Dubai, UEA — Hampir 200 negara pada Rabu (13/12) sepakat untuk beralih dari bahan bakar fosil yang menyebabkan pemanasan global, yang merupakan pertama kalinya mereka membuat janji penting dalam beberapa dekade perundingan iklim PBB. Meskipun banyak yang memperingatkan bahwa perjanjian tersebut masih memiliki kekurangan yang signifikan. Perjanjian tersebut disetujui tanpa protes yang dikhawatirkan banyak orang, dan lebih kuat dari rancangan yang diajukan pada awal pekan, yang membuat marah sejumlah negara. Namun perjanjian ini tidak menyerukan penghentian penggunaan minyak, gas, dan batu bara secara bertahap, dan hal ini memberikan ruang gerak yang signifikan bagi negara-negara dalam “transisi” untuk meninggalkan bahan bakar tersebut. Dalam beberapa menit setelah pembukaan sesi pada Rabu, Presiden COP28 Sultan al-Jaber menyetujui dokumen utama tersebut, sebuah evaluasi tentang betapa tidak sejalannya dunia dalam hal iklim dan bagaimana cara untuk bangkit kembali, tanpa memberikan kesempatan bagi para pengkritik untuk berkomentar. Dokumen tersebut merupakan bagian penting dari perjanjian Paris tahun 2015 dan tujuan yang disepakati secara internasional untuk mencoba membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius di atas masa pra-industri. Target tersebut disebutkan sebanyak 13 kali dalam dokumen inventarisasi, dan al-Jaber berulang kali menyebutnya sebagai “bintang utara”. Sejauh ini suhu dunia telah memanas sebesar 1,2 derajat Celsius sejak pertengahan tahun 1800-an. Beberapa menit setelah al-Jaber menyelesaikan dokumen tersebut, pemimpin delegasi Samoa, Anne Rasmussen, atas nama negara-negara kepulauan kecil, mengeluh bahwa mereka bahkan tidak hadir ketika al-Jaber mengatakan kesepakatan telah selesai. Kesepakatan itu juga mencakup seruan untuk melipatgandakan penggunaan energi terbarukan dan menggandakan efisiensi energi. Pada awal perundingan, konferensi tersebut mengadopsi dana khusus untuk negara-negara miskin yang terkena dampak perubahan iklim dan negara-negara tersebut memberikan dana sebesar hampir AS $800 juta. Kesepakatan tersebut menyatakan bahwa transisi akan dilakukan sedemikian rupa sehingga dunia mencapai nol emisi gas rumah kaca pada tahun 2050 dan polusi karbon mencapai puncaknya pada tahun 2025, namun memberikan ruang gerak bagi negara-negara seperti China untuk mencapai puncaknya belakangan. [ns/jm]
Category: Dunia
Negara-negara Sepakati Transisi Dari Bahan Bakar Fosil dalam KTT Iklim PBB
Para delegasi dari hampir 200 negara hari Rabu sepakat pada KTT iklim PBB di Dubai untuk beralih dari penggunaan bahan bakar fosil. Kesepakatan itu dicapai setelah perundingan dua pekan dan ditujukan pada…
Di COP28, Ukraina dan Palestina Sampaikan Argumen Masing-masing
Dubai, UEA — Tidak terpengaruh oleh perang di dalam negeri, delegasi dari Ukraina dan wilayah Palestina berpartisipasi secara aktif di KTT Iklim atau COP28. Mereka bertekad untuk menarik perhatian tidak hanya pada ancaman lingkungan yang dihadapi tanah air mereka, tetapi juga untuk menekankan posisi mereka dalam komunitas global. Ukraina, yang menghadiri konferensi internasional COP yang kedua, menggunakan paviliunnya di Dubai untuk menyoroti kerusakan lingkungan yang parah akibat invasi Rusia dan mengusulkan langkah-langkah pencegahan terhadap ekosida dalam skala global. Ruslan Strilets, Menteri Perlindungan Lingkungan dan Sumber Daya Alam Ukraina, mengatakan kepada VOA bahwa tujuan delegasi tersebut tidak hanya menunjukkan dampak perang terhadap lingkungan dan iklim, namun juga untuk menyatukan dan melibatkan komunitas internasional