Dewan Pengawas Platform Meta, Kamis (29/6) menyerukan penskorsan PM Kamboja Hun Sen selama enam bulan, dengan mengatakan video yang diposting di laman Facebooknya telah melanggar peraturan Meta mengenai ancaman kekerasan. Dewan yang didanai Meta tetapi beroperasi secara independen itu mengatakan perusahaan itu telah keliru dengan mengabaikan video itu dan memerintahkan penghapusannya dari Facebook. Meta, dalam pernyataan tertulis, setuju untuk menghapus video itu tetapi menyatakan akan menanggapi rekomendasi untuk menskors Hun Sen setelah peninjauan kasusnya. Penskorsan itu akan membungkam laman Facebook perdana menteri itu kurang dari sebulan sebelum pemilu di Kamboja, meskipun para kritikus mengatakan pemilu itu hanya merupakan kedok mengingat pemerintahan Hun Sen yang otokratis. Keputusan ini merupakan yang terbaru dari serangkaian teguran Dewan Pengawas mengenai bagaimana perusahaan media sosial terbesar di dunia itu menangani para pemimpin politik yang melanggar aturan dan menghasut untuk melakukan kekerasan seputar pemilu. Upaya integritas pemilu perusahaan itu menjadi pusat perhatian sementara AS mempersiapkan pemilihan presiden tahun depan. Dewan itu mendukung pelarangan Meta pada tahun 2021 terhadap mantan presiden Donald Trump – yang sekarang menjadi unggulan terdepan bagi nominasi calon presiden dari Partai Republik untuk pemilu 2024 – setelah kerusuhan maut di Capitol Hill pada 6 Januari. Tetapi Dewan mengkritik sifat penangguhan tersebut yang tanpa batas dan mendesak persiapan yang lebih cermat dalam menghadapi situasi politik yang secara keseluruhan rawan. Meta memulihkan laman mantan presiden AS itu awal tahun ini. Pekan lalu, dewan mengatakan penanganan Meta terkait seruan kekerasan setelah pemilu Brasil 2022 terus menimbulkan kekhawatiran mengenai efektivitas upaya pemilunya. Video Hun Sen, yang ditayangkan di laman resmi Facebooknya pada Januari lalu, memperlihatkan perdana menteri itu mengancam akan memukuli lawan-lawan politiknya dan mengirim “bandit-bandit” ke rumah mereka, menurut putusan dewan. Meta menetapkan ketika itu bahwa video itu melanggar aturannya, tetapi memilih membiarkannya berdasarkan pengecualian “kelayakan berita,” dengan alasan bahwa publik tertarik untuk mendengarkan peringatan kekerasan oleh pemerintah mereka, kata putusan itu. Dewan berpendapat bahwa mudarat video itu lebih besar daripada nilai beritanya. [uh/ab]
Category: Politik
Ratusan Mamalia Laut Terdampar di Timur Indonesia, Pemerintah Didorong Libatkan Semua Pihak dalam Jejaring Penanganan
Pembentukan “Jejaring Penanganan Mamalia Laut Terdampar” menjadi pilihan untuk menangani permasalahan banyaknya mamalia laut seperti paus, lumba-lumba dan duyung yang terdampar di wilayah perairan Indonesia.
