Pembentukan “Jejaring Penanganan Mamalia Laut Terdampar” menjadi pilihan untuk menangani permasalahan banyaknya mamalia laut seperti paus, lumba-lumba dan duyung yang terdampar di wilayah perairan Indonesia.
Category: Indonesia
Pemerintah Katakan Laju Deforestasi Menurun, Aktivis Bantah
Indonesia, yang memiliki sepertiga dari hutan hujan dunia, telah mengalami penurunan deforestasi tahunan sebesar 8,4 persen, kata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Senin (26/6). Pemerintah mengaitkan penurunan tersebut dengan pengendalian kebakaran yang lebih baik dan perizinan yang lebih ketat untuk penebangan pohon. Menurut data terbaru yang tersedia, ada 104.000 hektare hutan yang mengalami deforestasi dari Juli 2021 hingga Juni 2022, turun dari 113.500 hektare pada periode yang sama tahun sebelumnya. “Salah satu langkah paling signifikan adalah membatasi izin (pembukaan) baru di hutan primer dan lahan gambut,” kata pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Belinda A. Margono kepada wartawan. Dengan kawasan hutan hujan terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Kongo, Indonesia berada di bawah pengawasan ketat para pencinta lingkungan. Apalagi setelah Indonesia menyatakan mundur dari kesepakatan global 130 negara untuk mengakhiri deforestasi pada tahun 2030. Indonesia menyebut kesepakatan itu tidak tepat dan tidak adil, menganjurkan program penanaman kembali sebagai gantinya. Indonesia juga merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, yang industrinya sering dikaitkan dengan pembukaan lahan hutan. Lebih banyak lahan hutan diperkirakan juga akan diambil karena pemerintah berupaya memikat investasi besar ke sektor nikel dan kendaraan listriknya. Indonesia juga rentan terhadap kebakaran hutan, yang menurut pemerintah sering diakibatkan oleh kegiatan para petani dalam membuka lahan namun kemudian menyebar tak terkendali, terutama selama musim kemarau. Greenpeace Indonesia mempertanyakan data pemerintah yang dirilis pada hari Senin, termasuk metodologi, yang dikatakan cacat karena tidak termasuk hutan yang dibuka untuk tujuan industri. “Ini menjelaskan mengapa laju deforestasi rendah,” kata Arie Rompas, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, yang meyakini bahwa laju deforestasi jauh lebih tinggi. Ditanya mengapa lahan industri tidak dimasukkan, Belinda dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan penanaman kembali di kawasan itu berarti tidak ada hutan yang hilang. Menurut Atlas Nusantara, sebuah organisasi independen yang melacak deforestasi dan kebakaran hutan, kehilangan hutan Indonesia adalah 208.250 hektare pada tahun kalender 2022 dan 174.640 hektare pada tahun 2021, atau peningkatan kehilangan hutan sebesar 16%. Data pemerintah melacak deforestasi dari Juli hingga Juni tahun berikutnya. [ab/uh]
Pakar: Penambangan Pasir Laut Lebih Besar “Mudarat” Ketimbang Manfaatnya
Sejumlah pakar menyayangkan langkah Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 yang mengizinkan kembali ekspor pasir laut. Padahal, kebijakan tersebut sejatinya sudah dihentikan sejak 20 tahun lalu.
Net Zero Summit Dorong Pemerintah Wujudkan Indonesia Bebas Emisi Karbon pada 2050
Beragam pihak berupaya keras mengkampanyekan kesadaran masyarakat dan komitmen mengatasi krisis iklim, termasuk dengan melangsungkan pertemuan antar sektor.
Ombudsman Ajak Pemerintah Antisipasi Dampak El Nino Terhadap Pelayanan Publik
Fenomena pemanasan suhu muka laut (SML), El Nino, bisa berdampak pada kinerja pangan dan meningkatkan garis kemiskinan. Karenanya, Ombudsman RI mengajak sejumlah instansi pemerintah mengantisipasi dampak El Nino terhadap pelayanan publik.