dalam mencapai keadilan dan perdamaian. Ukraina berkomitmen untuk memerangi perubahan iklim, tambah Strilets. “Meskipun terjadi perang, Ukraina sedang menyelesaikan pengembangan arsitektur iklimnya dan secara konsisten memenuhi komitmen iklimnya. Pada COP28, kami ingin mengumpulkan lebih banyak mitra di seluruh negara kami demi masa depan yang lebih hijau bagi Ukraina dan seluruh dunia,” katanya. Eksposisi paviliun Ukraina disusun menjadi tiga blok utama. Satu blok menceritakan ledakan dahsyat di bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air Kakhovka pada bulan Juni, yang membanjiri puluhan kota dan desa serta merenggut lebih dari 50 nyawa. Blok kedua menggambarkan upaya Ukraina untuk segera membangun kembali apa yang telah dihancurkan oleh perang, dan blok ketiga merinci dampak buruk perang terhadap lingkungan. Di paviliun Palestina, Ahmed Abuthaher, Direktur Jenderal Otoritas Kualitas Lingkungan yang berbasis di Tepi Barat mengatakan kepada VOA bahwa delegasinya berada di Dubai “untuk memberitahu masyarakat agar memandang kami sebagai aktivis kemanusiaan dan konferensi ini adalah untuk kemanusiaan.” “Untuk perubahan iklim, kami perlu memiliki akses yang mudah terhadap sumber daya keuangan. Kami mengalami kekurangan air dan di beberapa daerah terjadi penggurunan,” katanya, seraya mengungkapkan harapan akan bantuan dari Dana Kerugian dan Kerusakan yang diumumkan pada hari pertama konferensi. Laporan pada bulan Juni 2022 yang disiapkan oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB menyatakan bahwa 78% air pipa di Gaza tidak layak untuk dikonsumsi manusia. Menurut halaman pavilion Palestina di web resmi COP28, para pemimpin Palestina menyadari bahwa upaya kolektif lintas sektor sangat penting untuk memenuhi komitmen iklim konferensi tersebut dan memastikan masa depan yang berkelanjutan dan berketahanan. [lt/em]
Perbedaan Pandangan Bayangi Pembicaraan COP28
Para perunding pada konferensi iklim COP28 di Dubai masih berbeda pendapat mengenai masa depan bahan bakar fosil pada Minggu (10/12), ketika pembicaraan di KTT Dubai memasuki tahap akhir. Pertanyaan terkait apakah dunia harus, untuk pertama kalinya, menyepakati berakhirnya era minyak telah menjadi inti konferensi internasional, di mana hampir 200 negara berupaya mencari solusi terhadap perubahan iklim. Sebuah koalisi yang terdiri lebih dari 80 negara, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara-negara kepulauan kecil, mendorong tercapainya kesepakatan yang mencakup pernyataan untuk “menghapuskan” minyak, gas, dan batu bara, namun mendapat tentangan keras yang dipimpin oleh kelompok produsen minyak OPEC dan sekutunya. OPEC mengeluarkan surat kepada anggota dan para pendukungnya pada 6 Desember yang meminta mereka untuk menentang bahasa apa pun, yang menarget bahan bakar fosil dalam kesepakatan COP28, dan para perunding mengatakan kepada kantor berita Reuters, bahwa delegasi tersebut tampaknya mengindahkan seruan demikian. “Saya pikir ada posisi yang masih cukup mengakar,” kata Adam Guibourgé-Czetwertyński, Wakil Menteri Iklim Polandia, yang memimpin delegasi COP28 negara tersebut. “Kita sudah mendekati akhir, dalam hal waktu yang dialokasikan untuk negosiasi. Namun kita belum sampai pada hasil akhir,”tambahnya. Produsen minyak terbesar dan secara de facto pemimpin OPEC, yaitu Arab Saudi, bersama dengan Rusia dan negara-negara lain, berpendapat bahwa fokus COP28 harus pada pengurangan emisi, bukan menarget sumber bahan bakar yang menyebabkan emisi tersebut. Utusan utama iklim China, Xie Zhenhua, mengatakan pada Sabtu bahwa kesepakatan COP28 