Warganet China Anggap Foto Langit Gelap di Atas China sebagai Bias Barat
Media pemerintah China dan sejumlah warganet nasionalis negara tersebut menuduh media Barat sengaja menggelapkan citra China dengan meredupkan gambar kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken ke Beijing baru-baru ini. Namun, VOA mendapati warna yang sama dalam liputan yang diterbitkan oleh media resmi China. Sebuah kolase mulai beredar di media sosial China tak lama setelah kedatangan Blinken pada Minggu (18/6) pagi. Kolase itu membandingkan tiga foto dari tempat kejadian. Foto pertama diambil dari jarak jauh dari pesawat Blinken, menunjukkan langit biru di atas Beijing dengan pepohonan hijau di kejauhan. Gambar kedua dan ketiga adalah tangkapan layar dari video oleh BBC dan Washington Post yang memperlihatkan Blinken turun dari jet dengan langit di latar belakang yang terlihat lebih gelap dari pada foto pertama. Beberapa warganet nasionalis mengunggah ulang kolase tersebut dengan mengatakan perbandingan itu membuktikan bias media Barat. “Ketika Blinken kerkunjung ke China kemarin, cuaca di Beijing baik-baik saja. Akibatnya, gambar-gambar BBC menunjukkan langit kelabu, dan Blinken terlihat seperti orang kulit hitam dalam photo Washington Post,” tulis blogger “Former HR at HW” di situs Weibo. Unggahan tersebut, yang mengacu pada “filter rekayasa dari media Barat,” menambahkan, “Media Barat ini terus melakukan apa pun yang mereka bisa untuk menggunakan trik-trik kecil guna menyebarkan desas-desus untuk menjelek-jelekkan dan memfitnah China.” Postingan tersebut mendapat ribuan like. Global Times, media milik pemerintah China lalu mencuit di laman akunnya di Twitter. “’Filter rekayasa berwarna keabu-abuan yang biasa digunakan oleh media Barat terhadap China telah diterapkan pada kunjungan Blinken ke China. Dengan kacamata berwarna, mereka cenderung melihat segala sesuatu sebagai abu-abu.” Namun, media pemerintah Tiongkok CGTN menggunakan rekaman yang sama dalam siaran beritanya. Dalam video YouTube CGTN, gambar Blinken turun dari pesawat hampir sama dengan yang ada di Washington Post. Phil Cunningham, pengamat media pemerintah China, kepada VOA mengatakan, “Media yang berafiliasi dengan pemerintah China meski masih agak canggung, semakin fasih dalam jenis analisis berita yang berlangsung di seminar jurnalisme AS, dengan pembicaraan tentang bingkai naratif, meme, AI , manipulasi foto, meta-narasi, dll.” “Mereka tidak selalu benar,” katanya, “tetapi dengan meniru kecaman-kecaman Barat terhadap China, mereka secara tidak sengaja mengungkapkan A) kekaguman tersembunyi B) kritik Barat benar-benar mengganggu mereka.” Layanan BBC China membantah tuduhan netizen di Twitter, menunjukkan bahwa CGTN menggunakan rekaman yang sama. VOA Mandarin menemukan bahwa kantor berita China, The Paper, yang mengkritik warna klip yang dirilis oleh BBC dan Washington Post, juga menggunakan rekaman gelap yang sama dalam liputannya sendiri. [my/rs]
Biden: Risiko yang Ditimbulkan AI terhadap Sektor Keamanan, Ekonomi Perlu Ditangani
Risiko-risiko yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan atau AI terhadap sektor keamanan nasional dan ekonomi perlu ditangani, ungkap Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Selasa (20/6). Ia menambahkan pemerintahannya akan meminta nasihat para ahli terkait masalah tersebut. “Pemerintahan saya berkomitmen untuk melindungi hak dan keamanan warga Amerika sambil berupaya melindungi privasi para warga, untuk mengatasi bias dan informasi yang salah, guna memastikan sistem AI aman sebelum dirilis,” kata Biden di sebuah acara di San Francisco. Dalam kesempatan tersebut, Biden bertemu dengan sejumlah pemimpin kelompok masyarakat sipil dan para aktivis, yang sebelumnya telah mengkritik pengaruh perusahaan-perusahaan teknologi besar, untuk membahas masalah kecerdasan buatan. Beberapa