Majukan Jaringan Telekomunikasi dan Pendidikan, Satelit SATRIA-1 Diluncurkan dari Cape Canaveral
Indonesia pada Minggu (18/6) berhasil meluncurkan Satelit Republik Indonesia (SATRIA) 1 dari Cape Canaveral, Florida, Amerika. Peluncuran dengan roket Falcon 9 milik Space Exploration Technologies Corp. atau dikenal sebagai SpaceX ini merupakan bagian dari strategi untuk mewujudkan visi menjadi salah satu dari lima negara dengan tingkat ekonomi terbesar di dunia. Peluncuran tersebut sekaligus menjadikan Indonesia sebagai pemilik satelit terbesar kelima di dunia dan nomor satu di Asia. Melalui laman Instagramnya, Presiden Joko Widodo mengatakan peluncuran SATRIA-1 merupakan bagian dari upaya pemerintah “dalam pemerataan pembangunan infrastruktur digital di pusat pelayanan publik di seluruh Indonesia.” Dihubungi VOA melalui telepon, Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Rosan Perkasa Roeslani mengatakan sangat bersyukur dengan lancarnya peluncuran SATRIA-1. “Alhamdulillah peluncuran Satelit SATRIA 1 telah berjalan dengan baik sesuai harapan, dan rencana kita semua. Satelit terbesar di Indonesia ini akan memberikan asas manfaat yang sangat besar kepada rakyat Indonesia secara keseluruhan di berbagai bidang,” ujarnya. Hal senada disampaikan Mahfud MD, Menkopolhukam yang juga Plt. Menkominfo melalui Instagram. Secara khusus ia berharap agar “SATRIA-1 akan meratakan akses internet, terutama untuk keperluan pendidikan, kesehatan, dan layanan pemerintah untuk masyarakat di berbagai wilayah Tanah Air, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terpencil.” Sementara Plt. Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informasi Arief Tri Hardiyanto berharap SATRIA-1, yang akan menempati orbit 146 derajat BT tepat di atas Pulau Papua, akan beroperasi dengan baik. “Alhamdulillah tadi peluncuran berlangsung dengan baik. Ini capaian yang sangat hebat dan keberhasilan atas doa seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya setelah menyaksikan langsung peluncuran SATRIA-1. Setelah ini SATRIA-1 akan dipantau oleh Thales Alenia Space untuk memastikan agar seluruh perangkat berfungsi dengan baik. “Semoga seluruh tahapan berjalan lancar hingga dapat menempati orbit pada November 2023,” tambah Arief. Satelit komunikasi multi-fungsi untuk koneksi internet dan jaringan telekomunikasi lainnya yang bernilai sekitar Rp20,7 triliun ini diproyeksikan akan meningkatkan layanan bagi masyarakat di fasilitas publik, dan memajukan pendidikan serta ekonomi pedesaan dari Sabang hingga Merauke. Satelit ini dibangun oleh Thales Alenia Space, sebuah perusahaan Prancis yang memusatkan perhatian pada piranti luar angkasa, dan dikembangkan oleh sejumlah konsorsium Indoensia, antara lain PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Nusantara Satelit Sejahtera, PT Pintar Nusantara Sejahtera, dan PT Dian Semesta Sentosa. [em/jm]
Ancaman Perubahan Iklim dan Banjir Rob terhadap Anak-anak Pesisir
Bagi anak-anak di wilayah pesisir, meningkatnya frekuensi banjir rob atau banjir pasang surut air laut akibat perubahan iklim kerap dianggap sebagai hiburan gratis mendadak. Namun di balik itu, ancaman kesehatan dan potensi disrupsi pendidikan mengintai anak-anak yang terdampak banjir rob. Lantas bagaimana mitigasi dan pemenuhan hak-hak anak ketika terjadi banjir rob? VOA – Lisa seorang pelajar sekolah menengah pertama (SMP) terpaku di depan pintu rumahnya. Anak perempuan berbaju pramuka tersebut hendak berangkat ke sekolah. Namun raut wajahnya muram tatkala memandang banjir rob atau banjir pasang surut air laut perlahan-lahan memenuhi seisi rumahnya yang berada di Lorong Kenanga, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan. Kawasan Medan Belawan kerap diterjang banjir rob. Banyak seumuran Lisa yang bermain air banjir itu, mulai dari mandi-mandi hingga berenang. Mereka menikmati bencana langganan itu, seakan-akan merupakan hiburan mendadak dan suguhan menarik bagi anak-anak pesisir. Padahal ada ancaman serius yang mengintai mereka. