PBB, Senin (6/3) mengumumkan telah mengambil langkah signifikan ke arah upaya mengisi kesenjangan penting dalam perang melawan perubahan iklim: pelacakan gas-gas rumah kaca secara langsung (real-time) dan terstandardisasi. Organisasi Meteorologi Dunia PBB (WMO) telah mengajukan Infrastruktur Pemantauan Gas Rumah Kaca Global yang baru, yang bertujuan untuk memberikan cara lebih baik dalam mengukur polisi pemanasan bumi dan membantu menginformasikan pilihan-pilihan kebijakan. Platform baru WMO itu akan mengintegrasikan sistem pengamatan berbasis di antariksa dan di daratan, dan berupaya mengklarifikasi ketidakpastian mengenai di mana emisi gas rumah kaca itu muncul. Sistem ini akan menghasilkan data yang lebih cepat dan lebih tajam mengenai bagaimana atmosfer bumi berubah. “Kami tahu dari pengukuran kami bahwa konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer berada pada rekor tertinggi,” kata Sekjen WMO Petteri Taalas. Tiga gas rumah kaca utama adalah karbon dioksida (CO2), metana dan dinitrogen oksida. Di antara ketiganya, CO2 menyumbang sekitar 66 persen efek pemanasan pada iklim. “Peningkatan kadar CO2 dari tahun 2020 hingga 2021 lebih tinggi daripada laju pertumbuhan rata-rata selama dekade terakhir, dan metana mengalami lompatan terbesar per tahun sejak pengukuran dimulai,” kata Taalas. Perjanjian Paris 2015 mengenai perubahan iklim membuat negara-negara setuju untuk membatasi pemanasan global “jauh di bawah” dua derajat Celsius di atas tingkat yang diukur antara tahun 1950 dan 1900 dan 1,5 derajat Celsius jika memungkinkan. WMO mengatakan perlu ada dasar ilmiah yang lebih kuat untuk tindakan mitigasi perubahan iklim yang diambil berdasarkan perjanjian itu. “Masih ada ketidakpastian, khususnya yang berkaitan dengan peran siklus karbon lautan, biosfer daratan dan daerah-daerah permafrost,” kata Taalas. “Karena itu kita perlu melakukan pemantauan gas rumah kaca di dalam suatu kerangka kerja, terpadu agar dapat memperhitungkan sumber-sumber alam dan rawa-rawa. Ini akan memberi informasi vital dan dukungan bagi penerapan Perjanjian Paris.” WMO mengadakan simposium pada akhir Januari yang mempertemukan para pakar dari berbagai bidang untuk mulai menyatukan potongan-potongan informasi. Dalam pertemuan pekan lalu, dewan eksekutif WMO mendukung rencana yang mereka ajukan, kata WMO hari Senin. Persetujuan lebih lanjut diperlukan dari Kongres Meteorologi Dunia, badan pembuat keputusan utama WMO, pada bulan Mei. Keputusan untuk menggabungkan keahlian WMO dalam prediksi cuaca dan analisis iklim “akan dianggap sebagai langkah historis,” kata Lars Peter Riishojgaard, deputi direktur departemen infrastruktur WMO. [uh/ab]
Category: Dunia
Negara-negara Capai Kesepakatan untuk Lindungi Kehidupan Laut
Untuk pertama kalinya, para anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyepakati perjanjian terpadu untuk melindungi keanekaragaman hayati di laut lepas. Perjanjian tersebut mencerminkan titik balik bagi bentangan luas laut di planet ini di mana upaya pelestarian sebelumnya terhambat oleh tambal sulam hukum yang membingungkan. Konvensi PBB tentang Hukum Laut mulai berlaku pada tahun 1994, sebelum keanekaragaman hayati laut dikenal menjadi konsep yang mapan. Kesepakatan mengenai perjanjian itu telah mengakhiri pembicaraan di New York yang berlangsung selama dua minggu. Kerangka kerja yang diperbarui untuk melindungi kehidupan laut di wilayah-wilayah yang berada diluar perbatasan perairan nasional, yang dikenal sebagai laut lepas, telah dibahas selama lebih dari 20 tahun. Upaya sebelumnya untuk mencapai kesepakatan berulang kali macet. Perjanjian bersama, yang berlaku untuk hampir separuh