Riset yang dilakukan lembaga peneliti Yale Climate Communication, Development Dialogue Asia, dan Communication for Change mengungkap bahwa sekitar tiga perempat orang Indonesia tak banyak tahu soal pemanasan global. Mengapa angkanya begitu tinggi, dan apa yang perlu dikakukan?
Category: Indonesia
200.000 Hektare Lahan Kelapa Sawit Indonesia akan Dihutankan Kembali
Sekitar 200.000 hektare lahan perkebunan kelapa sawit yang ditemukan berada di kawasan yang ditetapkan sebagai hutan lindung dan hutan konservasi di Indonesia diperkirakan akan diubah kembali menjadi hutan, kata seorang pejabat pemerintah pada Selasa malam (31/10). Indonesia, produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia, mengeluarkan peraturan pada tahun 2020 untuk mengatur legalitas perkebunan-perkebunan yang beroperasi di kawasan yang seharusnya merupakan hutan, untuk memperbaiki tata kelola di sektor tersebut. Para pejabat mengatakan langkah tersebut diperlukan karena beberapa perusahaan telah menggunakan lahan tersebut selama bertahun-tahun. Kelompok-kelompok lingkungan hidup sendiri telah lama mengecam pemerintah karena memaafkan perambahan hutan di masa lalu untuk perluasan lahan kelapa sawit. Sesuai aturan, perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit harus menyerahkan dokumen dan membayar denda untuk mendapatkan hak budidaya di perkebunan mereka paling lambat tanggal 2 November 2023. Meskipun 3,3 juta hektare dari hampir 17 juta hektare perkebunan kelapa sawit di tanah air ditemukan di dalam hutan, hanya sejumlah pemilik perkebunan dengan luas gabungan 1,67 juta hektare yang telah teridentifikasi, kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Bambang Hendroyono kepada wartawan. Pemerintah masih harus memilah-milah lahan perkebunan mana yang berada di hutan produksi yang ditetapkan, yang berarti pemiliknya harus membayar denda tetapi dapat terus menanam sawit, dan mana yang berada di kawasan lindung atau konservasi dan harus dikembalikan ke negara, katanya. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, sementara hutan lindung adalah kawasan yang fungsi pokoknya adalah melindungi sistem penyangga kehidupan. Ia memperkirakan sekitar 200.000 hektare lahan akan dikembalikan dan jumlah tersebut mungkin akan bertambah. “Yang berada di hutan lindung dan hutan konservasi, pemerintah ingin memulihkannya setelah mereka membayar denda,” kata Bambang seraya menambahkan bahwa hal ini akan menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam memitigasi perubahan iklim. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengancam akan mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang menggunakan lahan secara ilegal setelah batas waktu hari Kamis (2/11) berlalu. Indonesia telah meluncurkan beberapa program untuk memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit yang sangat besar, di tengah kritik dari para aktivis lingkungan hidup mengenai dampak perkebunan ini terhadap deforestasi. Tahun lalu pemerintah memulai audit skala industri, diikuti dengan peluncuran gugus tugas yang bertujuan memastikan perusahaan membayar pajak yang tepat pada tahun ini. [ab/uh]
Pakar: Pemulung Perlu Dintegrasikan ke Sektor Penanggulangan Sampah Formal
Meskipun menyumbang lebih dari 80 persen bahan input untuk industri daur ulang dan dianggap kekuatan pendorong ekonomi sirkular, para pemulung hingga saat ini adalah kelompok yang sangat terpinggirkan. Menurut sejumlah pengamat, mengintegrasikan mereka dalam sektor penanggulangan sampah formal bisa menjadi solusi yang tidak hanya menguntungkan mereka, tapi juga para pemangku kepentingan lain, termasuk pemerintah. Gagasan itu, di antaranya, dilontarkan Medrilzam, Direktur Urusan Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) yang juga dikenal