Perang punya dampak lingkungan jangka panjang, menurut peneliti sejumlah negara yang mengkalkulasi emisi rumah kaca dan penggunaan bahan bakar dalam aktivitas militer. Komunitas internasional didesak untuk membuat aturan yang lebih rinci menanggapi dampak perang terhadap perubahan iklim.
Category: Krisis di Ukraina
Rusia Gunakan TikTok untuk Dorong Narasi Pro-Moskow tentang Ukraina
Data terbaru menunjukkan, setidaknya beberapa musuh AS memanfaatkan aplikasi berbagi video TikTok yang sangat populer itu, untuk menyebarkan pengaruhnya. Sebuah laporan yang dirilis oleh Aliansi untuk Mengamankan Demokrasi (ASD) pada Kamis (30/3) mendapati bahwa Rusia “menggunakan aplikasi TikTok untuk menyebarkan narasinya sendiri” dalam upaya melemahkan dukungan Barat untuk Ukraina. “Berdasarkan analisis kami, beberapa pengguna lebih terlibat dengan media pemerintah Rusia daripada media berita independen lain yang lebih memiliki reputasi di platform tersebut,” menurut laporan keamanan pemilu yang berpusat di AS, yang melacak aktor resmi negara dan media yang didukung negara. “Lebih banyak pengguna TikTok yang mengikuti kantor berita Rusia atau RT, daripada harian New York Times,” katanya. Laporan ASD mendapati, pada 22 Maret terdapat 78 outlet berita yang didanai Rusia di TikTok dengan lebih dari 14 juta pengikut. Laporan tersebut juga menemukan bahwa meskipun TikTok bertekad untuk melabeli akun-akun tersebut sebagai media yang dikontrol negara, 31 akun nyatanya tidak diberi label. Namun, pemberian label pada sejumlah akun itu tampaknya tidak berdampak banyak pada kemampuan mereka untuk menyerap penonton. Laporan tentang penggunaan TikTok oleh media pemerintah Rusia muncul, ketika para pejabat AS kembali menyuarakan kekhawatiran tentang potensi penggunaan TikTok untuk kampanye disinformasi dan operasi pengaruh asing. [ps/rs]
WMO: Cuaca Ekstrem Bawa Ancaman Besar Bagi Keamanan Energi Global Layaknya Perang di Ukraina
Infrastruktur di sektor energi akan menjadi lebih rentan terhadap cuaca ekstrem seperti gelombang panas dan angin topan, Badan Meteorologi Dunia (WMO) memperingatkan pada Selasa (11/10), dengan seorang pejabat senior mengatakan ancaman besar terhadap keamanan energi global yang dibawa oleh perubahan iklim sama seperti yang ditimbulkan oleh dampak perang di Ukraina. Tahun ini menggambarkan apa yang dikatakan WMO sebagai tantangan ke depan, di mana cuaca panas dan kekeringan diperkirakan akan menghambat produksi listrik di beberapa wilayah di Eropa dan China. Invasi Rusia ke Ukraina yang disebut Moskow sebagai “operasi militer khusus” telah menyebabkan pemotongan besar pasokan energi Eropa. “Saya pikir jika kita tidak melakukan apa-apa, jika kita tidak membuat sistem energi kita lebih tahan terhadap perubahan iklim, akan muncul gangguan besar seperti perang di Ukraina,” kata Roberta Boscolo, Pemimpin iklim dan energi WMO, kepada Reuters ketika badan PBB itu meluncurkan laporan utama tentang sektor energi. Untuk menghadapi tantangan tersebut, Boscolo mengatakan bahwa investasi “besar” diperlukan untuk mempersiapkan dan beradaptasi terhadap skenario yang akan terjadi, seperti perkuatan bendungan agar sesuai dengan pola curah hujan baru dan memperkuat tanaman terhadap gelombang badai. Dokumen WMO menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga dari semua pembangkit nuklir terletak di permukaan laut, dan beberapa di antaranya terancam saat permukaan laut naik. Secara keseluruhan, WMO mengatakan dalam laporannya bahwa sejumlah negara masih tertinggal jauh dalam memenuhi janji energi terbarukan yang telah mereka buat. Badan tersebut juga mengatakan negara-negara di dunia sejauh ini hanya menjalankan setengah dari kapasitas yang dibutuhkan untuk mencapai target Kesepakatan Paris yang memiliki tenggat pada 2030. Namun, sekretaris jenderal WMO mengatakan bahwa ia berharap perang Ukraina akan mempercepat program transisi ke energi terbarukan, meskipun terdapat ketergantungan jangka pendek yang lebih besar pada bahan bakar fosil seperti batu bara. “…(Perang) ini mempercepat transisi hijau,” Petteri Taalas, sekretaris jenderal WMO mengatakan pada konferensi pers sebelumnya. “Dari perspektif iklim, perang di Ukraina dapat dilihat sebagai berkah.” Taalas mengatakan negara-negara di dunia juga harus mempertimbangkan untuk membuat “sejumlah kompromi tertentu” agar dapat memenuhi target emisi global seperti memberdayakan tenaga nuklir meskipun terdapat keraguan tentang limbah dari energi tersebut. [ss/rs]
Apple App Store Hapus Jejaring Sosial Rusia VKontakte
Apple, pada Rabu (28/9), mengukuhkan bahwa mereka telah menghapus jejaring sosial populer Rusia, VKontakte, dari layanan App Store miliknya secara global dalam sebuah langkah yang menindaklanjuti sanksi yang diberikan oleh Inggris pada Rusia. Pemerintah Inggris, pada Senin (26/9), menjatuhkan sanksi kepada 92 individu dan entitas Rusia setelah rezim Presiden Vladimir Putin menggelar referendum di wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia. Tindakan itu dinilai Ukraina dan sekutunya sebagai “palsu” — dan meningkatkan ancaman terhadap Barat. “Referendum palsu yang diadakan dibawah todongan senjata tidak bisa berjalan dengan bebas atau adil dan kami tidak akan pernah mengakui hasilnya,” kata Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly dalam pernyataan. Sanksi tersebut menarget “mereka yang berada di balik referendum palsu, serta individu-individu yang terus mendukung perang agresi rezim Rusia,” ujar Cleverly. Dalam unggahan di blognya, perusahaan teknologi yang berbasis di San Petersburg, VK, mengatakan bahwa beberapa aplikasi milik mereka tidak lagi tersedia di App Store, yang berfungsi sebagai satu-satunya pintu gerbang untuk konten ke perangkat seluler Apple. Aplikasi VK digunakan untuk pengiriman pesan, pembayaran digital, belanja bahan pokok serta jejaring sosial. Mereka yang telah mengunduh aplikasi itu di ponsel masih bisa menggunakannya, tetapi tidak akan bisa lagi diperbarui melalui App Store, menurut Apple dan VK. [ka/jm]