Para pakar dan peneliti dari AS dan Indonesia membedah masalah hutan, bencana, dan transisi energi di Indonesia, dalam konferensi yang digelar baru-baru ini di University of Maryland. Mereka menegaskan pentingnya peran Indonesia dalam pengurangan emisi dan adaptasi iklim di kancah global.
Category: Indonesia di Amerika
Pengusaha Restoran Asal Indonesia di AS Peduli Sampah Makanan
Menurut lembaga nirlaba internasional yang menggagas gerakan restoran ramah lingkungan, The Green Restaurant Association, sebuah restoran rata-rata menghasilkan 11 ribu hingga 34 ribu kilogram sampah makanan per tahunnya. Bagaimana diaspora Indonesia di Amerika yang memiliki usaha makanan mengurangi jumlah sampah makanan yang dihasilkan restoran mereka Sampah makanan adalah makanan yang tidak termakan, mulai dari yang tersisa di piring hingga yang sudah kedaluwarsa. Di AS, hampir 40 persen makanan yang diproduksi berakhir menjadi sampah makanan. Ivar Setiawan, diaspora Indonesia yang memiliki restoran “Motier French Pastry & Cuisine” di kota Clifton, negara bagian Virginia, memprihatinkan hal itu. Untuk meminimalkan sampah makanan dari restoran makanan Prancis tersebut, Ivar berusaha seakurat mungkin memprediksi seberapa banyak porsi makanan yang akan dijual untuk satu minggu ke depan. “Untuk makanan yang berlebihan, bagusnya kita memiliki organisasi yang bagus di dapur, jadi tidak pernah terlalu banyak yang terbuang, selalu terjual atau kita makan sebelum masa berlakunya habis,” komentarnya. Bagi Artha Rini, pemilik “Artha Rini Indonesian Restaurant” di Kensington, negara bagian Maryland, mengatur jumlah porsi makanan yang akan dijual memang merupakan salah satu cara yang dilakukannya. Dia bersyukur setiap harinya hampir semua makanan yang dijajakan di sana habis terjual. . “Kalau pun di-warmer (dihangatkan, red) masih ada yang lebih, pas kita closing (tutup, red), biasanya aku bagi-bagi ke karyawan. ‘Mau nggak bawa ini, atau bawa itu.’ Jadi mereka yang bawa pulang. Alhamdulillah tidak ada yang terbuang,” jelasnya. Namun, ada satu hal yang tidak bisa dihindari kata Artha Rini, “Paling yang kebuang adalah makanan dari customer (pelanggan, red) yang tidak dihabiskan. Yang kebuang malah seperti itu.” Eny Thahja, diaspora Indonesia pemilik restoran “Capital Musubi” yang menjual makanan khas Hawaii di Chantilly, Virginia, memiliki strategi lain untuk meminimalkan kemungkinan menghasilkan sampah. “Jadi kita mempraktikan just in time inventory, maksudnya semua (bahan) makanan yang datang itu harus fresh, kita proses, tahan untuk sehari dua hari, setelah itu harus habis. Jadi yang jadi sampah itu sedikit sekali,” sebut Eny. Selain memperhitungkan secara seksama statistik jumlah konsumen pada jam yang ramai dan sepi, yang diperhatikan Eny adalah “Dan nomor satu itu yang penting training employee-nya, harus waspada dengan penyiapan makanan. Jadi jangan over prep (mempersiapkan secara berlebihan, red).” Agung Putra, pemilik food truck “Bli Man Kitchen”, baru menjalankan bisnisnya sejak bulan Agustus lalu di Maryland dan Virginia. Ia juga memperhitungkan jumlah pelanggan di tiap lokasi agar tidak berlebihan mempersiapkan makanan. Seperti kebanyakan pemilik restoran lainnya, Agung juga berupaya agar semua bahan makanan tetap segar sehingga dapat dimanfaatkan kembali. “Biasanya kita mempersiapkan bahan-bahan itu sehari sebelum event yang kita datangi. Jadi sayur-sayuran, ikan, meat, atau chicken yang kita pakai