Ketika bencana terkait perubahan iklim melonjak di berbagai belahan dunia, semakin penting upaya-upaya internasional untuk bersiap menghadapi krisis, memperkecil risiko jatuhnya korban dan membantu negara-negara miskin pulih dari kekeringan, banjir dan kebakaran.
Category: Dunia
Laporan PBB: Sebagian Besar Negara Tak Penuhi Janji Mereka Untuk Redam Pemanasan Global
Dari semua negara yang berkomitmen untuk memperbarui upaya untuk memerangi perubahan iklim pada KTT Iklim PBB tahun lalu (COP26), hanya segelintir yang benar-benar menindaklanjuti janji mereka, menurut laporan yang diterbitkan PBB pada Rabu (26/10). Masing-masing dari ke-193 negara yang terlibat dalam COP26 telah membuat rencana untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, yang memerangkap panas di atmosfer Bumi. Ketika diberikan bukti bahwa rencana yang mereka miliki saat ini tidak cukup untuk mencegah planet Bumi mengalami pemanasan lebih dari 1,5 derajat Celcius di atas tingkat praindustri – titik yang diyakini para ilmuwan menjadi ambang batas bencana iklim yang menghancurkan – negara-negara peserta pun berjanji akan merevisinya. Laporan yang diterbitkan pada Rabu, yang mengumpulkan semua rencana aksi iklim itu, menemukan bahwa dari seluruh peserta, hanya 24 negara yang telah mengambil tindakan untuk meningkatkan upaya mereka mengurangi emisi. “Di KTT Iklim PBB di Glasgow [Skotlandia] tahun lalu, semua negara setuju untuk meninjau kembali dan memperkuat rencana iklim mereka,” kata Simon Stiell, sekretaris eksekutif Perubahan Iklim PBB, dalam sebuah pernyataan yang diberikan kepada media. “Fakta bahwa hanya terdapat 24 rencana iklim baru atau yang diperbarui yang diajukan sejak COP26 sungguh mengecewakan. Keputusan dan tindakan pemerintah harus mencerminkan tingkat urgensi, besarnya ancaman yang kita hadapi, dan betapa pendeknya waktu yang kita miliki untuk menghindari konsekuensi yang menghancurkan dari perubahan iklim yang tak terkendali,” tambah Stiell. COP27 di Depan Mata Laporan itu dikeluarkan kurang dari dua minggu sebelum KTT Iklim PBB berikutnya, COP27, dijadwalkan untuk digelar di Sharm el-Sheikh, Mesir. Cherelle Blazer, direktur senior Kampanye Iklim dan Kebijakan Internasional Sierra Club, mengatakan kepada VOA bahwa analisis PBB tidak mengejutkan para aktivis yang melacak komitmen berbagai negara. “Isi laporan itu akurat, dan saya sangat senang bahwa sebelum konferensi itu digelar, mereka memberitahu semua pihak di mana posisi mereka masing-masing dan bahwa kita harus berusaha lebih baik dengan sangat jelas. Kita harus berusaha untuk terus berada di jalur yang tepat dan memahami persis apa yang jadi pertaruhannya,” kata Blazer. Beberapa Kabar Baik Meskipun temuan dari keseluruhan laporan itu mungkin mengecewakan, tetap terdapat beberapa bukti bahwa setidaknya ada kemajuan yang tercipta secara terbatas. Meskipun penilaian rencana-rencana iklim saat ini oleh Perubahan Iklim PBB menunjukkan bahwa emisi akan naik 13,7 persen pada 2030 dan terus naik setelahnya, komitmen-komtitmen baru telah mengubah hasil analisis organisasi itu. Bila semua negara menepati janji mereka, maka emisi hanya akan naik 10,6 persen antara saat ini hingga 2030, dan akan mulai menurun setelahnya, meskipun bukan pada tingkat yang diharapkan oleh para ilmuwan. “Tren penurunan emisi yang diharapkan pada tahun 2030 menunjukkan bahwa negara-negara telah membuat beberapa kemajuan tahun ini,” kata Stiell. “Namun perhitungan sainsnya sudah jelas, demikian juga target iklim kita berdasarkan Perjanjian Paris. Kita masih belum mendekati skala dan kecepatan penurunan emisi yang dibutuhkan agar kita bisa membatasi kenaikan suhu pada 1,5 derajat Celcius. Agar target ini bisa tercapai, pemerintah berbagai negara harus memperkuat rencana aksi iklim mereka sekarang dan menerapkannya dalam delapan tahun ke depan.” Laporan itu memperingatkan bahwa tanpa perubahan signifikan, planet Bumi akan jauh melampaui kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius, di mana pada abad selanjutnya, suhu bumi bisa menjadi 2,1 hingga 2,9 derajat Celcius lebih tinggi. [rd/rs]