pemerintahan di dunia juga tengah mempertimbangkan bagaimana mengurangi bahaya dari teknologi baru muncul itu, yang telah menyebabkan ledakan investasi dan kenaikan popularitas di kalangan para konsumen dalam beberapa bulan terakhir setelah peluncuran ChatGPT OpenAI. Para regulator di seluruh dunia telah berjuang untuk menyusun aturan penggunaan AI generatif, yang bisa membuat teks dan gambar-gambar, yang dampaknya dibandingkan dengan kehadiran internet. Biden baru-baru ini juga mendiskusikan masalah AI dengan para pemimpin dunia lainnya, termasuk Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak yang pemerintahannya pada akhir tahun ini akan mengadakan pertemuan puncak global pertama tentang keamanan kecerdasan buatan. Biden diharapkan akan membahas topik tersebut dengan Perdana Menteri India Narendra Modi selama kunjungan Modi ke AS. Para pejabat Uni Eropa telah menyapakati pada minggu lalu untuk mengubah rancangan peraturan mengenai kecerdasan buatan yang diajukan oleh Komisi Eropa dalam upaya untuk membuat standar global mengenai penggunaan teknologi, mulai dari pabrik otomatis hingga mobil tanpa pengemudi dan juga chatbots. [my/jm/rs]
Warga AS ‘Perlu Disiapkan’ untuk Hadapi Serangan Siber China
Amerika Serikat mungkin tidak cukup tangguh untuk menangkis dan bertahan dari serangan yang dilakukan China terhadap berbagai infrastruktur penting jika persaingan kekuatan besar yang terjadi saat ini antara Washington dan Beijing berkembang menjadi konflik yang sebenarnya, menurut seorang pejabat urusan siber AS. Para pejabat AS telah menambah upaya untuk meningkatkan keamanan dunia maya untuk jaringan listrik dan sistem air di AS — yang kebanyakan dioperasikan oleh perusahaan swasta — sejak invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu, tetapi kepala Badan Keamanan Infrastruktur dan Keamanan Siber (CISA) memperingatkan pada Senin (12/6) bahwa lebih banyak tindakan pencegahan perlu diambil jika China memutuskan untuk menyerang. “Jika terjadi konflik, China hampir pasti akan menggunakan operasi siber yang agresif untuk menyerang infrastruktur penting kita, termasuk jaringan pipa dan jalur kereta api untuk menunda pengerahan militer dan untuk menimbulkan kepanikan masyarakat,” kata Direktur CISA Jen Easterly kepada hadirin di Aspen Institute di Washington. Dan yang membuat direktur CISA itu khawatir sama seperti kekhawatiran akan serangan siber itu sendiri adalah kemampuan warga AS untuk memperbaiki kerusakan akibat serangan sambil juga mampu menunjukkan kekuatan untuk bertahan. “Kita sebagai rakyat Amerika perlu memahami bukan hanya soal ketahanan dunia maya, tetapi juga pentingnya ketahanan operasional dan pentingnya ketahanan masyarakat,” kata Easterly. “Saya terus terang khawatir bahwa kita telah kehilangan sedikit ketahanan masyarakat.” Ini bukan pertama kalinya pejabat penting AS memperingatkan tentang kemampuan China untuk menimbulkan kerusakan yang cukup besar dengan menggunakan serangan siber. Banyak dari peringatan yang disampaikan itu berpusat pada skenario di mana China mencoba untuk menguasai Taiwan secara paksa. “Jika China memiliki rencana untuk menginvasi Taiwan pada 2027, saya memperkirakan bahwa mereka memiliki rencana siber terkait hal tersebut,” ungkap seorang pejabat pertahanan AS pada April lalu. Sejumlah pejabat AS yang lain telah memperingatkan bahwa China dapat menggunakan serangkaian serangan siber terhadap Taiwan dan AS sebagai bagian dari serangan pembuka untuk mengurangi kemampuan Washington dalam menolong Taiwan pada invasi tersebut. [lt/rs]
Iran Luncurkan Rudal Hipersonik dengan Jangkauan Hingga 1.400 Kilometer
