Kanada dan Amerika Serikat hari Senin (27/2) memberlakukan larangan penggunaan TikTok pada perangkat milik pemerintah. Gedung Putih memberi waktu 30 hari kepada badan-badan federal untuk menghentikan penggunaan aplikasi media sosial populer itu, dan menerapkan larangan yang disetujui oleh Kongres pada bulan Desember. Langkah AS itu memiliki pengecualian terbatas untuk tujuan penegakan hukum, keamanan nasional, dan penelitian. “Panduan ini adalah bagian dari komitmen berkelanjutan pemerintah untuk mengamankan infrastruktur digital kami dan melindungi keamanan dan privasi rakyat Amerika,” kata Chris DeRusha, kepala pejabat keamanan informasi federal. TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan China ByteDance, telah menarik perhatian dari pemerintah-pemerintah Barat yang khawatir tentang keamanan data pengguna dan potensi aplikasi tersebut dapat digunakan untuk mempromosikan pandangan pro-China. Perusahaan itu telah menepis kekhawatiran tersebut dan menyebut larangan tersebut sebagai “teater politik.” Fraksi Republik di Dewan Perwakilan Rakyat AS diperkirakan akan menyetujui RUU yang akan memberi Presiden Joe Biden wewenang untuk melarang TikTok secara nasional. Di Kanada, Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan larangan TikTok pada perangkat pemerintah dapat menjadi sinyal bagi masyarakat luas. “Saya menduga bahwa ketika pemerintah mengambil langkah signifikan untuk memberi tahu semua pegawai federal bahwa mereka tidak dapat lagi menggunakan TikTok di telepon kantor mereka, maka banyak orang Kanada dari kalangan bisnis hingga perorangan akan merenungkan keamanan data mereka sendiri dan mungkin membuat pilihan,” kata Trudeau. Komisi Eropa dan Dewan Uni Eropa melarang TikTok pada telepon staf masing-masing minggu lalu. [lt/ab]
Category: Politik
TikTok Dilarang Digunakan di Perangkat Seluler Pemerintah Kanada
Kanada, pada Senin (27/2), mengumumkan larangan TikTok dari semua perangkat seluler milik pemerintah. Keputusan tersebut mencerminkan kekhawatiran yang meluas dari pejabat Barat atas aplikasi berbagi video milik China itu. Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan larangan itu mungkin langkah pertama untuk tindakan lebih lanjut. “Saya menduga, sementara pemerintah mengambil langkah signifikan untuk memberi tahu semua pegawai federal bahwa mereka tidak bisa lagi menggunakan TikTok di ponsel kantor mereka, banyak orang Kanada dari kalangan bisnis hingga perorangan akan merenungkan keamanan data mereka sendiri dan mungkin membuat pilihan,” kata Trudeau. Cabang eksekutif Uni Eropa mengatakan pekan lalu bahwa mereka untuk sementara telah melarang TikTok dari ponsel yang digunakan karyawan sebagai tindakan keamanan siber. Tindakan Uni Eropa itu mengikuti langkah serupa yang diterapkan di Amerika Serikat, di mana lebih dari separuh negara bagian dan Kongres telah melarang TikTok dari perangkat resmi pemerintah. TikTok sangat populer di kalangan anak muda. Tetapi kini muncul kekhawatiran bahwa pemilik platform tersebut di China telah menggunakannya untuk mengumpulkan data tentang pengguna Barat atau mendorong narasi dan informasi yang salah yang pro-China. TikTok dimiliki oleh ByteDance, perusahaan yang memindahkan kantor pusatnya ke Singapura pada 2020. Presiden Dewan Keuangan Kanada Mona Fortier mengatakan pemerintah federal juga akan memblokir aplikasi itu agar tidak diunduh di perangkat kantor pada masa mendatang. Fortier mengatakan dalam pernyataannya, Chief Information Officer of Canada menetapkan, TikTok “menimbulkan tingkat risiko yang tidak bisa diterima terhadap privasi dan keamanan.” Aplikasi tersebut akan dihapus dari ponsel pemerintah Kanada pada Selasa (28/2). [ka/jm]