Sekjen PBB Sebut Ketergantungan Bahan Bakar Fosil Secara Terus Menerus ‘Bodoh’
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Rabu (26/10) mengatakan, merupakan hal yang “bodoh” apabila dunia terus bergantung pada bahan bakar fosil, karena hal itu memicu kondisi darurat iklim yang sekarang sedang terjadi. “Jika dunia, terutama Eropa, selama dua dekade terakhir telah berinvestasi besar-besaran pada energi terbarukan, kita tidak akan menghadapi krisis energi yang kita hadapi saat ini,” kata Guterres dalam wawancara dengan BBC. “Dan harga minyak dan gas pun tidak akan setinggi sekarang,” tambahnya saat menjawab pertanyaan mengenai perang di Ukraina dan konsekuensinya terhadap produksi bahan bakar fosil. “Karena kita tidak cukup berinvestasi pada energi terbarukan, kini kita yang merasakan akibatnya,” kata Guterres. Ia melanjutkan: “Hal paling bodoh adalah bertaruh pada apa yang telah menyebabkan kita mengalami bencana ini.” Menjelang pembukaan KTT Iklim PBB bulan depan di Mesir, pemimpin PBB itu mendesak negara-negara untuk berbuat lebih banyak demi memerangi pemanasan global. Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada Rabu (26/10), PBB mengatakan bahwa komitmen iklim dunia saat ini masih jauh dari target untuk membatasi kenaikan suhu bumi hingga sebesar 1,5 derajat Celcius. Komitmen itu akan membawa Bumi yang kini sudah diamuk gelombang panas, banjir dan badai yang meningkat ke bencana pemanasan global yang menghancurkan. Komitmen gabungan saat ini dari hampir 200 negara akan membawa suhu bumi naik 2,5 derajat Celcius pada akhir abad ini bila dibandingkan suhu bumi pada tingkat pra-industri, demikian bunyi laporan tersebut. Guterres mengatakan, “1,5 derajat itu masih mungkin dicapai. Tapi kita sudah hampir kehilangan harapan itu.” [rd/jm]
Data Pelanggan Asuransi Kesehatan Terbesar Australia Diretas
Perusahaan asuransi terbesar Australia, Medibank, Rabu (26/10) mengatakan, penjahat siber telah meretas data pribadi seluruh empat juta pelanggannya, pada waktu pemerintah memperkenalkan legislasi yang akan meningkatkan denda bagi perusahaan yang gagal melindungi informasi pribadi kliennya. Jaksa Agung Mark Dreyfus memperkenalkan amendemen UU Privasi itu ke parlemen hari Rabu. Ia mengatakan, “Legislasi ini akan mengirim pesan jelas bahwa pemerintah (PM Australia Anthony) Albanese menganggap serius perlindungan data, keamanan dan pribadi. Seperti yang disoroti dalam serangan siber Optus, Medibank dan MyDeal baru-baru ini, pelanggaran data berpotensi menyebabkan kerugian finansial dan emosional yang serius kepada rakyat Australia, dan ini tidak dapat diterima sama sekali.” “Pemerintah, bisnis dan organisasi-organisasi lain memiliki kewajiban untuk melindungi data pribadi rakyat Australia, bukan memperlakukannya sebagai sebagai aset komersial. UU harus mencerminkan hal ini,” imbuhnya. Pemerintah bersikap kritis terhadap perusahaan-perusahaan yang mengumpulkan data pelanggan lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menghasilkan uang dirinya dengan cara-cara yang tidak terkait dengan layanan yang memberikan informasi itu. Denda untuk pelanggaran serius UU Privasi akan ditingkatkan dari $1,4 juta sekarang ini menjadi $32 juta berdasarkan amandemen yang diusulkan. Perusahaan juga dapat didenda sebesar 30 persen dari pendapatannya selama periode tertentu jika jumlah pendapatannya melebihi $32 juta. [uh/ab]
Kota-Kota yang Kebanjiran di Australia Timur Dalam Kesiagaan Tinggi