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) perubahan iklim secara nyata menimbulkan dampak terhadap kesehatan anak-anak, mulai dari kekurangan gizi, permasalahan mental, aksi kekerasan hingga kematian. Ketua Satgas Penanggulangan Bencana IDAI, Kurniawan Taufiq Khadafi, mengatakan perubahan iklim seperti suhu panas yang ekstrem berpotensi menyebabkan kematian bayi secara mendadak serta mengakibatkan morbiditas atau angka kecacatan pada anak-anak. Begitu pun dengan suhu dingin yang ekstrem juga berpotensi menyebabkan kematian pada bayi akibat hipotermia. “Perubahan iklim juga berdampak besar pada peningkatan infeksi yang ditularkan melalui vektor seperti demam berdarah atau malaria. Faktor yang berperan dalam peningkatan infeksi ditularkan vektor antara lain suhu kelembaban dan curah hujan,” katanya. Selanjutnya, perubahan iklim yang memicu meningkatnya frekuensi banjir rob bisa membuat anak-anak terserang penyakit yang ditularkan melalui media air, misalnya diare dan penyakit kulit. “Banjir rob juga dapat menyebabkan kecemasan dan trauma pada anak. Sebuah penelitian yang dilakukan di sebuah daerah di Pekalongan mendapatkan hasil selama banjir rob 6 persen anak mengalami depresi dan 93 persen anak mengalami kecemasan,” jelas Kurniawan. Cara paling sederhana agar terhindar dari penyakit-penyakit akibat banjir rob ini adalah mengganti baju anak jika terpapar banjir dan senantiasa memiliki pasokan air bersih. “Sehingga anak terhindar dari diare dan penyakit kulit,” ujar Kurniawan. Ibunda Lisa, Rapeah (40), mengatakan banjir rob turut mengganggu aktivitas anaknya untuk mendapatkan hak atas pendidikan. Tak jarang anaknya enggan sekolah ketika banjir rob membanjiri kawasan rumah mereka. “Kadang juga malas sekolah karena banjir,” katanya kepada VOA. Bagi warga sekitar Kelurahan Belawan I, banjir rob kerap disebut dengan air pasang. Dahulu, kata Rapeah, banjir rob hanya terjadi setahun sekali. Namun dalam beberapa tahun terakhir banjir rob kian rutin menerjang kawasan rumah mereka. Pada periode April-Mei 2023 banjir rob setidaknya telah menerjang kawasan Medan Belawan lebih dari sekali. Banjir rob mulai menggenangi permukiman masyarakat sejak pukul 11.00 WIB dan surut sekitar pukul 16.00 WIB dengan ketinggian air mencapai 30-50 sentimeter. “Sekarang dua minggu sekali. Hampir lima tahun terakhir rutin dua minggu sekali,” ucapnya. Banjir Tak Hentikan Aktivitas Sekolah Secara terpisah, Camat Medan Belawan, Subhan, mengatakan enam kelurahan di wilayahnya yaitu Belawan I, Belawan II, Sicanang, Bahari, Bahagia, dan Bagan Deli memang menjadi langganan banjir rob. Meskipun begitu anak-anak tetap bersekolah saat banjir rob melanda permukiman masyarakat. “Tetap sekolah karena banjir rob sifatnya sebentar saja sudah surut kembali,” ujarnya kepada VOA. Adapun mitigasi yang dilakukan pemerintah setempat ketika banjir rob melanda permukiman masyarakat adalah membersihkan saluran drainase dan sampah akibat dari air pasang surut laut tersebut. “Kami melaksanakan posko pemantauan banjir rob bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan,” ucap Subhan. Begitu pun terkait dengan pemenuhan hak atas kesehatan anak yang dilakukan pemerintah setempat ketika banjir rob datang. Salah satunya bekerja sama dengan puskesmas mendirikan posko