Theo bekerja setiap hari, siang dan malam, memeriksa kondisi kebun tulip untuk melacak tanaman yang sakit tanpa mengeluh, meski melakukan pekerjaan yang bagi petani biasa sangat menguras tenaga.
Theo adalah robot seukuran mobil berwarna putih, yang menjadi ‘senjata’ teknologi tinggi baru dalam perang melawan penyakit tanaman di kebun tulip, ketika bunga-bunga itu bermekaran ke dalam warna-warni musim semi.
Robot itu mondar-mandir memeriksa kesehatan baris demi baris tulip “goudstuk” berwarna kuning dan merah, dan, jika perlu, membunuh tanaman yang terdeteksi berpenyakit untuk mencegah penyebaran virus tulip.
Tanaman yang mati kemudian dipisahkan dari tanaman yang sehat di gudang penyortiran setelah dipanen.
Virus mengerdilkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga membuat bunga tulip tumbuh lebih kecil dan lebih lemah. Virus itu juga melemahkan umbi tulip itu sendiri dan pada akhirnya membuat mereka tidak mampu berbunga.
Allan Visser, petani tulip generasi ketiga yang menggunakan robot AI itu mengatakan, “Di setiap kebun tulip, pasti ada berapa persennya yang sakit, dan setiap tahun tulip-tulip itu harus dicabut untuk mencegah tulip yang sakit menulari tulip yang sehat. Dulu kita selalu melakukannya secara manual dan kita tidak pernah bisa melakukannya semuanya dalam setahun karena terlalu banyak. Dan kini kita sudah punya robot ini. Robot yang sungguh luar biasa. Dia bisa mengerjakannya sepanjang hari, sepanjang malam, sepanjang akhir pekan. Dia tidak pernah beristirahat. Ia pun melakukannya secara lebih baik daripada tenaga manusia.”
Robot itu bergerak mengikuti jalur ulat melintasi kebun dengan kecepatan satu kilometer per jam untuk memburu garis-garis merah pada daun tulip yang terinfeksi penyakit.
Erik de Jong dari H2L Robotics, perusahaan yang membuat robot itu, mengatakan bahwa kecerdasan buatan membantu mereka mengidentifikasi bunga yang sakit dan secara presisi menunjuk bunga yang perlu dihancurkan dengan menggunakan titik koordinat.
“Jantung mesin ini adalah pengetahuan yang kita masukkan ke dalam model AI-nya. Pengetahuan itu berasal dari para petani tulip. Jadi, kami menggunakan ilmu para petani tulip. Kami menggabungkannya ke dalam sebuah model AI, lalu ke dalam mesin ini. Pengetahuan itu digunakan oleh tiga kamera di mesin ini untuk mengambil foto dari tiga sudut pandang berbeda. Foto dari berbagai sudut pandang itu dikombinasikan untuk mencari secara pasti titik koordinat tanaman yang sakit, dengan menggunakan antena GPS yang terletak di atas mesin itu,” jelasnya.
Kemampuan dan efisiensi Theo pun dibanderol dengan harga yang cukup tinggi. Robot itu dijual seharga 185.000 euro, atau sekitar Rp3,2 miliar.
“Anda bisa membeli mobil sport sangat bagus dengan robot ini. Namun, saya lebih memilih punya robot ini, karena mobil sport tidak bisa mencabut tanaman tulip yang sakit dari kebun kami. Harganya memang mahal, tapi semakin sedikit orang yang benar-benar bisa mengenali tulip yang sakit dengan mata telanjang. Jadi, merupakan sebuah kebutuhan bagi kami untuk membeli robot ini, karena ‘pelacak penyakit’ di kebun tulip kami semakin menyusut,” tambah Allan.
Sebagai bagian dari upaya untuk memerangi virus yang menjangkiti tulip, terdapat 45 robot yang dikerahkan untuk berpatroli di kebun-kebun tulip di seantero Belanda seiring menghangatnya cuaca dan semakin dekatnya puncak musim. [rd/jm]
https://www.voaindonesia.com/a/robot-ai-pantau-kesehatan-perkebunan-tulip-di-belanda/7613710.html