hanya dapat dianggap sukses, jika mencakup kesepakatan mengenai bahan bakar fosil, meskipun ia tidak mengatakan apakah Beijing akan mendukung kesepakatan “penghentian bertahap” tersebut. Ia mengatakan, COP28 adalah pertemuan puncak iklim tersulit dalam kariernya. Negara-Negara Setujui Komitmen Versi terbaru dari teks perundingan, yang dirilis pada Jumat, menunjukkan bahwa negara-negara masih mempertimbangkan serangkaian pilihan, mulai dari menyetujui “penghentian penggunaan bahan bakar fosil berdasar pada ilmu pengetahuan terbaik yang ada”, hingga penghentian bertahap “bahan bakar fosil yang tidak dapat dihentikan,” hingga tanpa rincian sama sekali. Mengurangi bahan bakar fosil biasanya berarti mengurangi dampak iklim dengan menangkap dan menyimpan emisi karbon dioksida, atau menggunakan penyeimbang lainnya. Penangkapan karbon berbiaya mahal dan belum terbukti dalam skala besar. Tiga sumber mengatakan kepada Reuters bahwa kepresidenan COP28 tidak bermaksud untuk merilis rancangan lain hingga Senin, sesuatu yang akan memberi waktu satu hari penuh bagi para negosiator untuk menyelesaikan perbedaan pendapat, menjelang berakhirnya konferensi yang dijadwalkan pada Selasa sebelum tengah hari. “Ini semakin mendekati titik akhir, sehingga teks baru benar-benar harus menemukan area konvergensi yang jauh melampaui kondisi kita saat ini,” kata Rachel Cleetus, direktur kebijakan di Union of Concerned Scientist atau serikat ilmuwan peduli. Konferensi ini telah menghasilkan banyak komitmen dari negara-negara untuk mencapai target seperti meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan tenaga nuklir sebanyak tiga kali lipat, mengurangi penggunaan batu bara, dan mengurangi emisi gas rumah kaca metana. Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pada Minggu bahwa janji-janji ini, jika dipenuhi, akan menurunkan emisi gas rumah kaca terkait energi global sebesar 4 miliar metrik ton setara karbon dioksida pada 2030. Meskipun cukup besar, angka tersebut hanya merupakan sepertiga dari kesenjangan emisi yang perlu diatasi dalam enam tahun ke depan, untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, sebagaimana disepakati dalam Perjanjian Paris tahun 2015, kata IEA. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, yang berbicara di Forum di Doha, mendesak para pemimpin konferensi iklim COP28 untuk menyetujui pengurangan emisi secara besar-besaran dan menghentikan pemanasan global yang melebihi 1,5 derajat Celcius (2,7 derajat Fahrenheit). Guterres mengatakan meskipun ada komitmen, emisi berada pada rekor tertinggi dan bahan bakar fosil adalah penyebab utamanya. “Saya mendesak para pemimpin di COP28 di Dubai untuk menyetujui pengurangan emisi yang besar, sejalan dengan batas 1,5 derajat,” katanya. [ns/lt]
Perundingan Iklim COP28 Temui Jalan Buntu di Tengah Harapan dan Hambatan
Setelah tindakan cepat dan kesepakatan yang jarang terjadi pada hari pertama, para perunding pada pertemuan puncak iklim PBB (COP28) yang penting pada hari Rabu (6/12) mengakhiri minggu pertama mereka dengan kondisi yang tidak asing bagi mereka: masa suram di mana momentum dan hambatan saling terkait. “Negosiasi, seperti yang sering terjadi, saat ini situasinya beragam. Kami melihat perbedaan besar antara masing-masing negara dalam beberapa bidang, tetapi ada keinginan untuk membuat kemajuan,” kata utusan iklim Jerman Jennifer Morgan. Utusan Khusus AS John Kerry mengatakan, “Kami telah melakukan banyak hal dalam minggu pertama ini dan kami telah mencapai hal-hal nyata.” Para pendukung yang menyerukan penghapusan bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara