Presiden Sidang Majelis Umum ke-76 PBB Abdulla Shahid pada Senin (20/6) mengatakan “dunia maya dan media sosial – dengan proliferasi disinformasi dan berita palsu – telah semakin memperburuk dampak ujaran kebencian ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
Berbicara pada negara-negara anggota dalam sidang khusus majelis itu, yang sekaligus menandai Hari Internasional Melawan Ujaran Kebencian, Shahid menambahkan “tren berbahaya ini hanya berfungsi untuk memecah belah kita ketika persatuan dibutuhkan lebih besar dibanding sebelumnya.”
Menurutnya, untuk mengatasi tantangan ini secara komprehensif, masyarakat internasional “harus memupuk kerja sama global dan bersatu, merangkul semangat kolektif yang dirancang PBB untuk dikembangkan, dan dicoba dirusak oleh ujaran kebencian. Ujaran kebencian adalah ancaman yang inheren pada nilai dan prinsip kita.”
Penasihat Khusus PBB Untuk Pencegahan Genosida Alice Wairimu Nderitu secara khusus membacakan pesan dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Ia mengatakan “kata-kata dapat menjadi senjata dan menimbulkan kerusakan fisik,” dan menambahkan “eskalasi ujaran kebencian menjadi aksi kekerasan telah memainkan peran dalam kejahatan paling mengerikan dan tragis di zaman modern, dari anti-Yahudi yang mendorong holocaust, hingga genosida terhadap kelompok Tutsi di Rwanda pada 1994.”
Nderitu juga mengatakan “internet dan media sosial telah memicu ujaran kebencian, memungkinkan hal itu menyebar seperti api melintasi perbatasan.”
“Penyebaran ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas selama pandemi COVID-19 membuktikan lebih jauh banyaknya masyarakat yang sangat rentan terhadap stigma, diskriminasi dan konspirasi yang dipromosikannya,” tegas Nderitu. [em/lt]