
Jakarta, CNN Indonesia —
Ombudsman RI memberi enam saran perbaikan untuk Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dalam pengelolaan layanan program penyediaan akses internet di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Pasalnya, terdapat sejumlah masalah dalam layanan internet yang diberikan BAKTI di daerah tertinggal.
“Ombudsman RI menemukan permasalahan yang paling dikeluhkan pengguna akses internet adalah terbatasnya bandwidth dan kecepatan internet. Sehingga keberadaan dan kemanfaatan akses internet belum dirasakan secara optimal,” kata Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih.
Temuan itu disampaikan Ombudsman dalam cara penyerahan Hasil Kajian Ombudsman RI dan Diskusi Publik di Gedung Ombudsman RI Jakarta Selatan, Rabu (20/7).
Pertama, melakukan revisi terhadap keputusan Direktur Utama BAKTI nomor 71 Tahun 2019 tentang Standar Operasional Prosedur PASTI.
PASTI merupakan aplikasi yang dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). PASTI adalah kependekan dari Permohonan Akses Telekomunikasi dan Informasi.
Selain untuk permohonan akses internet, PASTI juga bisa digunakan untuk permohonan penyediaan Base Transceiver Station (BTS). Permohonan itu bisa dilakukan secara daring.
Kedua, memperluas sosialisasi. Menurut Anggota Ombudsman RI Jemsly Hutabarat, BAKTI perlu memperluas sosialisasi aplikasi PASTI serta melakukan migrasi data pengusulan berbasi proposal atau fasiltasi ke aplikasi tersebut.
Ketiga, mengganti contoh SK Pengelola Aplikasi Permohonan Akses Telekomunikasi dan Informasi menjadi contoh SK Pendaftaran Organisasi pada dashboard aplikasi PASTI.
Keempat, merumuskan dan membuat Standar Operasional Prosedur terkait standarisasi pengamanan, pemeliharaan dan monitoring aset/infrastruktur yang dituangkan dalam keputusan Direktur Utama.
Kelima, merumuskan suatu model/bentuk komunikasi dan koordinasi dengan Diskominfo di daerah (Provinsi/kabupaten/kota). Dan, keenam merencanakan penambahan kapasitas dan kecepatan akses internet.
Selain dari Ombudsman, pemberian layanan akses internet oleh BAKTI juga mendapat pengawasan dari Inspektorat Jenderal Kominfo.
Dalam pengawasannya sejak 2019 hingga 2021, Inspektorat menemukan beberapa masalah yakni layanan internet yang lambat, tumpang tindih dengan layanan lain, hingga belum adanya kebijakan dan pedoman yang disahkan terkait kriteria penerima bantuan AI.
Terkait temuan Itjen tersebut, BAKTI mengklaim telah melakukan perbaikan antara lain menambah kapasitas satelit (LC Tahap II) untuk menambah kecepatan internet. Selain itu, BAKTI juga sedang menyusun pedoman dan kebijakan terkait kriteria penerima bantuan AI.
Sebelumnya, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo melakukan penyediaan Hot Backup Satellite (HBS) untuk mitigasi risiko Proyek Satelit Republik Indonesia (SATRIA) 1.
Tujuannya, memperkuat dan memperluas akses internet untuk layanan publik di seluruh Indonesia.
“SATRIA-1 menggunakan teknologi High-Throughput Satellite (HTS) yang baru, rumit dan kompleks sehingga risiko kemungkinan munculnya masalah dalam pembangunan maupun operasional cukup tinggi,” kata Direktur Utama BAKTI Kementerian Kominfo Anang Latief, Maret.
“Sehubungan dengan hal itu, maka untuk memitigasi segala risiko SATRA-1, BAKTI Kominfo berencana untuk menyediakan HBS,” lanjutnya.
(lth)