memiliki harapan untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, namun mereka juga melihat kemungkinan dampaknya akan gagal. Isu-isu utama mengenai bantuan keuangan bagi negara-negara miskin untuk melakukan dekarbonisasi dan bagaimana beradaptasi pada pemanasan memerlukan lebih banyak upaya, kata para pejabat. Suasana demikian berbeda dengan hari pertama ketika konferensi tersebut memberlakukan dana kompensasi iklim – yang disebut kerugian dan kerusakan – dan mulai menghasilkan dana yang bertambah hingga lebih dari $720 juta. Kepala urusan Iklim PBB Simon Stiell pada hari Rabu memperingatkan agar peserta konferensi tidak menganggap kemenangan tersebut telah selesai dan menganggapnya telah memecahkan masalah bantuan keuangan bernilai triliunan dolar yang diperlukan untuk membantu mengurangi emisi di seluruh dunia. Diskusi-diskusi terfokus pada apa yang disebut sebagai Global Stocktake (evaluasi dan pencatatan global) – suatu status di mana negara-negara sudah mencapai target iklim masing-masing untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius dibandingkan dengan masa pra-industri dan bagaimana negara-negara mencapainya. Pada hari Selasa, para perunding menghasilkan rancangan baru dari naskah tersebut, namun terdapat begitu banyak kemungkinan dalam dokumen itu sehingga tidak ada banyak petunjuk tentang apa yang akan disepakati ketika sesi berakhir minggu depan. [lt/jm]
Pengunjuk Rasa yang Frustasi Berusaha Menekan Para Delegasi di COP28
Suara keras, marah dan frustrasi dari para pengunjuk rasa menyambut delegasi dalam Konferensi Iklim PBB, COP28, di Dubai pada Selasa (5/12). Ina Maria Shikongo, aktivis iklim dari Namibia, menjadi salah satu di antara para pengunjuk rasa tersebut. “Kemajuannya sangat lambat dan kita semua tahu bahwa ada konflik kepentingan yang sangat besar, yang terlihat di negara ini. Dan kita juga bisa melihat bagaimana suara masyarakat ditindas,” ujar Shikongo. Para pengunjuk rasa di luar lokasi acara menyerukan lebih banyak penggunaan energi terbarukan, penghentian penggunaan bahan bakar fosil, dan apa yang mereka sebut “transisi yang adil” dari bahan bakar fosil. Para aktivis mengadakan serangkaian acara dan aksi pada hari Selasa di KTT iklim PBB yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan terhadap peserta konferensi, agar setuju untuk menghentikan pemakaian batu bara, minyak dan gas, yang bertanggung jawab atas sebagian besar emisi dunia, dan beralih ke energi ramah lingkungan, dengan cara yang adil. Pertanyaan tentang cara menangani bahan bakar fosil menjadi inti pembicaraan dari konferensi, yang muncul setelah satu tahun rekor suhu panas dan cuaca ekstrem yang merusak di seluruh dunia. Sharif Jamil, aktivis dan pemimpin LSM dari Bangladesh turut bersuara. “Pemerintah benar-benar, pola pikir dan psikologi mereka sangat berlawanan dengan apa yang dipikirkan masyarakat. Namun hal positifnya adalah masyarakat mendengarkan kami. Masyarakat semakin sadar dan bersatu. Jadi, ketika masyarakat semakin bersatu, maka pemerintah harus mendengarkan kita,” kata Jamil. Bahkan ketika penggunaan energi ramah lingkungan terus meningkat, sebagian besar perusahaan energi berencana untuk terus melakukan upaya agresif dalam memproduksi bahan bakar fosil di masa depan. [ns/jm]
Aktivis Protes Industri Bahan Bakar Fosil di KTT Iklim COP28
Para aktivis, Selasa (5/12), memprotes kehadiran industri minyak, gas, dan batu bara pada KTT PBB COP28 di Dubai. Mereka menuntut diakhirinya penggunaan bahan bakar fosil, yang merupakan sumber utama penyebab perubahan iklim.
