Jakarta, CNN Indonesia —
Megathrust yang beberapa di antaranya berada di selatan Jawa tengah ramai diperbincangkan, terutama karena potensinya menghasilkan gempa besar.
Megathrust sendiri adalah daerah pertemuan antar lempeng tektonik Bumi di lokasi zona subduksi.
Lempeng tektonik Bumi bisa mencapai ribuan kilometer dan menjadi dasar benua dan samudra. Pelat-pelat ini bertabrakan, meluncur, dan bergerak menjauh satu sama lain.
Terkadang lempeng tersebut bertabrakan satu sama lain atau satu lempeng didorong ke bawah lempeng yang lain di zona subduksi. Dengan kata lain, zona subduksi adalah zona pertemuan lempeng-lempeng tersebut.
Jika sejumlah lempeng tektonik bertemu, maka gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dan tanah longsor yang kuat dapat terjadi.
Dilansir dari Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS), saat lempeng tektonik bertemu, satu lempeng meluncur di bawah lempeng lain, atau melakukan subduksi, turun ke mantel Bumi dengan kecepatan 2-8 sentimeter per tahun.
Sementara itu, gempa megathrust adalah gempa yang sangat besar yang terjadi di zona subduksi. Indonesia sendiri dikelilingi zona megathrust, dan dua di antaranya berada di selatan Jawa, yakni di bagian barat dan timur.
Kedua megathrust tersebut menyimpan potensi gempa yang sangat besar hingga Magnitudo 9,1. Gempa megathrust sendiri merupakan fenomena yang berulang dalam periode waktu tertentu.
Dilansir dari situs Natural Resources Canada, pengulangan bervariasi dari zona subduksi ke zona subduksi. Misalnya, di zona subduksi Cascadia di Amerika Utara, 13 peristiwa megathrust telah diidentifikasi dalam 6000 tahun terakhir, rata-rata setiap 500 hingga 600 tahun.
Namun, itu tidak terjadi secara teratur. Beberapa di antaranya Terjadi 200 tahun dan beberapa lainnya sejauh 800 tahun.
Sedangkan untuk megathrust selatan Jawa, Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari memprediksikan pengulangan dapat terjadi setiap 400 tahun.
Prediksi tersebut dihasilkan lewat penelitian dengan menggunakan metode GPS bersama sejumlah ahli kegempaan dari berbagai lembaga. Menurut catatan, gempa megathrust terjadi terakhir kali di selatan Jawa pada 1818.
Gempa megathrust ini juga berpotensi menghadirkan tsunami setinggi 34 meter. Hal itu terungkap dalam penelitian bersama sejumlah ahli kegempaan, seperti Pepen Supendi, Dwikorita Karnawati, Tatok Yatimantoro, Daryono dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Rahma Hanifa dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sri Widiyantoro dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Nicholas Rawlinson dari Department of Earth Sciences-University of Cambridge.
“Kami menemukan ketinggian tsunami maksimum bisa mencapai 34 meter di sepanjang pantai barat Sumatera bagian selatan dan di sepanjang pantai selatan Jawa dekat Semenanjung Ujung Kulon,” ujar peneliti.