terpadu untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi anak-anak yang terdampak banjir rob. “Terutama penyakit kulit. Kami juga mengimbau kepada masyarakat melalui sebuah surat edaran peringatan dini agar selalu waspada terhadap banjir rob,” kata Subhan. Saat ini pembangunan prasarana pengendalian banjir rob di Belawan juga telah dilakukan. Pengendalian banjir rob di Medan Belawan merupakan bagian dari program penataan yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) secara bertahap mulai dari Agustus 2022 hingga beberapa tahun ke depan. Penataan ini dilakukan untuk mengatasi ancaman banjir rob, kemiskinan ekstrem, dan masalah kesehatan. Ruang lingkup pekerjaannya meliputi pembangunan parapet (dinding pelindung) tanggul, rumah pompa, drainase kolektor, gorong-gorong, dan pintu air. Diperkirakan pembangunan tanggul itu akan rampung pada tahun 2023. Kepala kelompok prakirawan Stasiun Meteorologi Kelas II Maritim Belawan Medan, Budi Santoso, mengatakan banjir rob melanda kawasan Medan bagian utara minimal sekali dalam setahun. Ada tiga kecamatan yang terdampak banjir rob yaitu Medan Belawan, Medan Labuhan, dan Medan Marelan. Namun tak ada catatan tahunan tentang rekam jejak banjir rob ketika menerjang kawasan Medan bagian utara. “Pasang air laut dan fenomena meteorologi seperti gelombang, angin, dorongan dari ombak serta badai yang menyebabkan banjir rob. Lalu, banjir rob juga terjadi karena adanya pencairan es di kutub yang dipicu pemanasan global,” katanya. Berdasarkan catatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) setidaknya ada 17 provinsi mulai dari pesisir Aceh hingga Maluku Utara berpotensi disambangi banjir rob. Perubahan Iklim Semakin Tingkatkan Frekuensi Banjir Rob Dosen Program Studi Meteorologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Joko Wiratmo, menjelaskan perubahan iklim bisa memicu meningkatnya frekuensi banjir rob di wilayah pesisir. “Permukaan air laut bisa meningkat karena adanya pemanasan global yang terjadi selama ini. Itu menyebabkan meningkatnya permukaan air laut karena adanya pencairan es di kutub. Meskipun dalam jangka pendek penurunannya kecil. Tapi dalam jangka panjang itu makin besar,” katanya saat dihubungi VOA. Selanjutnya, kejadian cuaca ekstrem itu bisa meningkat karena adanya pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim. Fenomena banjir rob akibat perubahan iklim kian memberikan dampak beragam bagi masyarakat pesisir termasuk kelompok anak-anak. “Perubahan iklim menyebabkan peningkatan dari cuaca ekstrem dan bisa mengakibatkan meningkatnya tinggi air laut. Itu bisa menyebabkan banjir rob. Tidak selalu bahwa banjir rob terjadi itu pada musim hujan. Bisa juga pada musim kemarau,” ujarnya. Anak Paling Rentan Jadi Korban Anak-anak menjadi salah satu kelompok yang paling rentan terdampak banjir rob. Bahkan dalam laporan terbaru Indeks Risiko Iklim Anak (CCRI) pada Mei 2023 yang dikeluarkan oleh Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyebut 28,3 juta anak di Indonesia sangat rentan terhadap banjir pesisir atau banjir rob. Namun tak ada data pasti dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait catatan jumlah anak-anak yang terdampak banjir rob di Indonesia. Kendati demikian, Direktur Mitigasi Kedeputian Bidang Pencegahan BNPB, Berton Suar Pelita Panjaitan, mengatakan pihaknya telah melakukan upaya mitigasi seperti peningkatan dan pembentukan keluarga tangguh bencana. Program tersebut menganjurkan agar setiap anggota keluarga perlu mengetahui risiko bencana yang berpotensi terjadi di lingkungannya. Tidak hanya risiko bencana di rumahnya. Namun juga risiko bencana yang ada