sebagai Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Peneliti kebijakan pembangunan dan perubahan iklim di CarbonLab di University of Queensland, Australia, ini adalah pendukung kuat ekonomi sirkular, model ekonomi yang mengandalkan upaya-upaya mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin sehingga meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan. Ekonomi sirkular bukan hanya membahas pengelolaan limbah yang lebih baik dengan lebih banyak melakukan daur ulang, namun juga mencakup serangkaian intervensi yang luas di semua sektor, termasuk efisiensi sumber daya dan pengurangan emisi karbon. Medrilzam berpendapat, pemulung adalah kekuatan pendorong ekonomi sirkular karena menjembatani sistem pengelolaan sampah publik dan industri daur ulang negara dengan mengambil peran penting dalam mengumpulkan, memilah, dan menjual bahan buangan untuk didaur ulang. Sayangnya, menurutnya, pemulung secara umum cenderung terabaikan dan bahkan tidak terlindungi. “Hak kewarganegaraan sipil yang belum terpenuhi. Banyak yang belum punya KTP. Stigma buruk yang melekat pada pemulung dan pelapak di masyarakat. Keselamatan dan kesehatan kerja yang tidak layak. Selain itu juga, mengingat statusnya yang informal, hak ketenagakerjaan mereka juga tidak terpenuhi, seperti hak untuk mendapat jaminan hari tua, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) dan lain sebagainya,” jelasnya. Menurut studi yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2019, kontribusi pemulung terhadap industri daur ulang sangat signifikan. Studi itu mencatat, pemulung menyumbang 84,3 persen sampah plastik dan 80,3 persen sampah kertas yang dipasok ke industri tersebut. Gagasan mengintegrasikan pemulung ke sektor penanggulangan sampah formal disambut Maulidar Yusuf, seorang pejuang hak-hak pemulung yang sejak 11 tahun lalu tercatat sebagai pendiri Taman Edukasi Anak Pemulung, sebuah prakarsa yang memperjuangkan pendidikan anak-anak pemulung di Banda Aceh. “Mereka ini pahlawan lingkungan. Mereka mengumpulkan sampah, mau kotor-kotor, mendaur ulang. Jadi sebenarnya, pekerjaan mereka ini berkontribusi besar pada pengelolaan kebersihan sebuah kota,” komentarnya. Armawati Chaniago juga setuju. Pendiri dan direktur Bank Sampah Induk Sicanang, Belawan, Medan, ini mengatakan, menyertakan pemulung dalam sistem pengelolaan sampah kota tidak hanya meningkatkan kesejahteraan pemulung tapi juga mendongkrak usaha penanggulangan sampah kota atau kabupaten. Namun, menurutnya, pemerintah juga perlu memberi perhatian serius kepada bank-bank sampah. Ia menjelaskan, bank sampah tidak sama dengan pemulung. Pemulung lebih mementingkan nilai ekonomi dari sampah yang dikumpulkannya, sementara bank sampah lebih dari itu. Bank sampah tak hanya menampung dan mengelola sampah sehingga bernilai ekonomi, tapi juga, menurutnya, membentuk karakter masyarakat untuk terus menjaga lingkungan yang sehat, rapi, dan bersih. Karena alasan itu pula, menurut Armawati, bank sampah tidak kalah penting dibandingkan dengan pemulung. “Pertama, kita memberdayakan masyarakat sekitar. Kedua, mereka (para anggotanya, red) terutama adalah para ibu yang notabene bukan pencari nafkah utama,” sebutnya. Armawati mengungkapkan, banyak bank sampah, termasuk yang dikelolanya, kesulitan beroperasi maksimal karena tidak mendapat dukungan memadai dari pemerintah. Sejumlah bank sampah terpaksa mengubah strategi atau menggelar berbagai cara untuk bisa bertahan. Padahal, katanya, bank sampah dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan sampah di kota-kota besar seperti Medan yang menghasilkan 1.500 hingga 2.000 ton sampah per hari. Sudah Dipraktikkan, Hasil Signifikan Gagasan untuk mengintegrasikan pemulung ke dalam pengelolaan sampah formal sebetulnya bukan sekadar angan-angan, melainkan sudah dipraktikkan dalam skala kecil