Jumlah korban tewas akibat insiden terkait hujan selama sebulan terakhir telah meningkat menjadi 147 karena hujan terus melanda Pakistan, memicu banjir bandang di beberapa bagian negara itu, kata para pejabat, Senin (11/7). Otoritas Penanggulangan Bencana Nasional mengatakan bahwa 88 perempuan dan anak-anak termasuk di antara yang tewas sejauh ini. Hujan musiman itu juga merusak rumah, jalan, jembatan dan pembangkit listrik di berbagai penjuru negara itu. Situasi sangat memprihatinkan tergambar di Karachi, kota terbesar di negara itu, di mana seluruh lingkungan masih terendam pada hari Senin, sehingga membuat banyak orang terjebak di beberapa tempat atau mencoba untuk melewati air setinggi lutut dengan berjalan kaki atau bersepeda. Beberapa warga menyewa perahu untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. “Saat ini situasinya seperti ini. Kami harus melakukan perjalanan dengan perahu, dan bukan dengan kendaraan biasa karena jalanan tergenang air,” kata Abdul Raheem, seorang warga Karachi. Sejumlah warga Karachi lainnya mengatakan mereka terpaksa meninggalkan mobil-mobil mereka di jalan yang terendam air dan berjalan melewati air setinggi pinggang. Pihak berwenang memanggil pasukan paramiliter untuk membantu upaya mengalirkan air dari jalan-jalan yang banjir dan mengevakuasi orang-orang. Tingkat curah hujan kali ini hampir dua kali lipat tingkat curah hujan rata-rata saat ini sepanjang tahun. Musim hujan sempat menyebabkan kekacauan di barat daya provinsi Baluchistan, di mana 63 orang dilaporkan telah tewas sejauh ini. Di provinsi Sindh, di mana Karachi adalah ibu kotanya, badan penanggulangan bencana mengatakan sedikitnya 26 orang tewas. Hujan deras juga melanda Islamabad dan provinsi Punjab, Pakistan Timur. Para ahli mengatakan perubahan iklim adalah penyebab hujan yang lebih deras dari biasanya di Pakistan. Setiap tahun, banyak kota di Pakistan berjuang menanggulangi banjir tahunan, menuai kritik tentang perencanaan pemerintah yang buruk. Musim hujan berlangsung dari Juli sampai September dan para ahli mengatakan hujan sangat penting untuk mengairi tanaman dan mengisi bendungan dan waduk air lainnya di Pakistan. Beberapa bagian dari Pakistan selatan telah menghadapi kekeringan sejak awal tahun ini. [ab/uh]
Category: Lingkungan Hidup
Faroe Batasi Perburuan Lumba-lumba setelah Pembantaian Besar
Pemerintah Kepulauan Faroe mengusulkan batas tangkapan tahunan 500 lumba-lumba sisi putih untuk tahun 2022 dan 2023, setelah pembantaian lebih dari 1.400 lumba-lumba dalam sehari pada tahun lalu menuai kecaman di dalam dan luar negeri. Perburuan lumba-lumba di pulau-pulau Atlantik Utara itu sudah menjadi tradisi selama empat abad. Mamalia laut itu dibunuh untuk diambil daging dan lemaknya. Perburuan itu diizinkan, namun bukan untuk tujuan komersial. Para aktivis lingkungan mengklaim itu sebagai tindakan kejam. Orang-orang di Faroe yang membela praktik tradisional ini bahkan angkat bicara, menanggapi pembantaian besar-besaran lumba-lumba tahun lalu. Mereka khawatir bahwa perburuan itu akan menarik perhatian yang tidak diinginkan karena jauh lebih besar daripada yang sebelumnya dan tampaknya dikelola oleh organisasi yang tidak biasanya. Pada hari Minggu, pemerintah Faroe mengatakan bahwa tindakan pembatasan itu “sebagai tanggapan atas tangkapan yang luar biasa besar” pada 14 September 2021. Ia menambahkan bahwa proposal tersebut diperkirakan akan diimplementasikan sebagai perintah eksekutif pada 25 Juli. ”Aspek-aspek yang menyangkut usaha penangkapan itu tidak memuaskan, khususnya jumlah lumba-lumba yang dibunuh,” kata pemerintah dalam sebuah pernyataan. “Ini tidak mungkin menjadi tingkat tangkapan yang berkelanjutan pada basis tahunan jangka panjang.” Kepulauan Faroe adalah wilayah semi-independen yang menjadi bagian dari Denmark. Kepulauan ini terletak antara Skotlandia dan Islandia. Penduduk kepulauan itu biasanya membunuh hingga 1.000 mamalia laut — terutama paus pilot — setiap tahun, menurut data Kepulauan Faroe. Pada tahun 2020, pembunuhan itu hanya mencakup 35 lumba-lumba sisi putih. Lumba-lumba sisi putih dan paus pilot bukanlah spesies yang terancam punah. Setiap tahun, penduduk kepulauan itu menggiring kawanan mamalia tersebut ke perairan dangkal. Di perairan itu, kawanan ikan besar itu dbantai, untuk kemudian daging dan lemaknya dibagikan kepada komunitas setempat. Pemerintah Faroe mengatakan, praktik ini didasarkan pada hak dan tanggung jawab rakyatnya untuk memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan. [ab/uh]
Portugal Perangi Kebakaran Hutan di tengah Kekeringan, 29 Cedera
Lebih dari 3.000 petugas pemadam kebakaran dan 30 pesawat dikerahkan untuk mengendalikan kebakaran hutan pada Minggu (10/7) di Portugal. Pihak berwenang mengatakan kebakaran itu telah mencederai 29 orang. Para pejabat mengatakan 12 petugas damkar dan 17 warga sipil membutuhkan bantuan medis untuk mengobati cedera ringan yang mereka alami akibat kebakaran, seperti dilaporkan oleh televisi milik negara RTP dan sejumlah media lokal lainnya. Pada Minggu (10/7) siang, Dinas Perlindungan Sipil Portugal mengatakan lebih dari 3.000 petugas damkar sedang berusaha memadamkan api yang aktif. Uni Eropa, pada Minggu (10/7), mengaktifkan program pemadaman api lewat udara, yang memungkinkan negara-negara anggota untuk mengirimkan sumber daya untuk membantu Portugal. Spanyol, yang pernah melawan kebakaran hutan baru-baru ini, dengan cepat merespons dengan memobilisasi dua pesawat pemadam kebakaran untuk dikirim ke negara tetangganya itu, menurut komisioner krisis Uni Eropa, Janez Lenarcic. Portugal sejak lama mengalami kebakaran hutan besar dan terkadang berakhir tragis. Pada 2017, kebakaran hutan yang tak terkendali menewaskan lebih dari 100 orang. Uni Eropa mengatakan perubahan iklim menyebabkan benua itu menghadapi salah satu tahun terburuk dengan bencana alam seperti kekeringan dan kebakaran hutan. [vm/pp]