pada lingkungan tiap-tiap anggota keluarga. “Setiap keluarga yang berada di daerah rawan perlu merencanakan bagaimana evakuasi dilakukan jika bencana terjadi. Perencanaan tersebut disusun dengan memperhatikan aktivitas harian tiap-tiap anggota keluarga. Dalam pembuatan rencana ini setiap anggota keluarga (termasuk anak-anak) terlibat untuk memastikan bahwa mereka memahami dan menyetujuinya,” kata Berton. Mitigasi berperspektif anak lainnya yang dilakukan BNPB adalah pembentukan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Maksudnya, sekolah mengakui dan melindungi hak-hak anak dari potensi bencana dengan menyediakan lingkungan yang menjamin proses pembelajaran, kesehatan, keselamatan, dan, keamanan siswanya setiap saat. SPAB secara resmi di Indonesia diatur dalam Permendikbud No 33 Tahun 2019. “Satuan pendidikan aman bencana mempertimbangkan nilai-nilai perubahan budaya, berorientasi pemberdayaan, kemandirian, pendekatan berbasis hak, berkelanjutan, mempertimbangkan kearifan lokal, kemitraan, dan inklusif,” jelas Berton. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi, mengatakan saat ini pemerintah menargetkan penurunan gas emisi rumah kaca sebesar 31,89 persen pada tahun 2030 untuk mengurangi risiko perubahan iklim. “Kami punya target 2030 mengurangi gas emisi rumah kaca sebesar 31,89 persen. Kalau dapat bantuan internasional kita akan tambah menjadi 43,2 persen di tahun 2030. Tapi buat kita itu tidak cukup. Tiap tahun kita tingkatkan lagi,” katanya, Senin (29/5). Saat ini pemerintah telah memetakan daerah yang rentan terhadap perubahan iklim sehingga bisa dilakukan upaya untuk mengurangi dampaknya termasuk wilayah pesisir. “Kalau di pesisir kami melakukan upaya untuk meningkatkan ketahanan iklim melalui restorasi mangrove. Kalau itu memang ekosistemnya. Kami juga pakai intervensi dengan tanggul-tanggul pemecah ombak sehingga tidak terjadi abrasi,” ungkap Laksmi. Sementara itu, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar, menegaskan upaya perlindungan ketika terjadi bencana termasuk banjir rob sudah seyogyanya diprioritaskan pada kelompok rentan. Hal itu berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan sampai dengan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan psikososial. “Tantangan yang sering kali ditemukan di lapangan adalah memastikan anak berada dalam lingkungan yang layak dan memenuhi standar kebersihan, lumpuhnya pelayanan kesehatan, masalah gizi, masalah air bersih, dan penyakit menular,” katanya kepada VOA. Pemenuhan hak anak ketika terjadi bencana juga sangat penting dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam melaksanakan mandat UU No 35 Tahun 2014 dan PP No 78 Tahun 2021. “Hal ini dilakukan mengingat kondisi di lapangan yang sering kali ditemukan bantuan bahan makanan pokok cukup memadai. Namun bantuan spesifik untuk anak masih sangat minim dan sangat dibutuhkan oleh warga terdampak banjir. Bencana juga memberikan dampak psikologis bagi anak. Untuk itu KemenPPPA selalu memastikan anak yang terdampak bencana diberikan dukungan psikososial dengan menggandeng berbagai pihak atau lembaga yang kompeten di bidangnya,” ujar Nahar. WALHI : Lebih 5.400 Desa di Pesisir Indonesia Terendam Banjir Rob Manajer kampanye pesisir dan laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional, Parid Ridwanuddin, menjelaskan sejak tahun 2017-2020 lebih dari 5.400 desa di pesisir Indonesia telah terendam banjir rob. Selain krisis iklim yang kian buruk, faktor lain yang menyebabkan bentang alam semakin rentan karena adanya beban industri besar di sepanjang pesisir di Indonesia. “Kemudian terjadi ekstrasi air tanah berlebihan