permukaan planet ini, akhirnya berhasil dicapai pada Sabtu (4/3) malam. “Kita sebenarnya hanya memiliki dua persamaan global yang penting yaitu atmosfer dan lautan,” kata ahli biologi kelautan Georgetown Rebecca Helm. Meskipun lautan mungkin kurang menarik perhatian, “melindungi separuh permukaan bumi ini sangat penting bagi kesehatan planet kita.” Nichola Clark, pakar kelautan di Pew Charitable Trusts yang mengamati pembicaraan yang berlangsung di New York tersebut, menyebut teks perjanjian yang telah lama ditunggu-tunggu itu sebagai “kesempatan sekali dalam satu generasi untuk melindungi lautan — kemenangan besar bagi keanekaragaman hayati.” Perjanjian itu akan membentuk badan baru untuk mengelola konservasi kehidupan laut dan membentuk kawasan lindung laut di laut lepas. Dan Clark mengatakan hal itu penting untuk memenuhi janji Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB baru-baru ini untuk melindungi 30 persen wilayah perairan planet ini, serta wilayah daratannya, demi tujuan pelestarian. [my/jm]
Perusahaan Cip Taiwan akan Rekrut 6.000 Insinyur
Produsen cip terbesar di dunia, Taiwan Semiconductor Manufacturing Co Ltd (TSMC), Sabtu (4/3), mengatakan akan merekrut lebih dari 6.000 staf baru pada 2023. Gelombang besar perekrutan itu dilakukan di tengah terjadinya penurunan produksi cip di dunia. Menurut TSMC, perusahaan akan mencari insinyur muda bergelar diploma, sarjana, master atau doktor di bidang teknik elektro atau bidang yang terkait dengan perangkat lunak, di kota-kota di seluruh Taiwan. Perusahaan mengatakan gaji keseluruhan rata-rata seorang insinyur baru dengan gelar master adalah 2 juta Taiwan dolar ($65.578,07 atau sekitar Rp997 juta). Industri semikonduktor di dunia akhir-akhir ini mengalami penurunan tajam karena terkoreksinya permintaan elektronik dan adanya stok cip yang banyak. Sejak akhir 2022, sejumlah perusahaan cip di seluruh dunia menahan investasinya. Intel Corp baru-baru ini mengumumkan akan memotong pembayaran untuk staf dan eksekutif tingkat menengah dari 5 persen menjadi 25 persen. Perusahaan sedikit mengurangi belanja modal 2023 dan memperkirakan pendapatan kuartal pertama akan turun. Namun Intel memperkirakan permintaan cip akan meningkat pada paruh kedua tahun ini. [ah/ft]
Presiden Prancis Janjikan $53 Juta untuk Skema Baru Perlindungan Hutan
Presiden Prancis Emmanuel Macron, pada Kamis (2/3), menjanjikan dana sebesar $52,9 juta untuk skema baru global guna memberi penghargaan kepada negara-negara karena melindungi hutan dan keanekaragaman hayati mereka. Ia menyerukan tindakan yang lebih nyata pada komitmen iklim global. Janji itu diumumkan pada akhir pertemuan One Forest Summit di Gabon yang berlangsung selama dua hari. Pertemuan tersebut bertujuan mengkaji kemajuan yang dibuat sejak konferensi iklim COP27 tahun lalu dan memperbarui target untuk pelestarian dan pengelolaan hutan-hutan dunia secara berkelanjutan. “Kami memahami perlunya memiliki uang tunai yang tersedia dan tindakan nyata,” ujar Macron dalam pidato pada hari pertama tur empat negara di Afrika. Dana Prancis itu adalah bagian dari komitmen bersama $106 juta untuk memulai mekanisme guna memberi penghargaan kepada negara-negara yang terbukti secara ilmiah melindungi atau memulihkan hutan mereka. Menurut Macron, skema akan didukung penelitian untuk meningkatkan pemahaman akan nilai hutan dengan memetakan cadangan karbon, keanekaragaman hayati, dan tingkat penyerapan karbon di Amazon, Afrika, dan Asia. [ka/rs]
Laporan: Untuk Kelima Kalinya, India Paling Banyak Tutup Akses Internet