dan menunjukkan hasil signifikan. Medrilzam mencontohkan proyek kerjasama Indonesia-Jerman yang dikelola Kementerian PPN, yang disebut ERiC-DKTI. Proyek pengurangan emisi melalui peningkatan pengelolaan sampah ini sudah diterapkan di lima kota dan satu kabupaten. Hasilnya menunjukkan bahwa pemulung memungut 86 persen dari total sampah yang dihasilkan kota-kota dan kabupaten tersebut, dengan rata-rata 21,66 persen sampah itu terutama plastik, kertas, dan kaca, berhasil didaur ulang. “Integrasi sektor informal (pemulung, red) akan memberi keuntungan berupa tambahan tenaga kerja terlatih, yang sudah memahami pemilahan sampah, serta juga memiliki pengetahuan dan jaringan untuk menjual sampah ke off-taker (pembeli). Adanya integrasi tersebut dapat meningkatkan jumlah sampah yang bisa didaur ulang, dan mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang ke TPA (tempat pembuangan akhir, red),” sebut Medrilzam. Menurut Maulidar, pengumpul sampah informal di Indonesia terdiri dari berbagai pelaku, dari pemulung hingga lapak/bandar. Karena berada di posisi terbawah dalam industri daur ulang, sebagian besar pemulung hidup dalam kemiskinan dan bekerja dalam kondisi yang sangat berbahaya, termasuk orang tua, perempuan dan anak-anak. Mengintegrasikan mereka ke dalam sektor formal, kata ibu tiga anak ini, secara langsung akan meningkatkan kesejahteraan mereka. Para pemulung tidak hanya mendapat pelatihan, bantuan alat, tapi juga akses ke tunjangan kesejahteraan, termasuk layanan kesehatan. “Ketika mendaur ulang, mereka bisa tetap menjaga kesehatan. Kalau ada alat pendukung, mereka juga dapat,” komentarnya. Selain itu, menurut Maulidar, mengintegrasikan pemulung ke sektor formal, bukan tidak mungkin akan memberi mereka akses ke pelatihan literasi keuangan. Karena umumnya berpendidikan rendah, banyak pemulung, kata Maulidar, tidak tahu mengelola keuangan dengan baik dan cenderung konsumtif. Literasi keuangan bisa mengubah itu. “Sehingga jangan sampai ketika hari ini dapat uang banyak, mereka kemudian langsung konsumtif sehingga tidak bisa menabung. Ketika ada uang lebih, bisa digunakan untuk mengelola hal lain, hal yang lebih kreatif dan bermanfaat,” jelasnya. Mengintegrasikan pemulung ke dalam sistem pengelolaan sampah formal sebetulnya sudah dipraktikkan di India, Mesir, dan Brazil dan terbukti menguntungkan. Di kota Pune, India, praktik ini menguntungkan pemerintah daerah karena menghemat biaya pengelolaan sampah sekitar Rp 9,4 miliar per tahun. Dan karena keterbukaan akses ke sampah kota, pemulung bisa memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dan lebih stabil. Di Kairo, Mesir, mengintegrasikan pemulung ke dalam sistem pengelolaan sampah formal menghasilkan pengurangan emisi gas rumah kaca yang signifikan. Para pemulung di sana tidak hanya memanfaatkan sampah plastik dan kertas untuk kebutuhan daur ulang, tetapi juga menggunakan limbah organiknya untuk membuat kompos. “Berdasarkan kajian integrasi sektor informal (pemulung, red) yang dilakukan, salah satu faktor kunci untuk mendukung integrasi sektor informal ke formal di Brazil, India dan Mesir adalah adanya payung hukum,” jelas Medrilzam. Payung hukum ini, kata Medrilzam, akan memberi para pemulung pengakuan yang tepat dan juga meningkatkan efektivitas dan efisiensi daur ulang. Payung hukum ini memungkinkan pemulung mendapatkan kontrak formal, akses ke kesejahteraan sosial, dan perlindungan hukum. “Memastikan kesejahteraan pemulung tidak hanya akan mengurangi angka kemiskinan tetapi juga meningkatkan kinerja pengelolaan sampah secara keseluruhan di Indonesia. Hasil win-win ini harus dipertimbangkan sepenuhnya oleh para pemangku kepentingan,” katanya. Menurut studi Bappenas terkini, mayoritas pemulung atau sekitar 42 persen, hanya berpendidikan sekolah dasar. Hanya 37 