Polusi Udara Melonjak Saat Dubai Jadi Tuan Rumah COP28
Kabut asap yang dinilai “tidak sehat” hari Minggu (3/12) menyelimuti cakrawala Dubai yang gemerlap, saat ribuan delegasi menghadiri konferensi COP28 yang didedikasikan untuk membahas dampak buruk polusi udara. Indeks kualitas udara mencapai 155 mikrogram per meter kubik polusi PM2.5. Menurut WAQI.info, sebuah pelacak polusi real-time, PM2.5 adalah identifikasi untuk partikel halus yang paling berbahaya karena dapat masuk ke dalam aliran darah. Situs web itu memperingatkan, dalam kualitas udara yang “tidak sehat”, maka “semua orang mungkin mulai mengalami dampak kesehatan terhadap mereka,” dan “anggota kelompok yang sensitif dapat mengalami efek kesehatan yang lebih serius.” Kondisi kabut telah terlihat selama beberapa hari pertama COP28, di mana para perunding berupaya menghasilkan kesepakatan global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meredam perubahan iklim. Sekitar 80.000 orang telah terdaftar untuk ambil bagian dalam pembicaraan iklim PBB di Uni Emirat Arab ini, salah satu produsen minyak terbesar di dunia. Ini merupakan jumlah peserta KTT Iklim terbanyak dalam sejarah. Hari Minggu ditetapkan sebagai hari “kesehatan” di COP28, di mana topik-topik yang dibahas mencakup isu kualitas udara dan dampak perubahan iklim yang tidak sehat. Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, polusi udara luar ruangan yang disebabkan oleh emisi bahan bakar fosil telah membunuh lebih dari empat juta orang setiap tahunnya. Ini dikarenakan meningkatnya risiko penyakit pernapasan, stroke, penyakit jantung, kanker paru-paru, diabetes, dan masalah-masalah lainnya. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh mikropartikel PM2.5, yang sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil yang dibakar untuk transportasi dan industri. COP28 berlangsung sekitar 11 kilometer dari Kompleks Desalinasi dan Jebel Ali Power, pembangkit listrik berbahan bakar gas terbesar di dunia. Pencemar lain di dekatnya termasuk pelabuhan Jebel Ali dan bandara internasional Al Maktoum. Sekitar 200 kilometer ke arah barat terdapat ladang minyak Bab di Abu Dhabi. [em/lt]
COP28 Fokus pada Dampak Pemanasan Global terhadap Penularan Penyakit
Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 atau COP28 kini berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Pada hari Minggu (3/12), perundingan itu berfokus pada hubungan antara pemanasan yang terjadi di planet Bumi dan penyakit menular yang berdampak pada kesehatan manusia.
Badan Prakiraan Cuaca AS Prediksi Badai Geomagnetik yang Kuat pada Sabtu
Badan Prakiraan Cuaca AS telah mengeluarkan peringatan mengenai badai magnetik yang kuart yang akan berlangsung pada Sabtu (2/12). Lembaga tersebut menyebutkan badai akan berdampak pada sistem komunikasi dan listrik di belahan bumi utara akibat jumlah lidah api matahari yang cukup banyak ditemukan pada matahari. Dalam pernyataan yang dirilis di situsnya, lembaga tersebut mengatakan G3, atau kondisi badai geomagnetik yang kuat, terpantau muncul dari pukul 09.00 hingga 12.00 UT pada Jumat (1/12). Badai geomagnetik, ujar lembaga tersebut, adalah “gangguan besar terhadap lahan magnetik di bumi, dan seringkali muncul dalam intensitas yang berbeda dalam beberapa jam.” Lembaga itu juga mengatakan peningkatan aktivitas geomagnetik yang terjadi utamanya disebabkan oleh injeksi massa korona (CME) dari matahari yang disertai dengan lidah api matahari sedang yang terpantau pada Selasa (28/11). Injeksi massa korona tersebut bergabung dengan sejumlah CME lainnya yang lebih kecil yang telah lebih dulu bergerak menuju bumi. CME adalah erupsi kuat pada permukaan matahari yang menyebabkan keluarnya sekian ton gas super panas dan radiasi ke luar angkasa. Sejumlah CME itu biasanya bergerak menuju bumi. Walaupun radiasi yang berbahaya dari lidah api tidak dapat menembus atmosfer bumi dan berdampak langsung terhadap manusia, namun jika lidah api matahari tersebut cukup kuat, mereka dapat mengganggu lapisan di atmosfer di mana GPS dan sejumlah sinyal sistem komunikasi lainnya bergerak. Lembaga itu mengatakan pihaknya telah memperingati sejumlah operator seperti perusahaan listrik, untuk mengambil langkah pencegahan untuk memitigasi sejumlah kemungkinan yang dapat terjadi. Dampak yang paling terasa dari badai geomagnetik adalah adalah munculnya aurora borealis, yang juga dikenal dengan fenomena cahaya utara. The Washington Post mengatakan pada Jumat (1/12) sejumlah penampakan aurora terlihat disejumlah wilayah seperti di sebelah barat daya Arizona di AS. Laporan lain menyebutkan aurora juga tampak muncul di Australia dengan sejumlah postingan di media sosial yang memperlihatkan fenomena tersebut. [rs]