NUSA DUA, BALI (VOA) —
Sama seperti biasanya ketika ia tampil di depan publik, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tampak bersemangat ketika berbicara di media center G20 di Bali International Convention Center (BICC) di Nusa Dua pada Selasa (15/11).
Di samping Luhut, duduk penasihat iklim untuk Departemen Keuangan Amerika Serikat, John Morton. Keduanya baru saja menyepakati kemitraan pendanaan besar untuk membantu Indonesia melakukan transisi energi guna menurunkan emisi karbon.
Dalam paparannya, Luhut menyebut nama cucu tertuanya, Faye Simanjuntak — yang menurutnya — memiliki peran dalam terjalinnya kemitraan tersebut.
“Tahun lalu, saya berjanji kepada cucu perempuan tertua saya, Faye, bahwa saya akan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi generasi berikutnya. Dia adalah pengingat terkuat yang saya miliki,” ujar Luhut.
Janji tersebut mendorong Luhut untuk menggunakan perannya di pemerintahan dengan membangun kemitraan dan kolaborasi. Kolaborasi itu akan membantu Indonesia membangun ekonomi hijau dan menerapkan skema pembangunan berkelanjutan.
“Kemitraan transisi energi adalah terobosan model kerja sama internasional yang menunjukkan kepada kita, secara kolektif, memobilisasi sektor swasta dan publik, menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan untuk cucu kita, warga negara kita, dan generasi masa depan untuk tahun-tahun mendatang,” janjinya.
Transisi energi menjadi salah satu agenda utama dalam presidensi Indonesia pada G20 tahun ini. Bersama International Partners Group (IPG) yang dikoordinir oleh Amerika Serikat dan Jepang, Indonesia meluncurkan Kemitraan Transisi Energi Bersama (JETP). Kemitraan tersebut hadir untuk mendukung target iklim Indonesia, dengan memobilisasi pembiayaan dari sektor publik maupun swasta sebesar $20 miliar dalam kurun waktu tiga hingga lima tahun ke depan.
“Kami percaya, bahwa kami tidak boleh mengorbankan pembangunan ekonomi, tetapi kami juga harus membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan untuk generasi mendatang,” kata Luhut menekankan lagi pentingnya kesepakatan ini untuk masa depan.
Dalam kurs mata uang saat ini, dana sebesar $20 miliar setara dengan sekitar Rp310 triliun.
Berbicara dalam ruang yang sama, John Morton, menyebut terjalinnya sebuah kemitraan itu merupakan peristiwa yang cukup bersejarah karena melibatkan peran sektor swasta.
“Angka $20 miliar, itu terbagi antara kontribusi sektor publik sekitar $10 miliar dan kontribusi sektor swasta sekitar $10 miliar juga. Saya mencatat, bahwa menurut saya ini bersejarah karena ada komitmen sektor swasta di samping komitmen sektor publik,” ujarnya.
Komitmen tersebut menerima dukungan dari berbagai lembaga pendanaan. Secara total, terdapat koalisi yang terdiri dari tujuh lembaga keuangan global yang siap berinvestasi dalam program transisi energi dan mendukung agenda ambisius Indonesia tersebut.
“Pendanaan dari sektor publik adalah bauran yang mencakup pendanaan konsesional, hibah, pinjaman, jaminan, dan berbagai macam dana publik yang berasal dari berbagai lembaga keuangan publik yang berbeda, di sembilan negara anggota IPG,” tegas John.
Seluruh detail komitmen tersebut, termasuk angka pasti, bunga pinjaman dan program yang akan dibiayai, masih akan dibicarakan lebih lanjut. Rencana investasi yang disusun, kata John, akan berkembang seiring berjalannya waktu.
Melalui kesepakatan itu pula, Indonesia mendapatkan dukungan untuk mempercepat pengurangan emisi di sektor listrik yang masih bergantung besar dengan pembangkit listrik batu bara.
Target lain yang tertuang dalam program transisi energi Indonesia antara lain adalah menekan angka emisi secepat mungkin, mempercepat pengembangan energi terbarukan, dan meningkatkan efisiensi energi melalui kemitraan internasional. Termasuk di dalam kesepakatan, adalah transfer pengetahuan dan pengembangan teknologi yang berkelanjutan.
Kesepakatan transisi energi itu juga diharapkan dapat membantu menciptakan pekerjaan baru yang ramah lingkungan. Pada sisi yang berbeda, kelompok masyarakat yang terkena dampak langsung atau tidak langsung di sektor ketenagakerjaan akibat transisi energi, akan menerima asistensi. Komitmen juga diberikan agar transisi energi berdampak positif terhadap masyarakat rentan.
Luhut menjanjikan, transisi energi yang dilakukan tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi yang sudah cukup baik saat ini.
Pemerintah Indonesia akan menyusun rencana aksi kemitraan dalam enam bulan ke depan, untuk melahirkan rencana investasi komprehensif. Program transisi energi ini dikelola sepenuhnya oleh badan usaha milik negara (BUMN) PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Sejumlah pihak yang termasuk ke dalam kolaborasi tersebut adalah Bank Pembangunan Asia, Dana Investasi Iklim, dan Bank Dunia. [ns/rs]