Petani Dieng terus melawan proyek BUMN PT Geo Dipa Energi, yang membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di kawasan tersebut. Potensi panas bumi, resiko gas beracun, sumber hidup puluhan ribu petani, dan kepentingan sektor pertanian berkelindan di satu lokasi. Pagi hari di Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, saat musim hujan selalu berwarna abu-abu karena kabut dan dingin yang menusuk tulang. Di ladang, para petani dengan baju tebal, sepatu boot plastik dan penutup kepala, melawan dingin dengan tetap bekerja di antara tanaman mereka. Bau pupuk kandang menyengat di antara ladang sayuran dan tanaman kentang. Belakangan ini, bukan hanya hawa dingin yang harus mereka lawan di ladang. Di tengah hamparan dataran tinggi itu, petani Dieng juga harus melawan kehadiran proyek baru milik PT Geo Dipa Energi. Masyarakat menolak pembangkit baru itu, karena khawatir merusak mata air sumber kehidupan mereka. “Sekitar jaraknya 300 meter ada mata air yang digunakan untuk keperluan beribu-ribu hektar lahan pertanian di bawahnya, dan juga kebutuhan dari tiga desa, yaitu desa Bakal Desa Condongcampur kemudian desa Gembol,” tutur Agung Setiawan, warga desa Bakal kepada VOA. Penolakan Pembangkit Baru PT Geo Dipa Energi adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sejak tahun 2002 telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Dieng sebesar 60 MW. Dieng diyakini memiliki potensi tenaga listrik hingga 400 MW, sehingga dalam beberapa tahun terakhir PT Geo Dipa Energi terus membangun pembangkit baru. Sayangnya, lokasinya begitu dekat dengan pemukiman dan lahan pertanian warga setempat. Agung bahkan menyebut, pagar lokasi pengeboran berdampingan langsung dengan rumah warga di Karangtengah. “Kita belajar daripada hal-hal yang terjadi di Geo Dipa unit satu, seperti gas meledak, kemudian gas beracun yang bocor, kemudian ledakan pipa, itu kan hal-hal yang ditakutkan masyarakat,” ujar Agung. Dalam ingatan masyarakat, sejumlah insiden memang pernah terjadi, setidaknya pada 2006, 2017, dan 2019. Masyarakat kian takut karena mereka akan hidup sepanjang waktu berdampingan dengan proyek beresiko tinggi. Ketakutan yang sama juga diceritakan ibu Siti, warga Karangtengah. “Karena yang di Geo Dipa unit 1 itu sudah merusak alam, terkait air asin, atap seng berkarat, dan Dieng itu rawan bencana karena tanahnya, alamnya itu tidak bisa dibor,” kata Siti kepada VOA. Siti bercerita tentang dampak yang selama ini mereka rasakan, setelah PLTP Dieng 1 beroperasi sejak 2002. Warga dulu menerima kehadiran PLTP 1, karena belum memahami dampak yang harus mereka tanggung, kata Siti. Dalam pengembangan proyek saat ini, insiden juga pernah terjadi. “Dulu pas ujicoba sumur, tanaman yang dipinggir-pinggirnya pada mati. Ganti ruginya pun lama, lambat banget ngurusnya,” kata Siti. “Sudah cukup, tidak udah ada geothermal. Kami sebagai warga yang paling dekat dengan alamnya yang mempunyai panas bumi, kami tidak ingin dibor lagi. Sudah cukup, korban-korban yang meninggal. Kami mendukung kemajuan bangsa, tetapi tidak harus mengorbankan warga,” ujarnya. Siti masih ingat, insiden yang terjadi terjadi pada 13 Maret 2022 lalu. Terjadi kebocoran gas dalam proses pengeboran yang dilakukan PT Geo Dipa Energi, tidak jauh dari rumahnya. Satu pekerja tewas dan delapan dirawat di rumah sakit karena menghirup gas beracun dari sumur tersebut. Insiden itu hanya satu dari sekian kejadian yang terus menghantui ingatannya. Rekomendasi Walhi Jawa Tengah Karena lokasinya, proyek panas bumi di Dieng ini dinilai Walhi Jawa Tengah memiliki banyak resiko. Mulai dari dampak lingkungan, potensi pencemaran air, pencemaran udara, hingga pencemaran suara. Walhi juga mengingatkan, lokasi yang berada di tengah ladang petani membuka potensi gagal panen, tanaman yang tumbuh tidak sehat, hingga persoalan sumber daya air untuk pertanian. Potensi gempa dan gas beracun juga harus diperhatikan, apalagi Walhi Jawa Tengah mencatat sudah empat kali ledakan terjadi di kawasan proyek. Iqbal Alma dari Walhi Jawa Tengah menilai, proyek PLTP sangat beresiko, karena berada di tengah pemukiman. “Dieng itu berbeda dengan Gunung Patuha, Gunung Salak dan sebagainya. Di Dieng sampai ke puncak itu menjadi kawasan aktivitas permukiman warga. Jadi, menurut kami, akan sangat berisiko tinggi kalau misalkan proyek ini tetap dijalankan,” kata Iqbal kepada VOA. Jika dipaksakan, maka sama saja artinya warga hidup berdampingan