Manaus, Brasil, CNN Indonesia —
Hujan rintik-rintik berubah menjadi deras ketika memasuki perut hutan Amazon, Brasil, untuk menuju pusat penelitian Camp41 pada suatu hari di Oktober 2022. Jalanan pun jadi luar biasa licin, sehingga perkiraan waktu tempuh yang semula empat jam menjadi tak tentu.
Di bawah permukaan hutan Amazon yang selalu disebut sebagai bentang alam dengan kekayaan hayati tertinggi di dunia, pada dasarnya adalah tanah lempung yang sangat tandus. Warnanya kuning pucat dan keras.
Bila ada genangan air di atasnya, air akan berwarna putih karena dasar genangan yang berwarna pucat — orang setempat menyebutnya air putih (white water). Jalanan licin yang kami lewati adalah tanah lempung ini.
Tak disarankan menjelajah jalan menuju Amazon ini selain menggunakan kendaraan 4wheel drive dipandu pengemudi berpengalaman. Sepanjang perjalanan ini saja misalnya, rombongan kami yang terdiri dari beberapa mobil sempat empat kali berhenti karena terhalang pohon tumbang.
Sopir mobil terdepan dengan sigap menghentikan kendaraan, mengambil gergaji mesin dan parang berukuran dua kali lengan orang dewasa dan kemudian membabat batang pohon yang mengganggu sehingga perjalanan bisa berlanjut.
Jalan tanah berlapis batu dan sedikit sisa aspal yang kami lewati tersebut adalah warisan kejayaan program ranch cattle (peternakan sapi dan kerbau) yang diinisiasi massal di Brasil sejak 1960-an.
Hutan dibabat, dibelah oleh jalan sepanjang puluhan kilometer yang dibangun pemerintah sebagai jalur transportasi TransAmazon — mirip dengan proyek membelah hutan untuk membangun jalan TransPapua saat ini.
Di sepanjang jalur jalan itu kemudian pemerintah memberikan lahan masing-masing beberapa hektar serta bibit sapi per orang untuk memulai peternakan. Konsepnya mirip dengan Program Transmigrasi di Indonesia, yang marak di bawah pemerintahan Orde Baru.
Memanfaatkan jalan bekas infrastruktur peternakan dari tahun ’70an untuk menuju Camp41 di perut Amazon. (Michael Dantas / United Nations Foundation)
|
Bedanya, program ternak massal ini kemudian berjalan sangat sukses. Begitu sukses sampai dituding menjadi faktor utama penyebab susutnya hutan Amazon di Brasil.
Diperkirakan 70-80% lahan ternak adalah tanah yang tadinya merupakan hutan hujan tropis. Program ini berhasil mendorong Brasil tumbuh jadi eksportir daging sapi nomor satu dunia dengan jumlah ternak hidup menurut FAO mencapai lebih dari 230 juta ekor tahun 2020.
Tetapi tidak semua peternak berhasil. Di banyak negara bagian, mudah ditemukan lahan peternakan yang ditinggalkan pemilik, gersang tidak terurus. Satu-satunya tanda adalah pagar-pagar kayu yang memisahkan lahan peternakan dari jalan raya.
Lanjut ke sebelah…