Kota-kota yang terendam banjir di bagian timur Australia dalam kesiagaan tinggi hari Senin (24/10) setelah hujan lebat pada akhir pekan lalu. Pihak berwenang memperingatkan sistem cuaca yang ganas ini dapat bertahan hingga akhir pekan ini dan memicu luapan air baru di tepi sungai. Enam orang tewas di Australia sementara krisis banjir keempat di bagian timur negara itu memasuki pekan ketiga. PM New South Wales Dominic Perrottet mendesak warga agar menghindari mengemudi di jalan-jalan yang kebanjiran sewaktu ia melaporkan kematian seorang perempuan yang dikabarkan berupaya meninggalkan mobil yang terperangkap di tengah banjir di dekat kota Gulgong di kawasan Central West. Sekitar 200 peringatan banjir masih diberlakukan di negara bagian New South Wales dan Victoria hingga Senin pagi, dengan 122 di antaranya dikeluarkan di New South Wales, kata Perrottet. Cuaca ekstrem akan mereda pada hari Rabu hingga Sabtu, kata manager Biro Meteorologi Steven Bernasconi. [uh/ab]
Gedung Putih Rundingkan Layanan Satelit Internet ke Iran dengan Elon Musk
Gedung Putih sedang mengadakan pembicaraan dengan miliarder Elon Musk mengenai pengadaan satelit layanan internet SpaceX di Iran, demikian menurut laporan CNN, Jumat (21/10). Kantor berita itu mengutip pejabat AS yang mengetahui pembicaraan itu. Pejabat tersebut mengatakan Gedung Putih menganggap layanan internet Starlink, sebagai cara potensial untuk memungkinkan warga Iran mengakses internet, guna mengatasi larangan-larangan pemerintah. Pemerintah Iran sangat membatasi akses internet setelah sejumlah demonstrasi pecah bulan lalu menyusul kematian Mahsa Amini, usia 22 tahun yang ditahan polisi moral negara itu. “Kita siap untuk melakukan apapun yang bisa kita lakukan untuk mendukung aspirasi rakyat Iran,” kata seorang pejabat senior pemerintah AS kepada CNN. “Pada saat yang sama, ini benar-benar sebuah gerakan Iran yang dipimpin oleh perempuan muda dan menyebar ke berbagai aspek masyarakat lainnya. Dan kita tidak ingin menghalangi gerakan mereka,” kata pejabat itu. Gedung Putih belum menanggapi permintaan VOA untuk berkomentar. Starlink, yang menggunakan sejumlah satelit untuk memancarkan layanan internet ke terminal di darat, telah menyediakan layanan internet ke Ukraina sejak invasi Rusia ke negara itu. CNN pada pekan lalu melaporkan SpaceX telah meminta Pentagon untuk membayar puluhan juta dolar per bulan guna mendanai Starlink di Ukraina. Menyusul laporan berita tentang permintaan tersebut, Musk di Twitter menulis bahwa ia telah membatalkan permintaan pembayaran tersebut. Belum jelas apakah Starlink menginginkan dana dari pemerintah AS untuk memungkinkannya beroperasi di Iran. Amini ditangkap 13 September oleh polisi moral Iran karena “mengenakan jilbab secara tidak benar.” Ia meninggal tiga hari kemudian saat berada dalam tahanan polisi, memicu demonstrasi luas di seluruh negeri. [my/pp]
Kelompok HAM: Gelombang Penindasan di Vietnam Ancam Target Iklim
Gelombang baru penindasan di Vietnam membahayakan kemajuan dalam mengatasi perubahan iklim, kata kelompok-kelompok HAM kepada Sekjen PBB Antonio Guterres, Jumat (21/10), saat ia memulai kunjungannya ke Hanoi. Vietnam, yang ekonominya sangat bergantung pada batu bara, telah berkomitmen untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada tahun 2050. Namun, rezim otoriter telah menjatuhkan hukuman penjara kepada empat aktivis lingkungan tahun ini. Mereka dihukum atas tuduhan penggelapan pajak yang “dibuat-buat”, kata kelompok-kelompok itu dalam sebuah surat terbuka kepada Guterres. “Tahanan-tahanan politik ini adalah korban simbolik gelombang baru penindasan di Vietnam. Penindasan berupa pelecehan yudisial ini mengancam kemajuan dalam memerangi perubahan iklim,” kata surat yang ditandatangani oleh 15 kelompok HAM, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch. Guterres, yang berada di Ibu Kota Vietnam untuk memeringati 45 tahun bergabungnya negara itu ke PBB, pada Juli memperingatkan bahwa umat manusia menghadapi “bunuh diri kolektif” karena krisis iklim. Surat itu mendesak Guterres untuk “menyerukan secara terbuka kepada pemerintah Vietnam agar membebaskan” Nguy