dengan proyek geothermal. Karena itulah, Walhi merekomendasikan pengkajian ulang dalam segala aspek terkait proyek tersebut. “Semua wellpad yang ada di Dieng, itu berkaitan dengan warga. Kalau tidak pemukiman, ya jalan tempat warga beraktivitas atau lahan pertanian. Maka akan sangat berisiko untuk proyek geothermal di Dieng ini,” imbuh Iqbal. Pemerintah, melalui PT Geo Dipa Energi harus sangat berhati-hati dalam menjalankan kajian. Apalagi, menurut rencana dari satu pembangkit, akan dikembangkan hingga delapan lokasi baru di kawasan Dieng. Monitoring dan evaluasi harus terus dilakukan, termasuk memberitahu warga, apa potensi buruk jika proyek ini diteruskan. Menurutnya, PT Geo Dipa Energi tidak bisa hanya menjelaskan apa manfaat pengembangan PLTP, tanpa memberi pemahaman terkait risiko buruk yang mungkin muncul. Informasi yang timpang ke masyarakat, diyakini Iqbal, adalah akar persoalan yang terus menghadirkan penolakan warga sampai saat ini. Pertemuan Berbuntut Insiden Penolakan para petani Dieng berulangkali melahirkan sejumlah insiden. Peristiwa terakhir, terjadi pada 24 Oktober 2022, ketika penjabat Bupati Banjarnegara mengundang ratusan warga dan PT Geo Dipa Energi di Balai Desa Karangtengah. Kericuhan terjadi bahkan ketika pertemuan baru dimulai. Menurut data, ada lima warga penolak PLTP yang mendapatkan tindak kekerasan berupa pemukulan, tendangan dan dilempari kursi oleh pekerja PT Geo Dipa Energi. Insiden itu diawali oleh upaya pengusiran yang dilakukan pekerja PT Geo Dipa Energi terhadap warga desa Bakal. Warga Bakal tidak diizinkan hadir, sementara mereka beralasan harus ikut karena turut terdampak proyek. Salah satu warga yang jadi korban adalah Dafiq, pemuda desa Bakal yang mengaku dikeroyok sejumlah pekerja PT Geo Dipa dan sejumlah pihak yang tidak dia kenal. Pertemuan itu pun akhirnya dibatalkan. Sedangkan warga melaporkan penganiayaan yang mereka terima, ke kepolisian setempat. Klaim Tidak Represif Dalam konfirmasi yang disampaikan kepada VOA, Endang Iswandini selaku Corporate Secretary PT Geo Dipa Energi (Persero) menegaskan, bahwa pihaknya tidak terlibat dalam insiden tersebut. “PT Geo Dipa Energi (Persero) menegaskan bahwa sebagai salah satu undangan dalam musyawarah ini, dalam ketegangan yang sempat terjadi, pegawai Geo Dipa tidak terlibat apalagi melakukan tindakan represif,” paparnya. “Kami mengapresiasi Pemkab Banjarnegara selaku penyelenggara dengan mengikuti seluruh proses kegiatan dengan baik. Kami berharap kejadian yang sama tidak terulang kembali,” imbuhnya. Endang juga menambahkan, dari musyawarah yang dilakukan, penjabat Bupati Banjarnegara mempersilakan PT Geo Dipa Energi untuk mengambil material yang masih tersimpan di Pad-38 atau eks mes PLN yang berlokasi di Desa Karangtengah. “Seluruh peserta juga sepakat untuk menjaga wilayah Dieng, Banjarnegara untuk tetap kondusif,” tambahnya. Endang mengatakan, sebelum pertemuan berlangsung, sebagian masyarakat memasang spanduk di balai desa, baik yang pro maupun kontra pengembangan PLTP Dieng Unit 2. “Proses musyawarah ini pun dilakukan secara berimbang untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat memberikan aspirasinya kepada Pemerintah Kabupaten Banjarnegara,” kata Endang. Dalam laman resminya, PT Geo Dipa Energi menjelaskan bahwa kawasan Dieng memiliki potensi energi panas bumi hingga 400 MW. Saat ini mereka mengoperasikan proyek Dieng Unit 1 dengan kapasitas 60 MW yang terhubung ke jaringan Jawa-Madura-Bali melalui sistem interkoneksi. Untuk memenuhi target usaha, dilakukan peningkatan kapasitas di proyek Dieng 2 dan 3, masing-masing berkapasitas 55 MW. Selain itu, PT Geo Dipa Energi menyebut adanya area prospek Candradimuka di sebelah barat area Dieng. Adanya manifestasi panas bumi seperti fumarole, mata air panas, dan kaipohan menandakan area ini berpotensi dikembangkan menjadi PLTP yang menghasilkan listrik sebesar 80 MW, menurut kajian. [ns/ab]
Category: Indonesia
Indonesia dan Inggris Sepakati Kerja Sama untuk Capai Target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030
Pemerintah Indonesia telah menyepakati kerjasama dengan Inggris di bidang lingkungan dan iklim khususnya Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
Industri Kesehatan dan Energi Dukung Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan, serta penyediaan energi terbarukan yang stabil bagi industri, akan mendukung pertumbuhan dan penguatan ekonomi Indonesia pasca pandemi COVID-19.