persen di antara mereka yang memiliki akses terbatas terhadap jaminan sosial (BPJS) dan hanya tujuh persen yang memiliki KTP yang sesuai dengan tempat mereka tinggal mereka sehari-hari. Yang memprihatinkan, menurat Maulidar, para pemulung seperti umumnya warga Indonesa lain, memiliki keluarga. Anak-anak mereka, yang hingga saat ini jumlahnya sulit didata karena persoalan ketiadaan tempat tinggal tetap, adalah juga penerus bangsa. Mengabaikan para pemulung, katanya, sama artinya dengan mengabaikan nasib anak-anak mereka. Maulidar melalui Taman Edukasi Anak Pemulung ingin menyadarkan pemerintah dan masyarakat umum akan pentingnya nasib anak-anak pemulung. Ia berharap akan muncul prakarsa-prakarsa serupa di berbagai penjuru Indonesia, baik dengan maupun tanpa dukungan pemerintah. Taman Edukasi Anak Pemulung di bawah arahannya ini telah menangani lebih dari 120 anak pemulung dengan berbagai tingkat pendidikan, mulai dari TK hingga universitas. Lebih dari 100 orang telah berpartisipasi sebagai pengajar, pengawas atau motivator, dalam gerakan sosial yang didirikan sejak tahun 2012 ini. [ab/uh]
Tujuh Puluh Pelari akan Ambil Bagian di Jelajah Timur Untuk Air Bersih NTT
Acara tahunan “Jelajah Timur Run for Equality” kembali dilangsungkan, dan kali ini Nusa Tenggara Timur yang menjadi lokasinya. Diharapkan acara ini akan membangun kesadaran dan sekaligus mengumpulkan sumbangan untuk memperbanyak sarana air bersih di provinsi ini.
Jokowi: Indonesia Siapkan Dana Hibah untuk Atasi Perubahan Iklim
Presiden Joko Widodo menyampaikan komitmen Indonesia dalam menyiapkan dana hibah untuk atasi perubahan iklim.
Tersesat di Jalan Raya Kaltim, BKSDA Gelar Operasi Penyelamatan 2 Orang Utan
Kerja keras tim Unit Penyelamatan Satwa Liar (WRU) Tenggarong di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur untuk mencari dua individu orang utan yang dilaporkan tersesat dan berada di pinggir jalan raya utama, akhirnya membuahkan hasil pada hari Minggu (8/10). Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Tenggarong, Surawati Halim, dalam pernyataan tertulisnya mengatakan setelah melakukan pencarian selama dua hari, satu orang utan jantan dewasa dengan usia antara 17-19 tahun berhasil diselamatkan sekitar pukul 7.20 WITA. Selang delapan jam kemudian, satu lagi orang utan jantan dewasa yang diperkirakan berusia 13-15 tahun berhasil diselamatkan. Operasi pencarian dan evakuasi itu dilakukan setelah menerima informasi dari masyarakat lewat tautan video pendek berdurasi satu menit di platform Instagram. Video itu memperlihatkan dua orang utan berada di pinggir jalan utama Bengalon menuju ke Muara Wahau, di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Kepala BKSDA Kalimantan Timur M. Ari Wibawanto mengatakan upaya penyelamatan itu terpaksa dilakukan karena keberadaan kedua orang utan di sisi jalan raya yang sangat padat. “Kami menghimbau kepada seluruh pengguna jalan raya Bengalon – Muara Wahau, untuk tidak mengganggu dan tidak memberi makan juga minum, supaya satwa liar tersebut tidak berubah perilakunya,” ujar Ari. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa orang utan adalah satwa yang dilindungi undang-undang, dan oleh karena itu “masyarakat diserukan untuk segera melapor ke Call Center BKSDA Kalimatan Timur jika menemukan orang utan berada di pinggir jalan raya seperti ini.” Kedua orang utan tersebut akan menjalani beberapa pemeriksaan medis untuk mengetahui kondisi kesehatan mereka, dan kemudian akan dilepasliarkan kembali. [em/rs]
Kualitas Udara Memburuk Akibat Asap Kebakaran Hutan, Malaysia Surati Indonesia
Pemerintah Malaysia pertengahan minggu ini mengirimkan surat kepada pihak berwenang Indonesia terkait kabut asap kebakaran hutan Indonesia yang melintasi perbatasan dan membuat kualitas udara di negeri jiran itu memburuk.