Thi Khanh, Mai Phan Loi, Bach Hung Duong, dan Dang Dinh Bach selama kunjungannya. Khanh, seorang juru kampanye iklim dan energi yang memenangkan Penghargaan Lingkungan Goldman pada tahun 2018, dijatuhi hukuman dua tahun penjara pada bulan Juni. Sebagai pendiri Green ID, salah satu organisasi lingkungan paling terkemuka di Vietnam, Khanh termasuk di antara sedikit orang di negara komunis itu yang menentang rencana pemerintah untuk meningkatkan tenaga batu bara. Dang Dinh Bach, seorang pengacara komunitas dan pekerja LSM, aktif menyuarakan kepedulian lingkungan dengan mengadovaksi mereka yang kesehatan dan mata pencahariannya terancam oleh proyek-proyek batu bara dan industri-industri kotor lainnya. Ia divonis lima tahun penjara. Kelompok-kelompok HAM mendesak pemerintah Vietnam untuk mengklarifikasi kewajiban pajak LSM. Mereka memperingatkan bahwa peraturan saat ini membuka peluang terjadinya serangan bermotif politik terhadap organisasi-organisasi masyarakat sipil. Guterres akan bertemu dengan Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc dan mengunjungi tugu peringatan Ho Chi Minh sebelum menghadiri upacara memperingati 45 tahun bergabungnya Vietnam ke PBB, Jumat. [ab/uh]
Perubahan Iklim Dapat Tingkatkan Risiko Penyebaran Virus
Iklim yang memanas bisa menyebabkan virus di kawasan Artik bersinggungan dengan lingkungan dan inang atau pembawa virus baru. Kondisi tersebut dapat meningkatkan risiko penyebaran virus, demikian menurut penelitian yang diterbitkan pada Rabu (19/10). Virus membutuhkan inang seperti manusia, hewan, tumbuhan atau jamur untuk bereplikasi dan menyebar, dan kadang-kadang dapat melompat ke tempat baru yang tidak memiliki kekebalan, seperti yang terlihat selama pandemi COVID-19. Para ilmuwan di Kanada ingin menyelidiki bagaimana perubahan iklim bisa memengaruhi risiko penyebaran virus dengan memeriksa sampel dari lanskap Artik di Danau Hazen. Danau tersebut adalah danau terbesar di dunia yang seluruhnya berada Lingkar Artik utara dan “benar-benar tidak seperti tempat lain yang pernah saya kunjungi,” kata peneliti Graham Colby, yang sekarang menjadi mahasiswa kedokteran di Universitas Toronto, kepada AFP. Tim mengambil sampel tanah yang menjadi dasar sungai dari air gletser yang meleleh di musim panas, serta dasar danau itu sendiri — yang membutuhkan pembersihan salju dan pengeboran es sedalam 2 meter, bahkan pada bulan Mei ketika penelitian dilakukan. Mereka menggunakan tali dan mobil salju untuk mengangkat sedimen danau dari kedalaman air yang mencapai hampir 300 meter. Sampel-sampel tersebut lalu diurutkan untuk memperoleh DNA dan RNA, cetak biru genetik dan pembawa pesan kehidupan. “Ini memungkinkan kami untuk mengetahui virus apa yang ada di lingkungan tertentu, dan inang apa yang juga mungkin ada,” kata Stephane Aris-Brosou, seorang profesor di departemen biologi Universitas Ottawa, yang memimpin penelitian tersebut. Tetapi untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan virus lompat ke pembawa virus baru, tim masih harus memeriksa persamaan dari setiap virus dan silsilah keluarga pembawa virus. [my/rs]
Australia, Singapura Capai Kesepakatan Emisi Nol Bersih
Para pemimpin Australia dan Singapura, Selasa (18/10), mengumumkan apa yang mereka gambarkan sebagai perjanjian pertama di dunia untuk kerja sama dalam mentransisikan ekonomi mereka ke emisi nol bersih gas rumah kaca. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menguraikan apa yang disebut Perjanjian Ekonomi Hijau antara kedua negara itu setelah pertemuan tahunan di Gedung Parlemen Australia. Perjanjian tersebut memiliki 17 komponen yang mencakup memfasilitasi perdagangan dan investasi di bidang jasa hijau, menyelaraskan standar-standar, dan membangun sektor pertumbuhan hijau melalui kolaborasi antarbisnis. Australia telah berkomitmen untuk mengurangi emisinya menjadi nol bersih pada tahun 2050, dan Singapura sedang mempertimbangkan untuk mengadopsi target yang sama. Albanese menggambarkan Singapura sebagai “salah satu ekonomi paling inovatif di dunia,” sementara Australia berpotensi menjadi “negara adidaya energi terbarukan” karena ruang terbukanya yang luas dan populasinya yang relatif rendah. Perjanjian itu “akan mendukung inovasi energi bersih, membuka peluang bisnis dan menciptakan lapangan kerja, dan membantu mencapai target-target kami kami sementara memosisikan Australia sebagai negara adidaya energi terbarukan,” kata Albanese. Lee meramalkan akan ada kerja sama lebih lanjut dalam perdagangan listrik lintas batas dan “penerbangan berkelanjutan” melalui apa yang ia gambarkan sebagai “perjanjian pertama seperti itu di dunia.” ”Ini semua adalah bidang yang menarik bagi Singapura dan bagi bisnis Singapura. Kami berharap dengan perjanjian ekonomi hijau ini, kami dapat meraih kemajuan,” kata Lee. Singapura sudah berencana menggunakan tenaga surya dari Australia Utara yang ditransmisikan melalui kabel bawah laut sepanjang 4.200 kilometer. Perusahaan Singapura Sun Cable berencana akan memulai konstruksi proyek Australia-Asia PowerLink senilai 19 miliar dolar AS itu pada tahun 2024. Proyek itu akan menempatkan sekitar 12.000 hektare panel surya di dekat kota Darwin di Australia Utara. (ab/uh)
Sekitar 34.0000 Rumah Terisolasi Akibat Banjir di Australia
Sekitar 34.000 rumah dapat terendam atau terisolasi di negara bagian Victoria saat keadaan darurat banjir berlanjut di sebagian wilayah tenggara Australia, kata seorang pejabat, Senin (17/10). Victoria adalah negara bagian yang terkena dampak terburuk banjir kali ini. Permukaan air sungai di beberapa kotanya mengalami puncak tertinggi dalam beberapa dekade. Negara bagian New South Wales dan Tasmania juga mengalami banjir dan dalam keadaan darurat sejak pekan lalu. Menteri Urusan Penanggulangan Keadaan Darurat Federal Murray Watt mengatakan Victoria kemungkinan menghadapi beberapa banjir serius dengan perkiraan hujan lebih banyak untuk akhir pekan ini. “Kemungkinan besar kita akan melihat banjir terjadi dan kemudian air surut, diikuti oleh banjir lainnya, karena sistem sungai yang berbeda bersatu,” kata Watt kepada Australian Broadcasting Corp. “Jadi ini adalah situasi yang sangat serius dan laporan yang saya terima menunjukkan bahwa sekitar 9.000 rumah kemungkinan terendam di Victoria Utara, atau sekitar 34.000 rumah secara umum di Victoria kemungkinan akan terendam atau terisolasi,” tambah Watt. Dua orang tenggelam dan dua orang dilaporkan hilang di Victoria dan New South Wales dalam sepekan terakhir. Kematian terakhir adalah seorang pria berusia 71 tahun yang ditemukan tewas Sabtu akibat banjir di halaman belakang rumahnya di Rochester, sebuah kota yang terletak sekitar 180 kilometer dari ibu kota negara bagian Victoria, Melbourne. Tim Wiebusch, CEO Badan Penanggulangan Keadaan Darurat Negara Bagian Victoria, memperkirakan 85 persen dari Rochester terendam banjir akibat Sungai Campaspe yang meluap pada akhir pekan. Kota Kerang di Victoria Utara kemungkinan akan terisolasi selama tujuh hari ketika permukaan Sungai Loddon memuncak pada Rabu atau Kamis, kata Wiebusch. Banyak sekolah dan jalan ditutup di Australia Tenggara dan ribuan orang telah mengungsi dari rumah mereka. Oktober biasanya merupakan awal musim kebakaran di tiga negara bagian yang sedang menghadapi bencana banjir itu. Daratan biasanya mengering selama musim semi di Belahan Bumi Selatan dan bahaya kebakaran meningkat selama musim panas. Tetapi Biro Meteorologi bulan lalu menyatakan pola cuaca La Nina ketiga yang datang secara berturutan, yang dikaitkan dengan curah hujan di atas rata-rata di Australia Timur, sedang berlangsung di Pasifik. Biro itu memperkirakan bahwa peristiwa La Nina mungkin memuncak selama musim semi di Belahan Bumi Selatan saat ini dan akan kembali ke kondisi netral pada awal tahun depan. [ab/uh]