Iran meluncurkan apa yang disebut rudal “hipersonik” yang diakui dapat meluncur dengan 15 kali lipat kecepatan suara dan memiliki jangkauan hingga 1.400 kilometer. Rudal yang diberi nama “Fattah” itu ditampilkan hari Selasa (6/6) pada sebuah acara yang dihadiri oleh Presiden Ebrahim Raisi, setelah beberapa hari diiklankan dan dipersiapkan. Kepala kedirgantaraan Korps Pengawal Revolusi Iran (ICRG), Amir Ali Hajizadeh mencuit di Twitter, Selasa tengah malam: “Pada hari Selasa matahari terbit bukanlah matahari yang terbit dengan normal; “Matahari terbit hari ini bersama Fattah.” Rudal hipersonik itu mampu terbang setidaknya lima kali lebih cepat daripada kecepatan suara dan pada lintasan yang rumit. ICRG menyatakan, rudal hipersonik “Fattah” dapat menonaktifkan semua sistem pertahanan udara, seperti “THAD, ARO, Patriot, Aegis, GBI, Iron Dome, Flakhan Dawood, dan Barak.” Klaim Iran tentang rudal itu tidak dapat dikukuhkan secara independen. November lalu, dalam puncak protes nasional di Iran, Teheran mengaku telah berhasil mengembangkan rudal supersonik. Pada saat itu, juru bicara Departemen Pertahanan AS menyatakan skeptis tentang klaim itu dan mengatakan, “Saya menahan diri untuk tidak membahas informasi pribadi atau evaluasi apa pun mengenai masalah itu. Namun demikian, Pentagon memantau dengan cermat setiap kemajuan atau penggunaan teknologi canggih terkait sistem rudal yang berasal dari Iran.” [ps/lt]
Perusahaan Induk Facebook, Meta, Ancam akan Tarik Konten Berita di California
Perusahaan induk Facebook, Meta, mengatakan pada Rabu (31/5) bahwa pihaknya akan menghapus konten berita di California, di mana markasnya berada, apabila pemerintah negara bagian tersebut mengesahkan undang-undang yang memaksa perusahaan teknologi membayar penerbit berita. Rancangan undang-undang Pelestarian Jurnalisme California yang sudah diusulkan akan mewajibkan “platform daring” membayar “biaya penggunaan konten jurnalisme” kepada penyedia berita, yang liputannya ditampilkan di layanan mereka, dengan tujuan untuk memulihkan penurunan sektor berita lokal. Dalam sebuah pernyataan di Twitter, juru bicara Meta, Andy Stone, menyebut struktur pembayaran itu sebagai “dana gelap” dan mengatakan bahwa RUU itu, utamanya, akan menguntungkan “perusahaan media besar di luar negara bagian dengan kedok membantu penerbit yang berada di California.” Pernyataan itu adalah komentar khusus pertama Meta terkait RUU di California, meski perusahaan itu sedang menghadapi masalah serupa terkait pemberian kompensasi kepada media massa di tingkat federal dan negara-negara lain di luar AS. Pada Desember lalu, Stone mengatakan, Meta akan menghapus seluruh konten berita dari platformnya jika Kongres AS mengesahkan RUU yang isinya mirip dengan RUU di California. Perusahaan itu juga mengancam akan menarik konten berita di Kanada dalam menanggapi legislasi yang diusulkan di sana, bersama perusahaan induk Google, Alphabet, yang mengatakan pihaknya akan menghapus tautan ke artikel berita dari hasil pencarian mesinnya di Kanada. Rancangan-rancangan UU itu sama dengan undang-undang terobosan yang disahkan Australia pada tahun 2021, yang juga memicu ancaman dari Facebook dan Google untuk membatasi layanan mereka. Kedua perusahaan itu pada akhirnya membuat kesepakatan dengan perusahaan-perusahaan media Australia setelah amandemen undang-undang ditawarkan, meski kebuntuan itu mendorong penghentian sementara laman berita Facebook di Australia dalam prosesnya. Laporan pemerintah Australia yang diterbitkan pada Desember lalu menyimpulkan bahwa undang-undang tersebut sebagian besar telah berhasil. Google tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters terkait RUU di California. [rd/rs]
Pejabat AS: Balon Mata-mata China Tidak Terlalu Membahayakan