sehingga tanah mengalami penurunan 13-15 sentimeter per tahun. Karena tanah mengalami penurunan, kemudian pada saat yang sama terjadi kenaikan air laut trennya 0,8-1 meter. Itu artinya akan terjadi percepatan desa-desa tenggelam. Banjir rob akan semakin sering,” jelasnya. Adapun daerah yang paling terancam adalah wilayah-wilayah pesisir yang sudah dibebani izin industri terutama di kawasan pantai utara Pulau Jawa. “Kemudian di pantai barat Pulau Sumatra itu sudah banyak juga desa-desa pesisir yang tenggelam karena percepatan kenaikan air laut,” ungkap Parid. Walhi menyerukan agar pemerintah menghentikan dan mengevaluasi beban industri besar di pesisir Indonesia terkait dengan mitigasi banjir rob. “Pemerintah seharusnya mengevaluasi dan mencabut izin industri besar yang ada di pesisir termasuk pengambilan air tanah yang berlebihan seperti di Jakarta dan Jawa Tengah. Itu terjadi karena pembangunan tidak terkendali,” kata Parid. Selanjutnya pemerintah harus memulihkan wilayah sempadan pantai untuk ekosistem pesisir. “Seharusnya wilayah sempadan pantai 0-100 meter ke arah darat itu harus dialokasikan untuk wilayah terbuka hijau di pesisir dan tidak boleh dikaveling-kaveling untuk kepentingan industri,” ucap Parid. Perubahan iklim telah berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat termasuk anak-anak di wilayah pesisir. Meningkatnya frekuensi banjir rob yang disebabkan perubahan iklim membuat semua pihak harus melakukan mitigasi dan memenuhi hak-hak anak ketika terjadi bencana demi keberlangsungan hidup serta tumbuh kembangnya.[aa/em]
Fasilitas Pengelolaan Limbah PCBs Pertama Resmi Beroperasi di Indonesia
Fasilitas pengelolaan limbah Polychlorinated Biphenyls (PCBs) non pembakaran resmi beroperasi di Indonesia. Proyek ini bertujuan untuk menghapuskan limbah PCBs, satu jenis bahan pencemar organik yang beracun, di tanah air.
Menguji Komitmen Bebas Emisi 2060 Sektor Ketenagalistrikan
Sektor ketenagalistrikan menyumbang peran signifikan untuk mengejar target emisi bersih (net zero emission) pada 2060. Namun, sektor ini masih menghadapi banyak tantangan, seperti pembiayaan, kemauan politik dan aturan hukum. Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatat, pada 2020 lalu sektor ketenagalistrikan menyumbang 280 metrik ton CO2. Tanpa intervensi penggunaan sumber energi baru terbarukan, angka itu akan melonjak menjadi 920 metrik ton pada 2060. Padahal, Indonesia telah berkomitmen untuk bebas emisi dalam empat puluh tahun ke depan. Karena itulah, seperti disampaikan Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, perusahaan plat merah itu agresif melakukan pemanfaatan energi bersih. “Apa yang sudah kita lakukan? Dua tahun lalu kita sudah menghapus 13 gigawatt pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis pada batubara, yang saat itu sudah tercantum dalam RUPTL, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik,” kata Darmawan dalam diskusi mengenai transisi energi pada industri ketenagalistrikan, yang diselenggarakan Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bagaimana menghitung dampak upaya itu? Darmono mengklaim, untuk setiap pengurangan 1 gigawatt, maka akan menurunkan produksi CO2 sekitar 6 juta metrik ton. Dengan demikian, jika PLN mampu menghapus 13 gigawatt setiap tahun selama 25 tahun ke depan, maka perusahaan ini mampu mencegah produksi sekitar 1,8 miliar metrik ton CO2. “Kalau PLTU dibangun, akan ada emisi. Tapi karena tidak dibangun, tidak jadi ada emisi, yang mampu dihindari itu 1,8 miliar metrik ton,” ujarnya. Pengurangan itu tidak bermakna penghapusan produksi listrik. PLN memastikan, produksi listrik melalui PLTU langsung