AS Peringatkan Serangan Siber China dalam Skenario Taiwan
Setiap invasi China ke Taiwan kemungkinan akan disertai serangan siber besar-besaran terhadap Barat dan Amerika Serikat, menurut Direktur Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS Jen Easterly. Easterly mengatakan, pada Senin (27/2), bahwa Amerika Serikat dan sekutunya harus siap menghadapi bahwa China akan menciptakan “kepanikan dan kekacauan” di dunia maya. Badan-badan intelijen dan pejabat-pejabat militer Amerika Serikat telah memperingatkan bahwa China secara aktif sedang mempersiapkan rencana untuk dapat merebut Taiwan secara paksa pada 2027. Namun, pejabat-pejabat tinggi intelijen AS mengatakan awal bulan ini bahwa tidak ada indikasi China ingin mewujudkan rencana itu. “Kami menilai bahwa China terus memilih penyatuan Taiwan secara damai,” kata Direktur Intelijen Nasional Avril Haines di New York awal bulan ini. Tetapi, ia menunjukkan, preferensi itu mungkin berkurang. Easterly, pada Senin, memperingatkan potensi preferensi China untuk melakukan agresi, dan kemungkinan kesediaannya untuk menyerang di dunia maya, muncul di saat pimpinan China semakin meremehkan “kesalahan langkah Rusia yang tak berujung” di Ukraina. [ka/jm]
Dirancang, UU yang Mungkinkan Media Terima Bayaran dari Platform Digital
Indonesia sedang menyusun peraturan yang memungkinkan outlet media menerima pembayaran dari platform digital atau agregator yang memuat konten mereka, kata Dewan Pers, Kamis (9/2). Undang-undang baru ini diharapkan dapat menyamakan kedudukan antara media dan perusahaan teknologi dalam hal penyediaan konten dan menghasilkan keuntungan, kata Arif Zulkifli, anggota Dewan Pers Indonesia. Undang-undang, yang diajukan dua tahun lalu itu, diinspirasi oleh undang-undang serupa di Jerman dan Australia, dan diperkirakan akan diterbitkan sebagai peraturan presiden dalam waktu satu bulan. Platform digital di Indonesia termasuk Facebook, Google, dan beberapa agregator lokal. Arif mengatakan platform-platform ini mendapat keuntungan dengan menghadirkan konten yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan media sementara ‘kebanyakan media menerima keuntungan kecil’. “(Tidak ada) keseimbangan dalam hal ini,” katanya. Dalam undang-undang yang baru, Dewan Pers akan menentukan struktur harga dan skema pembayaran, sekaligus bertindak sebagai mediator jika terjadi perselisihan. Di Australia, UU Tawar Menawar Media Berita mulai berlaku pada Maret 2021. Sejak saat itu, perusahaan-perusahaan teknologi telah menandatangani lebih dari 30 kesepakatan dengan outlet-outlet media untuk memberi mereka kompensasi atas konten yang menghasilkan “klik” dan iklan, menurut laporan Departemen Keuangan negara tersebut. Undang-undang itu telah memungkinkan perusahaan-perusahaan media mempekerjakan jurnalis tambahan dan melakukan investasi berharga lainnya dalam operasi mereka, kata laporan itu. Berbicara pada acara peringatan Hari Pers Indonesia pada hari Kamis, Presiden Joko Widodo mengutip kebutuhan mendesak untuk undang-undang baru itu karena 60 persen pasar periklanan di tanah air didominasi oleh platform-platform digital asing. “Sekitar 60 persen belanja iklan diambil media digital, terutama platform luar negeri. Ini menyedihkan,” ujarnya. [ab/lt]
Mantan Eksekutif Twitter Menolak Tuduhan Mendapat Tekanan untuk Menutupi Skandal Hunter Biden