Seorang pejabat pertahanan AS mengatakan bahwa balon pengintai yang digunakan oleh China merupakan usaha mengalihkan perhatian, dan menyebutnya tidak terlalu penting dibandingkan dengan masalah yang lebih besar yang ditimbulkan China di mana kapabilitas negara tersebut untuk mengerahkan kemampuan militernya ke luar angkasa semakin meningkat. Penggunaan balon mata-mata oleh China telah mencuri perhatian sejak Pentagon mengumumkan pihaknya tengah melacak sebuah balon yang terbang tinggi yang melintasi daratan Amerika pada Februari lalu. Sejak itu, AS telah menembak jatuh satu balon China, dan sejumlah obyek mencurigakan yang terbang tinggi. Penembakan itu dilakukan dengan menggunakan persenjataan canggih dan sejumlah pejabat AS menyebut bahwa balon tersebut dapat mengumpulkan informasi sensitif yang berada pada fasilitas militer. Sekretaris Angkatan Udara AS Frank Kendall, pada Senin (22/5), mengatakan penggunaan balon oleh China, yang diklaim Beijing sebagai balon cuaca, merupakan usaha pengalihan perhatian. “Mereka mempunyai program pengumpulan data intelijen yang agresif. Balon-balon tersebut adalah sebagian kecil dan tidak terlalu esensial,” ujar Kendall kepada wartawan dalam sebuah pengarahan di Washington. Yang membuat dirinya khawatir adalah apa yang terbang lebih tinggi dari balon tersebut. Sejumlah pejabat AS lainnya juga telah meperingatkan akan peningkatan kemampuan China di luar angkasa. “China melihat luar angkasa sebagai potensi kelemahan AS,” ujar Doug Wade, kepala Lembaga Intelijen Pertahanan, China Mission Group, pada Maret lalu. “Terdapat beragam aset atau kapabilitas China di luar angkasa yang membuat kami khawatir,” tambah Wade, seraya menyebut program luar angkasa Beijing, “selangkah lebih dekat menyamai kemampuan AS.” [jm/lt/rs]
Montana Jadi Negara Bagian Pertama di AS yang akan Melarang TikTok
Gubernur Montana Greg Gianforte, pada Rabu (17/5), menandatangani rancangan undang-undang yang melarang TikTok, aplikasi berbagi video milik China, untuk beroperasi di negara bagian tersebut. Keputusan itu menjadikan Montana negara bagian di AS pertama yang melarang aplikasi berbagi video pendek yang populer tersebut. Montana akan melarang Google dan Apple untuk menawarkan aplikasi TikTok di dalam wilayahnya. Larangan itu mulai berlaku 1 Januari 2024. TikTok, yang memiliki lebih dari 150 juta pengguna di Amerika Serikat, menghadapi seruan pelarangan yang datang terus menerus dari anggota kongres AS dan pejabat negara bagian, di mana mereka meminta aplikasi tersebut untuk dilarang secara nasional karena kekhawatiran akan potensi pengaruh dari pemerintah China dalam platform tersebut. Pada bulan Maret, komite kongres menanyakan kepada Kepala Eksekutif TikTok, Shou Zi Chew, tentang apakah pemerintah China dapat mengakses data pengguna atau memengaruhi apa yang dilihat warga AS di aplikasi tersebut. Gianforte, yang juga merupakan anggota Partai Republik, mengatakan rancangan undang-undang itu akan melanjutkan “prioritas bersama kami untuk melindungi warga Montana dari pengawasan Partai Komunis China.” TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan teknologi China ByteDance, mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa RUU itu “melanggar hak Amandemen Pertama rakyat Montana dengan melarang TikTok secara tidak sah.” Pernyataan tersebut menambahkan, pihak perusahaan “akan membela hak pengguna kami di dalam dan di luar Montana.” Sebelumnya, TikTok telah menyangkal pernah berbagi data dengan pemerintah China dan mengatakan perusahaan tidak akan melakukannya jika diminta. [ps/rs]
“Artificial Intelligence” Tebar Ancaman yang Dapat Menyesatkan Pemilih dalam Pilpres AS 2024