Puan: Ini Saatnya Dunia Ambil Tindakan untuk Menurunkan Emisi Global
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia mulai tanggal 5-7 Oktober 2022 menyelenggarakan The 8th G20 Parliamentary Speakers Summit (P20). Perubahan iklim, kesehatan dan demokrasi menjadi sebagian isu yang dibahas dalam forum ini.
Lagi, Puluhan Warga di Mandailing Natal Keracunan Gas dari Proyek Pengembangan Energi Panas Bumi
Puluhan orang dilaporkan mengalami keracunan gas hidrogen sulfida dampak dari aktivitas proyek pengembangan energi panas bumi di Mandailing Natal, Sumatera Utara. Mirisnya, kejadian ini kerap terjadi di kawasan itu. VOA – Sedikitnya 79 warga di Desa Sibanggor Julu dan Desa Sibanggor Tonga, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara, mengalami keracunan gas hidrogen sulfida diduga dampak dari aktivitas proyek pengembangan energi panas bumi, Selasa (27/9) kemarin. Akibat keracunan gas tersebut puluhan warga terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Kebocoran gas itu terjadi pada lahan tapak persiapan sumur (well pad) T-11 milik PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP). Perusahaan itu merupakan pengembang energi panas bumi di kawasan tersebut. Peristiwa keracunan massal itu berawal saat masyarakat telah mendengar sosialisasi bahwa PT SMGP akan melakukan kegiatan uji alir sumur yang berada di wellpad T-11 pada pukul 15.00 WIB. Sehingga masyarakat diimbau untuk menjauh dari titik uji alir sumur sampai dengan aktivitas pengujian tersebut selesai dilakukan. Namun di saat yang bersamaan masyarakat mencium bau tak sedap keluar dari titik kegiatan uji alir sumur yang berada di well pad T-11. Sehingga masyarakat merasakan gejala mual dan muntah bahkan sampai mengalami pingsan. Bau tersebut diindikasi telah terkontaminasi oleh paparan gas hidrogen sulfida. Peristiwa keracunan gas hidrogen sulfida yang dialami warga di kawasan itu bukan yang pertama. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Utara (Walhi Sumut) menuding kecelakaan operasional yang dilakukan oleh perusahaan pengembang energi panas bumi itu merupakan bentuk kelalaian yang dilakukan secara berulang. “Kelalaian itu bukan kali pertama. Tapi kelalaian yang dilakukan mereka mengancam nyawa bagi masyarakat yang hidup dan beraktivitas di daerah aktivitas PT SMGP,” kata manajer kajian dan advokasi Walhi Sumut, Putra Saptian kepada VOA, Rabu (28/9). Insiden Berulang Dalam catatan Walhi Sumut peristiwa serupa juga terjadi pada 16 September 2022. Saat itu delapan warga terpaksa dilarikan ke rumah sakit lantaran keracunan gas hidrogen sulfida dampak dari aktivitas proyek pengembangan energi panas bumi tersebut. Pada Maret 2022 puluhan warga juga pernah dilaporkan mengalami keracunan gas akibat proyek pengembangan panas bumi. Bahkan di tahun 2021 sebanyak lima warga meninggal dunia diduga akibat keracunan gas hidrogen sulfida dampak proyek tersebut. “Korban yang mengalami dampak kelalaian PT SMGP mendapatkan trauma berkepanjangan,” ujar Putra. Atas kejadian yang berulang itu Walhi Sumut menyesali sikap pemerintah yang dinilai abai terhadap kelalaian akibat proyek pengembangan energi panas bumi tersebut. Pemerintah juga tidak kunjung memberikan sanksi tegas terhadap PT SMGP, padahal warga telah menjadi korban. “Pemerintah segera menutup seluruh aktivitas perusahaan demi keselamatan dan kesehatan rakyat serta lingkungan hidup,” ucap Putra. Walhi Sumut meminta Komnas HAM mengusut tuntas secara komprehensif dugaan pelanggaran HAM dan pembiaran yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Aparat kepolisian juga turut diminta untuk menindak tegas jika adanya pelanggaran