Mantan eksekutif Twitter mengaku, pada Rabu (8/2), di hadapan anggota Kongres Amerika Serikat, bahwa mereka melakukan kesalahan dengan memblokir cerita tentang Hunter Biden, putra presiden Joe Biden, dari platform media sosial tersebut menjelang pemilihan presiden pada 2020. Namun mereka dengan tegas membantah pernyataan pihak Partai Republik bahwa mereka ditekan oleh Partai Demokrat dan penegak hukum untuk menutupi cerita itu. “Keputusan yang diambil tidaklah mudah,” ujar Yoel Roth, mantan kepala bagian integritas dan kemanan Twitter kepada anggota Kongres. “Tidak terlalu jelas apa respons (yang harus diambil) terhadap dugaan serangan siber yang dilancarkan pemerintah dalam sebuah pemilu.” Ia menambahkan, “Twitter telah keliru dalam menangani kasus ini karena kami tidak ingin mengulang kesalahan yang terjadi pada (pemilu) 2016.” Ketiga mantan eksekutif Twitter itu tampil di hadapan Komite Pengawasan dan Akuntabilitas DPR AS, guna bersaksi untuk pertama kalinya tentang keputusan awal memblokir sebuah artikel New York Post dari Twitter tentang isi laptop milik Hunter Biden. Gedung Putih menuduh sidang itu sebagai upaya anggota “ekstrem kanan” untuk membatalkan pemilu 2020. Dengan didorong rasa percaya diri terhadap kepemimpinan baru di Twitter yang kini dipegang oleh miliarder Elon Musk, yang dianggap lebih bersimpati kepada kaum konservatif daripada kepemimpinan perusahaan sebelumnya, Partai Republik menggunakan sidang dengar pendapat untuk mendorong teori lama namun tidak terbukti bahwa perusahaan media sosial termasuk Twitter memiliki bias terhadap mereka. Ketua Komite, James Comer, mengatakan sidang tersebut adalah “langkah pertama panel dalam memeriksa koordinasi antara pemerintah federal dan Big Tech (perusahaan teknologi raksasa) untuk membatasi hak bicara yang dilindungi dan mengintervensi proses demokrasi.” [ps/jm/rs]
AS Mengambil dan Menganalisa Kepingan Balon Mata-Mata China yang Jatuh
Amerika Serikat mengatakan, pada Senin (6/2), pihaknya terus mengumpulkan kepingan balon mata-mata China yang telah ditembak jatuh di atas Samudra Atlantik akhir pekan lalu dan para pakar intelijen telah mulai menganalisa kepingan tersebut. “Mereka mendapatkan beberapa serpihan balon itu dari permukaan laut,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby kepada wartawan dan menambahkan bahwa “kondisi cuaca tidak memungkinkan banyak pemeriksaan atas puing-puing yang tenggelam di bawah laut,” yang membentang lebih dari 11 kilometer di lepas pantai negara bagian South Carolina. Atas perintah Presiden Joe Biden, sebuah jet tempur AS menembak jatuh balon itu pada Sabtu (4/2), setelah melintasi AS selama lebih dari seminggu, termasuk melewati area instalasi militer utama. China sendiri mengklaim bahwa balon tersebut adalah pesawat pengawas cuaca tanpa tujuan militer, tetapi AS mengatakan itu adalah balon pengintai yang canggih. Kirby mengatakan, tim selam AS “dalam beberapa hari mendatang akan turun ke (area kepingan balon tersebut jatuh) dan meneliti apa yang ada di dasar laut.” Ia mengatakan, AS tidak berniat mengirim serpihan balon itu kembali ke China. Kirby menambahkan, sejumlah langkah telah diambil selama balon tersebut terbang di wilayah AS itu dan di bagian barat Kanada yang berlangsung selama delapan hari untuk “mengurangi” kemampuannya memata-matai AS. “Pada waktu yang sama, kami meningkatkan kemampuan untuk mengumpulkan intelijen dan informasi dari sana,” ujarnya. [ps/jm]
Pentagon: Balon Mata-mata China Terlihat di Wilayah Barat AS
Amerika Serikat melacak sebuah balon pengintai yang dicurigai milik China, yang telah terlihat di wilayah udara AS selama beberapa hari. Akan tetapi, Pentagon memutuskan untuk tidak menembak jatuh balon itu karena risiko dapat membahayakan orang di darat, kata para pejabat pada Kamis (2/2). Seorang pejabat senior pertahanan memberitahu wartawan Pentagon bahwa AS “sangat yakin” itu adalah balon altitudo tinggi milik China yang terbang di atas situs-situs sensitif untuk mengumpulkan informasi. Salah satu tempat di mana balon itu terlihat adalah Montana, yang merupakan