Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan polusi udara bukan hanya menjadi persoalan di wilayah Jakarta dan sekitarnya saja, melainkan juga terjadi di provinsi lainnya. Berdasarkan laman Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Minggu (10/9) pukul 06.00 WIB terungkap terdapat 10 provinsi dengan kualitas udara terburuk. Provinsi tersebut adalah Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Lampung, Kalimantan Selatan, Banten, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau.
“Lalu apa hubungannya polusi dengan pelayanan publik. Karena dengan polusi banyak masyarakat yang terjangkit ISPA (infeksi saluran pernafasan akut -red),” jelas Hery di Jakarta, Kamis (21/9).
Hery menambahkan data tersebut menunjukkan bahwa polusi udara menjadi persoalan bersama sehingga membutuhkan penanganan yang komprehensif dari hulu hingga hilir. Dia menegaskan, pemerintah juga perlu mengidentifikasi secara tepat penyebab polusi udara di setiap wilayah agar dapat mencari solusi yang tepat dan berkelanjutan.
“Jangan sampai permasalahan ini berulang dan dibiarkan sehingga memiliki efek jangka panjang bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan sehingga mengganggu seluruh pelayanan publik,” tambahnya.
Ombudsman RI menyampaikan saran perbaikan kepada pemerintah dalam mengatasi polusi. Di antaranya di lini hulu, pemerintah perlu melakukan penanganan alih teknologi yang ramah lingkungan dengan secara bertahap meninggalkan penerapan pembangkit listrik tenaga uang (PLTU) batu bara ke energi baru terbarukan. Selain itu, jaminan reklamasi setelah kegiatan tambang perlu dipastikan, serta memperluas ruang terbuka hijau di perkotaan.
Menanggapi ini, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan kondisi udara yang tercatat di laman ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) KLHK terus mengalami perubahan. Karena itu, 10 provinsi yang terburuk yang disoroti Ombudsman juga sudah berubah sesuai dengan kondisi terkini.
Selain itu, kualitas udara di masing-masing provinsi dipengaruhi oleh hal-hal yang berbeda. Sebagai contoh Kalimantan dan Sumatra dipengaruhi oleh kebakaran hutan dan lahan.
“Ancaman risiko karhutla jauh menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2015 parah, tapi tahun 2016, 2017, 2018 menurun. Mudah-mudahan 2023, kondisinya tidak jauh lebih buruk,” tutur Ridho Sani.
Adapun untuk Jakarta sekitarnya, kata Ridho, dipengaruhi sejumlah faktor, yaitu emisi dari sumber bergerak seperti mobil dan emisi dari sumber tidak bergerak seperti pembangkit listrik. Namun, menurutnya terdapat faktor meteorologis seperti musim panas yang dapat berdampak pada emisi di Jakarta dan sekitarnya.
KLHK juga melakukan sejumlah pengawasan usaha dalam pengendalian pencemaran udara. Menurutnya, setidaknya ada 45 perusahaan di sekitar Jakarta yang sedang dalam pengawasan pemerintah. Bagi perusahaan yang terbukti melanggar akan diberikan sanksi dari administrasi hingga penyegelan atau penghentian kegiatan.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Budhy Setiawan mengatakan sudah ada regulasi yang dapat digunakan untuk menjaga kualitas udara di Tanah Air. Regulasi tersebut di antaranya adalah Undang-Undang tentang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Cipta Kerja yang juga mengatur tentang pengendalian kualitas udara akibat dari industri
“Pengurangan emisi di bidang industri diperlukan pengetatan di unsur perencanaan dan dibarengi dengan pengawasan yang intensif,” jelas Budhy.
Adapun terkait sumber emisi dari kendaraan, Budhy berharap dalam jangka panjang kebijakan uji emisi kendaraan dapat dilakukan. Ia berharap masyarakat juga mendukung kebijakan ini untuk menjaga kualitas udara. [sm/ah]
https://www.voaindonesia.com/a/ombudsman-penanganan-polusi-udara-harus-komprehensif/7279385.html