dari aktivitas perusahaan pengembang energi panas bumi tersebut. “Kami meminta agar Presiden Joko Widodo dan Menteri ESDM lebih mementingkan kesehatan serta keselamatan rakyat. Berhenti untuk bermain-main dengan nyawa rakyat. Jika peristiwa ini pemerintah tak menutup segala aktivitas PT SMGP. Maka dapat kita menyimpulkan bahwa pemerintah Indonesia telah abai terhadap nasib rakyat dan terlibat dalam kejahatan lingkungan hidup serta manusia,” tandas Putra. Saat ini Walhi Sumut telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo tentang permohonan pencopotan Menteri ESDM dan menutup permanen PT SMGP. Kapolres Mandailing Natal AKBP Muhammad Reza Chairul Akbar Siddiq mengatakan, dari 79 warga yang mengalami keracunan itu ada beberapa korban telah kembali ke rumah untuk dirawat jalan. “71 orang masih dirawat, delapan orang sudah kembali ke rumah,” ujarnya. Namun kepolisian belum bisa memastikan apakah keracunan massal itu bersumber dari aktivitas pengembangan energi panas bumi yang dimaksud. “Sementara kami baru berupaya interogasi dari perusahaan dan warga,” ungkapnya. Wakil Bupati Duga Ada Kebocoran Aktivitas Well Test Wakil Bupati Mandailing Natal Atika Azmi Utammi mengatakan, ada dugaan kebocoran dari aktivitas well test pada T-11 milik PT SMGP. “Pemerintah kabupaten (Pemkab) merasa resah dan prihatin atas kejadian berulang ini. Kami meminta perusahaan menghentikan sementara kegiatan T-11,” katanya melalui pesan singkat kepada VOA. Menurut Atika, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) untuk meninjau kembali keberadaan PT SMGP di Mandailing Natal. “Dasar surat tersebut adalah insiden pada 6 Maret 2022 dan 24 April 2022. April lalu sudah, ini kami bersurat lagi,” ucapnya. Juru bicara PT SMGP Yani Siskartika mengatakan, semua kegiatan yang dilakukan pihaknya telah sesuai prosedur berlaku dan disaksikan tim dari Direktorat Jenderal EBTKE serta Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Mandailing Natal. “Terkait bau menyengat di area warga yang diduga menyebabkan keluhan kesehatan masih dalam investigasi. Yang jelas semua prosedur kegiatan sudah dilakukan sesuai prosedur disaksikan pihak Direktorat Jenderal EBTKE dan berbagai pihak lainnya,” ujarnya kepada VOA. [aa/em]
Jokowi: Mayoritas Perusahaan Rintisan Indonesia Gagal Berkembang
Menjamurnya perusahaan rintisan atau ‘startup’ di Tanah Air sampai detik ini, tidak sebanding dengan tingkat keberhasilannya. Apa penyebabnya
Sengketa Perusahaan Tambang di Indonesia: China Didesak Tingkatkan Standar Perlindungan Lingkungan
Sekitar tiga tahun lalu pengamat mempertanyakan ancaman kerusakan lingkungan akibat kegiatan perusahaan pertambangan seng milik China di Sumatra Utara, tapi hingga saat ini masalah ini belum menemukan jalan keluar.
Pemerintah Klaim Sudah Identifikasi Peretas “Bjorka”
Menko Polhukam Mahfud MD hari Rabu (14/9) mengklaim bahwa pemerintah telah mengidentifikasi peretas data pemerintah bernama Bjorka.
Tiga Tahun La Nina Bersambung, Banjir Mengepung Tanah Air di Tengah Kemarau
Dalam tiga tahun terakhir, La Nina tak pernah absen menyambangi wilayah Indonesia. Fenomena interaksi antara atmosfer dan suhu muka laut (SML) tersebut telah mengakibatkan kemarau basah dan banjir di sejumlah daerah di bulan-bulan yang seharusnya kering.
Isu Keamanan Siber Kembali Mengemuka dengan Peretasan Bjorka
Peretasan oleh Bjorka menjadi perhatian banyak pihak, termasuk ancaman pembukaan berbagai informasi penting, hingga dokumen rahasia Istana. Meski pemerintah membantah informasi yang diungkap adalah rahasia atau penting, banyak pihak berharap pembobolan data itu menjadi pelajaran bagi pemerintah RI.