itu fresh sekali. Tidak perlu menyimpannya terlalu lama,” jelas Agung. Sama halnya dengan Artha Rini, Agung tidak membuang begitu saja makanan yang tidak terjual. “Kita seringkali kasih ke keluarga kita dulu, kemudian teman-teman dan kita juga sering kasih ke gereja,” sebutnya. Restoran merupakan sumber sampah makanan terbesar kedua di Amerika setelah rumah tangga. Badan Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection Agency/EPA) dan Departemen Pertanian AS berencana mengurangi jumlah limbah makanan hingga setengahnya pada tahun 2030. [ii,lj/ab]
Majukan Jaringan Telekomunikasi dan Pendidikan, Satelit SATRIA-1 Diluncurkan dari Cape Canaveral
Indonesia pada Minggu (18/6) berhasil meluncurkan Satelit Republik Indonesia (SATRIA) 1 dari Cape Canaveral, Florida, Amerika. Peluncuran dengan roket Falcon 9 milik Space Exploration Technologies Corp. atau dikenal sebagai SpaceX ini merupakan bagian dari strategi untuk mewujudkan visi menjadi salah satu dari lima negara dengan tingkat ekonomi terbesar di dunia. Peluncuran tersebut sekaligus menjadikan Indonesia sebagai pemilik satelit terbesar kelima di dunia dan nomor satu di Asia. Melalui laman Instagramnya, Presiden Joko Widodo mengatakan peluncuran SATRIA-1 merupakan bagian dari upaya pemerintah “dalam pemerataan pembangunan infrastruktur digital di pusat pelayanan publik di seluruh Indonesia.” Dihubungi VOA melalui telepon, Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Rosan Perkasa Roeslani mengatakan sangat bersyukur dengan lancarnya peluncuran SATRIA-1. “Alhamdulillah peluncuran Satelit SATRIA 1 telah berjalan dengan baik sesuai harapan, dan rencana kita semua. Satelit terbesar di Indonesia ini akan memberikan asas manfaat yang sangat besar kepada rakyat Indonesia secara keseluruhan di berbagai bidang,” ujarnya. Hal senada disampaikan Mahfud MD, Menkopolhukam yang juga Plt. Menkominfo melalui Instagram. Secara khusus ia berharap agar “SATRIA-1 akan meratakan akses internet, terutama untuk keperluan pendidikan, kesehatan, dan layanan pemerintah untuk masyarakat di berbagai wilayah Tanah Air, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terpencil.” Sementara Plt. Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informasi Arief Tri Hardiyanto berharap SATRIA-1, yang akan menempati orbit 146 derajat BT tepat di atas Pulau Papua, akan beroperasi dengan baik. “Alhamdulillah tadi peluncuran berlangsung dengan baik. Ini capaian yang sangat hebat dan keberhasilan atas doa seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya setelah menyaksikan langsung peluncuran SATRIA-1. Setelah ini SATRIA-1 akan dipantau oleh Thales Alenia Space untuk memastikan agar seluruh perangkat berfungsi dengan baik. “Semoga seluruh tahapan berjalan lancar hingga dapat menempati orbit pada November 2023,” tambah Arief. Satelit komunikasi multi-fungsi untuk koneksi internet dan jaringan telekomunikasi lainnya yang bernilai sekitar Rp20,7 triliun ini diproyeksikan akan meningkatkan layanan bagi masyarakat di fasilitas publik, dan memajukan pendidikan serta ekonomi pedesaan dari Sabang hingga Merauke. Satelit ini dibangun oleh Thales Alenia Space, sebuah perusahaan Prancis yang memusatkan perhatian pada piranti luar angkasa, dan dikembangkan oleh sejumlah konsorsium Indoensia, antara lain PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Nusantara Satelit Sejahtera, PT Pintar Nusantara Sejahtera, dan PT Dian Semesta Sentosa. [em/jm]