Selama bertahun-tahun para pakar komputer dan ilmuwan politik yang melek teknologi telah memperingatkan bahwa piranti “artificial intelligence” (AI) atau kecerdasan buatan yang murah dan kuat akan segera memungkinkan siapa pun untuk membuat foto, video, dan audio palsu yang cukup realistis untuk menipu pemilih, dan bahkan mungkin mempengaruhi proses pemilu. Gambar sintetik yang muncul seringkali masih kasar, tidak meyakinkan, dan biaya produksinya mahal, terutama jika dibandingkan dengan begitu mudah dan murahnya disinformasi disebarluaskan di media sosial. Tetapi ancaman yang ditimbulkan AI dan apa yang disebut sebagai “deepfake” ini hanyalah soal waktu. Piranti AI generatif yang canggih saat ini dapat mengkloning suara dan foto manusia secara sangat realistis dalam hitungan detik, dengan biaya minimal. Ketika digabungkan dengan algoritma media sosial yang kuat, maka konten palsu yang dibuat secara digital ini dapat menyebar dengan sangat cepat, menarget audiens yang sangat spesifik, dan membawa trik-trik kotor kampanye ke titik terendah baru. Dampak positif kampanye dan pemilu tahun 2024 sama besarnya dengan hal-hal yang meresahkan. Hal tersebut dikarenakan AI generatif tidak hanya dapat menghasilkan email, teks, atau video kampanye yang ditargetkan dengan cepat, tetapi juga dapat digunakan untuk menyesatkan pemilih, meniru identitas kandidat, dan melemahkan pemilu dalam skala dan kecepatan yang belum pernah ada sebelumnya. Perusahaan Keamanan Siber Akui “Belum Siap Hadapi AI Generatif” “Kami tidak siap dengan AI generatif ini,” ujar AJ Nash, wakil presiden intelijen di sebuah perusahaan keamanan siber ZeroFox, mengatakan kepada Associated Press. “Bagi saya lompatan besar ke depan adalah kemampuan audio dan video yang muncul. Ketika kita dapat melakukannya dalam skala besar, dan mendistribusikannya di platform media sosial, maka ini akan berdampak besar,” tambahnya. Pakar-pakar AI dapat dengan cepat mengungkapkan sejumlah skenario yang mengkhawatirkan di mana AI generatif digunakan untuk membuat media sintetis dengan tujuan membingungkan pemilih, memfitnah kandidat lain, atau bahkan menghasut terjadinya aksi kekerasan. Beberapa contohnya adalah: pesan robocall otomatis dengan suara seorang kandidat yang menginstruksikan pemilih untuk memberikan suara pada tanggal yang salah; atau rekaman audio seorang kandidat yang mengaku telah melakukan kejahatan atau mengungkapkan pandangannya yang rasis; atau rekaman video yang menunjukkan seseorang menyampaikan pidato atau wawancara yang tidak pernah mereka lakukan. Ada pula foto atau video palsu yang dirancang agar terlihat seperti laporan media lokal yang secara keliru mengklaim seorang kandidat mundur dari pencalonan. “Bagaimana jika Elon Musk secara pribadi menelpon Anda dan meminta untuk memilih kandidat tertentu?” kata Oren Etzioni, CEO Allen Institute for AI yang mengundurkan diri tahun lalu untuk memulai perusahaan nirlaba “AI2.” “Banyak orang akan mendengar apa yang disampaikannya, padahal itu bukan Elon,” tambahnya. Trump dan Komite Partai Republik Akui Gunakan Iklan AI Generatif Mantan Presiden Donald Trump, yang mencalonkan diri kembali untuk mengikuti pemilu presiden tahun 2024, telah menyampaikan konten-konten buatan AI di media sosialnya. Trump memasang video yang telah dimanipulasi yang memperlihatkan pembawa acara CNN Anderson Cooper di platform Truth Social miliknya pada Jumat (12/5) lalu. Video yang telah dimanipulasi itu mendistorsi reaksi Cooper terhadap acara “CNN Town Hall” pekan lalu bersama Trump. Video itu dibuat menggunakan piranti cloning suara AI. Komite Nasional Partai Republik bulan lalu juga merilis sebuah iklan kampanye distopia yang menunjukkan gambaran sekilas masa depan, yang dimanipulasi secara digital. Ada pula iklan online yang muncul setelah Presiden Joe Biden mengumumkan kampanye pemilihannya kembali, dan dimulai dengan video Biden yang tampak aneh dan sedikit menyesatkan, dengan teks “bagaimana jika presiden terlemah yang pernah ada ini terpilih kembali?” Sejumlah video lain yang dibuat oleh AI generatif dan agak mengkhawatirkan antara lain: Taiwan diserang, toko-toko tutup karena ekonomi Amerika Serikat ambruk, tentara dan kendaraan lapis baja militer berpatroli di jalan-jalan sementara penjahat-penjahat bertato dan gelombang imigran menciptakan kepanikan. “Inilah apa yang