Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan, pada Rabu (25/9), bahwa terjadi “sebuah peningkatan tajam dalam penggunan media sosial yang problematik” di kalangan remaja di Eropa dan kondisi tersebut berbahaya bagi kesehatan mental mereka.
Cabang WHO untuk wilayah Eropa itu juga memperingatkan bahwa lebih dari satu dari 10 remaja “mempunyai risiko bermain game secara problematik.”
Istilah problematik dipakai untuk menggambarkan situasi di mana anak-anak muda “mengalami gejala adiksi,” ungkap WHO Eropa.
“Jelas bahwa kita memerlukan tindakan langsung dan berkelanjutan untuk membantu para remaja keluar dari kondisi penggunaan media sosial yang berpotensi merusak, yang terbukti dapat berujung pada depresi, penindasan, kecemasan, dan performa akademik yang buruk,” ungkap direktur WHO Eropa, Hans Kluge, dalam pernyataan.
Gejala kecanduan yang dimaksud mencakup ketidakmampuan untuk mengontrol penggunaan medial sosial, mengabaikan aktivitas lain demi menggunakan media sosial, atau melihat konsekuensi negatif dalam kehidupan sehari-hari sebagai akibat dari penggunaan yang berlebihan.
WHO Eropa terdiri dari 53 negara dan mencakup wilayah Asia Tengah.
Pada 2022, 11% dari remaja (13% remaja perempuan dan sembilan persen remaja laki-laki) menunjukkan tanda-tanda penggunaan media sosial yang problematik, dibandingkan dengan tujuh persen yang tercatat empat tahun sebelumnya, ungkap WHO.
Laporan tersebut mengambil data dari 280.000 remaja yang berusia 11, 13, dan 15 dari 44 negara di Eropa, Asia Tengah, dan Kanada.
Fenomena itu banyak ditemukan di kalangan remaja perempuan asal Rumania yang berusia 13 dan 15, di mana 28% di antaranya terdampak, dan paling sedikit ditemukan pada remaja laki-laki Belanda, dengan hanya tiga persen saja yang menunjukkan gejala seperti yang disebutkan.
Sepertiga remaja bermain game online setiap harinya, dan 22% dari mereka bermain setidaknya selama empat jam, menurut data WHO.
Sebanyak 12% dari seluruh responden yang disurvei berisiko terjerat judi. Kelompok yang paling banyak terdampak adalah remaja laki-laki yang jumlahnya mencapai 16% dibandingkan tujuh persen remaja perempuan.
“Penting bagi kita mengambil langkah untuk melindungi anak muda agar dapat menavigasi lanskap digital secara aman dan membekali mereka [dengan pengetahuan yang cukup] agar dapat membuat pilihan yang baik mengenai aktivitas daringnya,”ujar Natasha Azzopardi-Muscat, Direktur untuk bidang Sistem dan Kebijakan Kesehatan Negara di WHO Eropa.
Pada saat yang bersamaan, badan PBB tersebut juga menekankan bahwa media sosial juga memiliki keuntungan.
Di antara para remaja, sebanyak 36% — dan 44% remaja perempuan berusia 15 tahun — melaporkan mereka terus terkoneksi secara daring dengan teman-temannya.
Anak muda “harus menguasai media sosial, dan bukan media sosial yang menguasai mereka.” ujar Azzopardi-Muscat. [rs]