskalasi secara intensitas dan frekuensi.
(lmy/DAL)