markas bagi salah satu dari tiga silo rudal nuklir di Pangkalan Angkatan Udara Malmstrom. Pejabat itu berkomentar secara anonim untuk membahas informasi sensitif. Brigadir Jenderal Patrick Ryder, juru bicara Pentagon, memberikan pernyataan singkat tentang masalah tersebut, dengan mengatakan bahwa pemerintah terus melacak balon tersebut. Ia mengatakan, benda itu “saat ini terbang di ketinggian jauh di atas lalu lintas udara komersial dan tidak menimbulkan ancaman militer maupun fisik bagi orang-orang di darat.” Ia mengatakan, aktivitas balon serupa telah terlihat dalam beberapa tahun terakhir. Ia menambahkan bahwa AS mengambil sejumlah langkah untuk memastikan bahwa benda itu tidak mengumpulkan informasi sensitif. Pejabat pertahanan itu mengatakan bahwa AS sudah “berkomunikasi” dengan pejabat China melalui berbagai kanal dan menyampaikan keseriusan masalah tersebut. Pengumuman Pentagon itu disampaikan beberapa hari sebelum Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dijadwalkan mengunjungi China. Belum jelas apakah pengumuman itu akan berdampak pada rencana perjalanan Blinken, yang belum secara resmi diumumkan Kementerian Luar Negeri AS. [rd/rs]
China akan Bangun Stasiun Darat di Antartika untuk Dukung Satelitnya
China, negara ketiga yang pernah mengirim manusia ke luar angkasa setelah Uni Soviet dan Amerika Serikat, akan membangun stasiun-stasiun darat di Antartika untuk mendukung jaringan satelit pemantau lautnya, kata media pemerintah setempat pada Kamis (2/2). Jaringan global stasiun darat China untuk mendukung semakin banyaknya satelit dan ambisi luar angkasa mereka membuat beberapa negara khawatir jaringan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan spionase – gagasan yang dibantah China. Pada 2020, perusahaan luar angkasa negara milik Swedia, yang telah menyediakan stasiun-stasiun darat yang membantu menerbangkan pesawat ruang angkasa China dan mengirimkan data, menolak memperbarui kontrak dengan China atau menerima bisnis baru China karena “perubahan” geopolitik. China Aerospace Science and Technology Group Co. akan membangun stasiun-stasiunnya di pangkalan penelitian Zhongshan, salah satu dari dua stasiun penelitian permanen China di Antartika, setelah memenangkan tender senilai $6,63 juta, menurut laporan media pemerintah China Space News. Tidak ada rincian lain yang dilaporkan dalam berita tersebut, meski China Space News menerbitkan dua ilustrasi pendamping yang menggambarkan empat stasiun darat di Zhongshan, yang terletak di dekat Prydz Bay di Antartika Timur, di selatan Samudera Hindia. Proyek itu merupakan bagian dari inisiatif yang lebih besar, yang bertujuan untuk membangun perekonomian maritim China dan menjadikannya sebagai kekuatan maritim dunia, menurut China Space News. Sebuah stasiun darat yang dibangun China di Patagonia, Argentina, telah memicu kekhawatiran tentang tujuan pembangunannya, meskipun China menjamin bahwa tujuan pembangunan stasiun itu untuk kepentingan observasi ruang angkasa dan misi luar angkasa yang damai. Tahun lalu, berlabuhnya kapal survei militer China, yang disebut pengamat mengawasi peluncuran satelit, roket dan rudal, di pelabuhan Hambantota yang dibangun China di Sri Lanka memicu tentangan keras dari negara tetangganya, India, yang khawatir akan potensi aktivitas mata-mata. Pada Oktober lalu, China meluncurkan tiga modul terakhir stasiun luar angkasanya, yang menjadi pos terluar kedua yang dihuni secara permanen di orbit rendah bumi, setelah Stasiun Luar Angkasa Internasional pimpinan NASA. [rd/jm]
Komisi IV DPR akan Advokasi Dampak Buruk Pembuangan Limbah Tailing PT Freeport
Parlemen akan melakukan advokasi dampak buruk dari pembuangan limbah tailing PT Freeport.