Hadapi Perubahan Iklim, ASEAN Mulai Kerja Sama Kembangkan Jaringan Pembagian Listrik Regional
Ancaman perubahan iklim yang semakin mendesak mendorong negara-negara ASEAN untuk mulai bekerja sama melalui sebuah program dengan jangka 20 tahun untuk mengembangkan jaringan pembagian listrik di kawasan. Tujuannya untuk mempercepat transisi ke sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin dan pembangkit listrik tenaga air, dengan memfasilitasi transfer energi dari negara-negara yang surplus ke negara-negara yang membutuhkannya. Pada bulan Agustus, perusahaan-perusahaan utilitas di Malaysia dan Indonesia menandatangani sebuah nota kesepahaman untuk mempelajari 18 lokasi potensial, di mana jalur transmisi lintas batas dapat dibangun. Kesepakatan tersebut, selain kesepakatan perdagangan energi di antara Laos, Malaysia, Thailand dan Singapura, ditandatangani di sela-sela Pertemuan Menteri Energi ASEAN ke-41, yang digelar bersamaan dengan forum bisnis energi regional pada 24 Agustus di Bali, Indonesia. Beni Suryadi, manajer energi, bahan bakar fosil, energi alternatif dan penyimpanan di Pusat Energi ASEAN di Jakarta, mengatakan bahwa jalur antar negara memungkinkan untuk dibangun secara ekonomi dan teknis, serta didukung oleh pemerintahan di kawasan. Energi terbarukan “telah menjadi kebutuhan penting setiap negara,” ujarnya. Permintaan energi di Asia Tenggara tumbuh lebih dari 80% antara tahun 2000 dan 2019, serta diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050 dibandingkan pada tahun 2020, menurut laporan Dewan Bisnis ASEAN-Uni Eropa tahun 2023. Laporan itu menekankan pentingnya peralihan ke energi terbarukan, dengan mengatakan bahwa “cuaca yang semakin buruk, naiknya permukaan laut dan meluasnya penyakit tropis, semuanya menyertai perubahan iklim, dan masih banyak lagi momok lainnya. Diperkirakan bahwa perubahan iklim dan dampaknya akan menghapus 11% PDB ASEAN pada tahun 2100.” Dato’ Indera Ir. Baharin, presiden dan CEO perusahaan utilitas nasional Malaysia, menyebut jaringan listrik ASEAN yang saling terhubung sebagai “langkah penting dalam transisi energi di kawasan ini.” “Interkoneksi regional yang kuat akan memungkinkan realokasi sumber daya energi terbarukan yang lebih luas, yang akan membantu dekarbonisasi sistem tenaga listrik ASEAN,” kata Baharin pada Agustus lalu. “Ini akan membantu kita menjamin keamanan energi di kawasan… dan melakukan transisi ke masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.” Darmawan Prasodjo, presiden direktur perusahaan utilitas milik negara, mengatakan bahwa, “Kita akan memasuki fase kritis transisi energi yang menawarkan tantangan luar biasa, tapi juga peluang luar biasa.” “Akan tetapi,” ungkapnya, “kita harus mengatasi kompleksitas perancangan dan pembangunan jaringan listrik yang saling terhubung. Kompleksitas penyelarasan kebijakan. Kompleksitas tantangan teknis. Kompleksitas kelayakan komersial. Kompleksitas investasi modal yang besar.” Peerapat Vithayarichareon, konsultan utama DNV untuk sistem energi di kawasan Asia Pasifik, mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa perluasan energi ramah lingkungan di kawasan ini terhambat oleh dukungan kebijakan yang tidak memadai dan terbatasnya akses modal. “Dari sudut pandang teknis, ada kekhawatiran terkait potensi dampak