diganti dengan pembangkit listrik bertenaga energi baru terbarukan (EBT). Pembangkit ini beroperasi sebagai base load, atau bermakna beroperasi 24 jam. “Ada sekitar 800 megawatt PLTU kita hapus dan kita gantikan dengan gas, dan ini mengurangi emisi separuhnya. Ada 1,3 gigawatt PLTU yang sudah berkontrak, itu berhasil kita batalkan kontraknya. Itu lagi-laki sekitar 170-180 juta metrik ton CO2 bisa dihindari selama 25 tahun,” jelas Darmono. Membatalkan kontrak dengan produsen listrik bukanlah hal mudah. Pada masa lalu, PLN pernah harus membayar $380 juta dan biaya hukum $25 juta, karena kalah di pengadilan distrik di New York. Pada tahun 2000, PLN bernegosiasi dengan Independent Power Producer untuk membatalkan Power Purchase Agreement (PPA), di pembangkit Kahara Bodas, dengan investor dari Amerika Serikat. Karena itulah, ketika PLN saat ini mampu membatalkan perjanjian pembelian daya 1,3 gigawatt tanpa persoalan hukum, maka itu adalah upaya luar biasa, kata Darmono. PLN sendiri telah merencanakan bahwa 51,6 penambahan pembangkit sejak saat ini hingga 2030, berbasis energi baru terbarukan. Angka itu setara 21,6 gigawatt tambahan kapasitas. Rencana ini diklaim sebagai program paling hijau yang pernah ada dalam sejarah PLN dan Indonesia. Tak Ada Perpanjangan Perjanjian Target PLN itu selaras dengan upaya pemerintah, seperti disampaikan Jisman P. Hutajulu, Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Memang betul, 2060 kita akan memberhentikan penggunaan batubara, kalau tidak dilakukan extend untuk power purchase agreement. Kita berharap, tidak akan kita lakukan extend itu,” ujar Jisman. Data Kemen ESDM menyebut, saat ini PLTU batubara masih mendominasi dengan sumbangan 67 persen. Jika mendasarkan pada masa berlaku kontrak pembelian energi, pemerintah hanya perlu untuk tidak melakukan pembelian kembali untuk menuju bebas emisi. Sesuai target yang sudah diumumkan presiden, dalam skema penghentian kontrak secara natural, pada 2057 Indonesia sudah tidak lagi menggunakan batubara untuk sektor listrik. “Kita emisi tertinggi itu di 2036, kemudian nanti akan berkurang lagi di 2045, kemudian di 2051 berkurang lagi tinggal 18 gigawatt, sampai berhenti,” kata Jisman. Namun, Jisman menggarisbawahi bahwa pemensiunan dini PLTU memberi konsekusnsi pada pembiayaan. SkemaJust Energy Transition Partnership (JETP) yang sudah disepakati dalam KTT G20 di Bali tahun lalu, menjadi harapan besar. Namun, semua pihak masih menunggu realisasinya. Kendala Dasar Hukum Meski membawa kabar baik, JETP juga menghadirkan konsekuensi tidak mudah bagi pemerintah. Dari sisi hukum misalnya, pakar hukum administrasi UGM, Dr. Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M menyebut, regulasi Indonesia belum siap. “Dari dua belas kebutuhan norma yang harus ada untuk kita mengikuti keinginan-keinginan dari JETP, itu hanya ada dua norma yang sudah siap,” kata Mailinda. Dua norma itu, terpenuhi berkat kehadiran Perpres 112/2022. Namun Mailinda mengingatkan, Perpres tersebut belum cukup. “Masih ada sembilan norma lagi yang belum ada pengaturannya, kalau kita mau memensiunkan dini PLTU batubara,” tegasnya. Indonesia juga menetapkan batas emisi karbon pada 2030 sebesar 290 metrik ton CO2. Mailinda menyebut, saat ini ada Peraturan Menteri ESDM 16/2022 terkait target itu. Namun, dia meyakini dasar hukum tersebut sangat tidak cukup. Perpres juga membutuhkan waktu lama untuk disusun, yaitu kurang lebih 251 hari. Jika Indonesia akan menerbitkan Perpres untuk semua kebutuhan program bebas emisi, waktunya tentu akan panjang. Kelemahan kedua, kata Mailinda, Perpres adalah norma yang tidak cukup aman untuk melindungi secara preventif kepentingan pembuat kebijakan ke depan. “Artinya jalan masih panjang. Kalau kita mau berkomitmen terhadap JETP, maka pembuat kebijakan harus diberikan proteksi yang cukup. Sehingga apapun nanti keputusan yang diambil, memang punya dasar hukum yang kuat,” tegasnya. Dewan Perwakilan Rakyat menjanjikan dukungan sepenuhnya target bebas emisi, termasuk dari sisi dasar hukum. Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR mengatakan, komisinya terus berupaya agar energi baru terbarukan mendapatkan ekosistem baik untuk berkembang. “Maka Komisi 7 sedang meneruskan upaya agar terbit undang-undang energi baru terbarukan. Ini untuk menciptakan iklim investasi dan memberi ekosistem yang sehat bagi perkembangan energi baru terbarukan,” janjinya. [ns/lt]
Sekelompok LSM Luncurkan Dana Nusantara untuk Berdayakan Masyarakat Adat Lawan Perubahan Iklim
Beberapa kelompok masyarakat sipil Indonesia pada hari Senin (8/5) meluncurkan sebuah pendanaan senilai jutaan dolar yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat adat dan lokal di seluruh Indonesia dalam perang melawan perubahan iklim. Dana Nusantara, yang merupakan mekanisme pendanaan langsung pertama bagi masyarakat adat dan lokal di Indonesia, diluncurkan oleh kelompok lingkungan WALHI, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan LSM masyarakat adat AMAN. Mereka menerima dana awal sebesar $3 juta dari organisasi-organisasi filantropi internasional seperti Ford Foundation dan Packard Foundation. Pendanaan itu adalah bagian dari Ikrar Kepemilikan Hutan senilai $1,7 miliar yang pertama kali diumumkan pada KTT Iklim COP26 di Glasgow, yang mengakui peran penting masyarakat adat dan lokal dalam melindungi hutan tropis dan kontribusi mereka untuk memitigasi perubahan iklim. Indonesia, yang menjadi rumah bagi hutan hujan terbesar ketiga di dunia, mengklaim telah membuat sejumlah kemajuan dengan mengurangi laju kehilangan hutan selama lima tahun berturut-turut hingga 2021. Akan tetapi, jumlah tutupan hutan terus menyusut. Sebuah penelitian oleh Rainforest Foundation Norway menemukan bahwa masyarakat adat menerima dana iklim untuk manajemen hutan sekitar $2,7 miliar (sekitar Rp39,7 triliun) antara tahun 2011 dan 2020 dari para pendonor dan filantropi, setara dengan kurang dari satu persen bantuan pembangunan resmi untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim selama periode tersebut. Dana Nusantara diluncurkan untuk membantu memperbaiki ketidakseimbangan dalam distribusi dana iklim, kata presiden Ford Foundation, Darren Walker. “Dana ini telah dirancang sebagiannya untuk menanggapi ketidakseimbangan itu dan untuk menunjukkan keampuhan gagasan bahwa ketika Anda menyediakan sumber daya bagi komunitas lokal, Anda lebih mungkin memperoleh dampak yang dibutuhkan untuk memerangi perubahan iklim,” kata Walker kepada AFP hari Senin. Dana tersebut berupaya menjawab kebutuhan masyarakat lewat pendekatan dari bawah ke atas, mengharapkan mereka sendiri mengidentifikasi tantangan yang mereka hadapi dan solusinya, kata direktur WALHI, Zenze Suhadi. “Kami menciptakan mekanisme Dana Nusantara langsung kepada masyarakat setempat dan masyarakat adat,” kata Suhadi. Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi menambahkan, warga desa “paling tahu” tantangan yang mereka hadapi dan bagaimana mereka ingin mengatasinya. Para pendiri dana tersebut berusaha menarik investasi hingga $20 juta dalam 10 tahun ke depan untuk membantu memetakan lebih dari 20 juta hektar wilayah adat, dan meningkatkan perlindungan dan pendaftaran 7,8 juta hektar tanah adat di luar yang sudah diakui, di antara target-target lainnya. [rd/jm]