AS dan India Bekerja Sama untuk Saingi China dalam Bidang Persenjataan dan Teknologi AI
Gedung Putih meluncurkan kemitraan baru dengan India pada Selasa (31/1) yang diharapkan Presiden AS Joe Biden dapat membantu kedua negara itu bersaing dengan China dalam bidang perlengkapan militer, semikonduktor dan teknologi kecerdasan buatan. Washington ingin memperbanyak jaringan telepon seluler milik perusahaan Barat di anak benua itu untuk menyaingi Huawei Technologies asal China, menyambut lebih banyak ahli cip komputer asal India ke Amerika Serikat dan mendorong perusahaan-perusahaan dari kedua negara untuk berkolaborasi dalam bidang perlengkapan militer, seperti sistem artileri. Gedung Putih menghadapi perjuangan berat di semua lini, termasuk pembatasan AS terhadap transfer teknologi militer dan visa bagi pekerja imigran, juga dengan ketergantungan lama India pada Rusia untuk perangkat keras militer. Penasihat keamanan nasional Biden, Jake Sullivan, dan mitranya dari India, Ajit Doval, pada Selasa (31/1) bertemu dengan pejabat senior dari kedua negara di Gedung Putih untuk meluncurkan Prakarsa AS-India tentang Teknologi Kritis dan Berkembang. “Tantangan yang lebih besar berasal dari China. Praktik ekonominya, langkah militernya yang agresif, upayanya untuk mendominasi industri masa depan dan untuk mengendalikan rantai pasok masa depan telah berdampak besar pada pemikiran di Delhi,” ujar Sullivan. New Delhi telah membuat Washington frustrasi dengan ikut serta dalam latihan bersama Rusia dan meningkatkan pembelian minyak mentah dari negara itu, yang merupakan sumber pendanaan utama Rusia untuk perangnya di Ukraina. Akan tetapi, Washington telah menahan diri untuk tidak berkomentar, sambil memberi isyarat kepada India tentang Rusia dan membenarkan sikap India yang lebih agresif terhadap China. Pada hari Senin (30/1), Sullivan dan Doval berpartisipasi dalam acara Kamar Dagang bersama para pemimpin perusahaan dari Lockheed Martin, Adani Enterprises dan Applied Materials. Meskipun India menjadi bagian dari proyek pendekatan pemerintahan Biden di Asia yang bernama Kerangka Kerja Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF), negara itu memilih untuk tidak bergabung dalam negosiasi pilar perdagangan IPEF. Inisiatif itu juga mencakup upaya bersama dalam bidang antariksa dan komputasi kuantum berkinerja tinggi. Sementara itu, General Electric meminta izin kepada pemerintah AS untuk memproduksi mesin jet bersama India, yang akan menggerakkan pesawat yang dioperasikan dan diproduksi oleh India, kata Gedung Putih, yang mengatakan bahwa proses peninjauan permohonan sedang dilakukan. [rd/rs]