terjadi di masa depan versi AI jika Joe Biden terpilih kembali pada tahun 2024,” demikian petikan deskripsi iklan dari Komite Nasional Partai Republik itu. Akankah Pihak Lain Mengakui Penggunaan AI? Komite itu mengakui pihaknya menggunakan teknologi AI. Tetapi pihak-pihak lain, termasuk musuh asing dan tim kampanye politik jahat tidak akan melakukannya, ujar Petro Stoyanov, Kepala Urusan Teknologi Global di Forcepoint, sebuah perusahaan keamanan siber yang berkantor di Austin, Texas. Stoyanov meramalkan kelompok-kelompok yang ingin mencampuri demokrasi Amerika Serikat akan menggunakan AI dan media sintetik lain sebagai cara mengikis kepercayaan publik. “Apa yang terjadi jika entitas internasional, baik penjahat di dunia maya maupun suatu negara, menyamar sebagai seseorang. Apa dampaknya Apa kita punya jalan keluar lain,” ujar Stoyanov seraya mengatakan “ada banyak informasi yang salah dari sumber-sumber internasional.” Disinformasi politik yang dihasilkan AI sempat viral di dunia maya menjelang pemilu presiden tahun 2024, dari mulai video rekayasa yang menunjukkan Biden seolah-olah berpidato menyerang kelompok transgender, hingga gambar anak-anak yang seakan-anak sedang mempelajai satanisme di perpustakaan. Ada pula foto AI yang menunjukkan Donald Trump difoto “mug shot” sebagai kriminal, yang sempat menipu sejumlah pengguna media sosial, meskipun itu tidak terjadi ketika Trump didakwa di pengadilan pidana Manhattan akhir Maret lalu. Beredar luas pula foto AI yang menunjukkan Trump menolak ditangkap, meskipun pembuatnya dengan cepat mengakui buatannya itu. RUU Baru untuk Redakan Kekhawatiran “Deepfake” Jelang Pilpres 2024 Anggota DPR dari negara bagian New York, Yvette Clarke, telah menggagas dan mensponsori undang-undang yang mengharuskan siapapun yang membuat gambar sintetik untuk menambahkan “watermark” yang menunjukkan fakta, dan bahwa kandidat diharuskan memberi label pada iklan-iklan kampanye yang dibuat dengan AI. Beberapa negara bagian telah menawarkan proposal tersendiri untuk mengatasi kekhawatiran munculnya “deepfake.” Clarke mengatakan ketakutan terbesarnya adalah AI generatif digunakan sebelum pemilu 2024 untuk membuat video atau audio yang memicu aksi kekerasan dan membuat warga AS saling bermusuhan. “Penting bagi kami untuk mengikuti perkembangan teknologi ini,” ujar Clarke kepada Associated Press. “Kita harus memasang beberapa pagar pembatas. Orang bisa tertipu, dan hanya butuh sepersekian detik. Orang-orang sibuk dengan kehidupan mereka dan tidak punya waktu untuk mengkaji setiap informasi. AI yang dipersenjatai saat musim politik dapat sangat mengganggu,” tambahnya. Pada awal bulan ini, sebuah asosiasi perdagangan untuk konsultan politik di Washington DC mengutuk penggunaan “deepfake” dan menyebut hal itu sebagai “penipuan” yang “tidak memiliki tempat dalam kampanye yang etis dan sah.” Bentuk kecerdasan buatan lainnya yang selama bertahun-tahun telah menjadi fitur kampanye politik adalah penggunaan data dan algoritma yang membuat tugas menarget pemilih di media sosial atau melacak keberadaan donor menjadi sesuatu yang otomatis dapat dilakukan. Pakar strategi kampanye dan para pengusaha teknologi berharap muncul inovasi terbaru yang dapat menawarkan beberapa hal positif pada tahun 2024. CEO Authentic, Mike Nellis, mengatakan ia menggunakan ChatGPT “setiap hari” dan mendorong staf-stafnya untuk juga menggunakannya, selama konten apapun yang disusun dengan alat itu dikaji ulang oleh seseorang. Proyek terbaru Nellis yang bermitra dengan Higher Ground Labs, adalah alat AI yang disebut “Quiller”. Piranti tersebut akan menulis, mengirim, dan mengevaluasi efektifitas email penggalangan dana, tugas yang membosankan dalam kampanye. “Gagasannya adalah setiap pakar strategi Partai Demokrat, setiap kandidat Partai Demokrat, memiliki kopilot di sakutnya,” ujar Nellis. [em/jm]