jaringan listrik lintas batas terhadap sistem listrik di negara-negara tersebut,” ujarnya. “Negara-negara tidak bisa begitu saja beralih dari pembangkit listrik tenaga batu bara ke energi terbarukan,” lanjutnya. “Kita perlu mempersiapkan sistem untuk mengakomodasi peningkatan penggunaan pembangkit listrik tenaga angin dan surya, misalnya.” Ryan Wong dan Lee Poh Onn dari ISEAS Yusof Ishak Institut, lembaga kajian yang bermarkas di Singapura, menulis pada Februari 2022 bahwa terdapat keraguan apakah pemerintah di Asia Tenggara mengakui manfaat dari pengharmonisasian jaringan energi mereka dan penjualan surplus energi. “Negara-negara Asia Tenggara pada umumnya berpikiran picik dalam membuat kebijakan. Oleh karena itu, dibutuhkan kemauan politik yang kuat bagi mereka untuk melihat melampaui batas negara dan keperluan mendesak,” tulis mereka. [rd/rs]
Indonesia Bantah Kabut Asap Akibat Kebakaran Hutan Sampai ke Malaysia
Kementerian Lingkungan Hidup pada hari Senin (2/10) membantah tuduhan bahwa kebakaran hutan di Sumatra dan sebagian pulau Kalimantan, yang telah menyelimuti beberapa kota dengan kabut tebal, juga berdampak pada kualitas udara di negara tetangga Malaysia. Malaysia pada hari Jumat memperingatkan penduduknya akan tingkat polusi yang tinggi di sebagian besar wilayah di pantai barat Semenanjung Malaysia dan wilayah barat Kalimantan di Sarawak, dan menyalahkan kabut asap lintas batas dari Indonesia, kata Departemen Lingkungan Hidup Malaysia dalam sebuah pernyataannya. Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar menanggapi hal ini dengan mengatakan bahwa Jakarta belum mendeteksi adanya kabut asap yang berpindah dari Indonesia ke negara-negara tetangga. “Kami terus menindaklanjuti perkembangan apa pun dan tidak ada kabut asap lintas batas ke Malaysia,” katanya dalam sebuah pernyataan. Saat ini, Indonesia fokus memadamkan kebakaran hutan di beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan dengan menggunakan bom air dari helikopter, tambah menteri itu. Selain perbatasan laut, Malaysia juga berbatasan darat dengan Indonesia di pulau Kalimantan. Malaysia belum mengajukan keluhan diplomatik mengenai kabut asap tersebut, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia. Musim kemarau di Indonesia tahun ini merupakan musim kemarau terparah sejak tahun 2019 akibat dampak pola cuaca El Nino. Sementara kebakaran hutan biasanya dimulai akibat aktivitas petani yang membuka lahan untuk perkebunan, pihak berwenang mengatakan pemadaman kebakaran tahun ini lebih sulit dilakukan karena El Nino. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, lebih dari 267.900 hektare hutan telah terbakar sepanjang tahun ini, lebih besar dari total luas kebakaran pada tahun 2022 yang mencapai 204.894 hektare. Beberapa daerah di Kalimantan Tengah, melaporkan jarak pandang kurang dari 10 meter, kata kantor berita Antara. Media-media setempat melaporkan, pihak berwenang memerintahkan pembelajaran jarak jauh bagi siswa di kota Palembang dan Jambi di Sumatra bagian selatan mulai minggu ini karena parahnya polusi. [ab/uh]
Jerat Bahaya Kontaminasi Logam Berat di Perairan Belawan
Sejumlah penelitian menyatakan perairan Belawan di Sumatra Utara telah terkontaminasi logam berat. Jerat bahaya kontaminasi logam berat pun mengancam lingkungan dan masyarakat.