Peretasan sistem telekomunikasi AS yang terkait dengan China, yang awalnya tampak berfokus pada kampanye presiden Amerika, ternyata jauh lebih dalam, dan kemungkinan merupakan bagian dari upaya besar Beijing untuk memata-matai Amerika Serikat.
Biro Investigasi Federal (FBI) dan Badan Keamanan Infrastruktur dan Keamanan Siber AS (CISA) memperingatkan pada Rabu (13/11) bahwa pelanggaran yang pertama kali terdeteksi akhir bulan lalu kini telah “mengungkapkan kampanye spionase siber yang luas dan signifikan.”
Kedua lembaga tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penyelidikan mereka telah mengonfirmasi bahwa peretas yang terkait dengan China telah membahayakan jaringan beberapa perusahaan telekomunikasi AS, dengan memperoleh akses ke kumpulan informasi yang sangat berharga.
Secara khusus, kedua lembaga itu mengatakan bahwa para peretas akan dapat mengakses catatan panggilan pelanggan dan menyusup ke komunikasi pribadi sejumlah pejabat pemerintah dan politisi tertentu.
Selain itu, para peretas tampaknya dapat menyalin informasi yang diminta oleh penegak hukum AS sebagai hasil dari perintah pengadilan.
“Kami berharap pemahaman kami tentang pembobolan ini akan berkembang seiring berlanjutnya investigasi,” kata FBI dan CISA.
“Kami mendorong organisasi mana pun yang yakin bahwa pihaknya mungkin menjadi korban untuk menghubungi kantor lapangan FBI atau CISA setempat,” imbuh pernyataan itu.
Kedua lembaga tersebut pertama kali mengumumkan sedang menyelidiki pelanggaran sistem telekomunikasi AS pada akhir Oktober, kurang dari dua minggu sebelum para pemilih AS memberikan suara mereka dalam pemilihan nasional.
Berita tentang pembobolan tersebut menyusul laporan surat kabar The New York Times bahwa peretas China diduga telah membobol jaringan telekomunikasi untuk menargetkan kampanye Presiden terpilih Donald Trump — termasuk telepon yang digunakan oleh Trump dan Wakil Presiden terpilih JD Vance.
Tim kampanye Trump mengonfirmasi pembobolan tersebut dalam sebuah pernyataan kepada VOA. Secara terpisah, seseorang yang mengetahui investigasi tersebut mengatakan kepada VOA bahwa orang-orang yang berafiliasi dengan kampanye Wakil Presiden Kamala Harris juga menjadi sasaran.
Kedutaan Besar China di Washington saat itu menepis tuduhan AS tentang peretasan tersebut sebagai disinformasi, dengan menyebut AS sebagai “asal dan pelaku serangan siber terbesar.”
Kedutaan Besar China belum menanggapi tuduhan terbaru dari FBI dan CISA.
Badan intelijen AS telah memperingatkan selama berbulan-bulan bahwa musuh asing menggunakan kombinasi serangan siber dan operasi pengaruh sebagai upaya campur tangan dalam pemilihan presiden AS pada 5 November lalu. [lt/jm]