India paling banyak menutup akses internet pada 2022, menurut pengawas advokasi internet Access Now pada Selasa (28/2). Untuk tahun kelima berturut-turut, India menduduki puncak daftar tersebut. Dari 187 penutupan internet secara global yang dicatat Access Now, 84 terjadi di India, termasuk 49 di antaranya terjadi di wilayah Kashmir yang dikuasai India, kata organisasi advokasi hak digital yang berbasis di New York tersebut dalam laporannya yang terbit pada Selasa. Meskipun India kembali memimpin dalam penutupan internet, 2022 menandai pertama kalinya sejak 2017 terdapat kurang dari 100 penutupan terjadi di negara itu, kata Access Now. Ukraina berada pada urutan kedua dalam daftar, dengan militer Rusia memutus akses ke internet setidaknya 22 kali setelah menginvasi Ukraina sejak 24 Februari tahun lalu. “Selama invasi skala penuh Rusia ke Ukraina, militer Rusia memutus akses internet setidaknya 22 kali, terlibat serangan dunia maya dan dengan sengaja menghancurkan infrastruktur telekomunikasi,” kata pengawas itu dalam laporannya. Iran berada pada posisi ketiga dalam daftar tersebut. Pihak berwenang melakukan 18 penutupan internet pada 2022 sebagai tanggapan atas demonstrasi menentang pemerintah. [ka/jm]
AS, Kanada Singkirkan TikTok dari Perangkat Pemerintah
Kanada dan Amerika Serikat hari Senin (27/2) memberlakukan larangan penggunaan TikTok pada perangkat milik pemerintah. Gedung Putih memberi waktu 30 hari kepada badan-badan federal untuk menghentikan penggunaan aplikasi media sosial populer itu, dan menerapkan larangan yang disetujui oleh Kongres pada bulan Desember. Langkah AS itu memiliki pengecualian terbatas untuk tujuan penegakan hukum, keamanan nasional, dan penelitian. “Panduan ini adalah bagian dari komitmen berkelanjutan pemerintah untuk mengamankan infrastruktur digital kami dan melindungi keamanan dan privasi rakyat Amerika,” kata Chris DeRusha, kepala pejabat keamanan informasi federal. TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan China ByteDance, telah menarik perhatian dari pemerintah-pemerintah Barat yang khawatir tentang keamanan data pengguna dan potensi aplikasi tersebut dapat digunakan untuk mempromosikan pandangan pro-China. Perusahaan itu telah menepis kekhawatiran tersebut dan menyebut larangan tersebut sebagai “teater politik.” Fraksi Republik di Dewan Perwakilan Rakyat AS diperkirakan akan menyetujui RUU yang akan memberi Presiden Joe Biden wewenang untuk melarang TikTok secara nasional. Di Kanada, Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan larangan TikTok pada perangkat pemerintah dapat menjadi sinyal bagi masyarakat luas. “Saya menduga bahwa ketika pemerintah mengambil langkah signifikan untuk memberi tahu semua pegawai federal bahwa mereka tidak dapat lagi menggunakan TikTok di telepon kantor mereka, maka banyak orang Kanada dari kalangan bisnis hingga perorangan akan merenungkan keamanan data mereka sendiri dan mungkin membuat pilihan,” kata Trudeau. Komisi Eropa dan Dewan Uni Eropa melarang TikTok pada telepon staf masing-masing minggu lalu. [lt/ab]
Pakar Kritik Rencana Facebook Terapkan Sistem Langganan Berbayar
Bertahun-tahun sejak Facebook secara diam-diam menghilangkan slogan bahwa situs itu “gratis dan akan selalu gratis,” perusahaan induknya, Meta, hari Minggu (19/2) mengumumkan layanan berlangganan berbayar yang langsung banyak dikritik khalayak. Meta mengikuti jejak menuju sistem layanan berlangganan berbayar yang sudah lebih dulu diterapkan para pesaingnya, dari Reddit dan Snapchat, hingga Twitter dan Discord. Namun kritikus sangat khawatir pada cara Meta memilih struktur berlangganannya, yang akan dibanderol $11.99 untuk versi web atau $14.99 untuk versi mobile (ponsel). Perusahaan media sosial itu mengatakan, pelanggan akan mendapatkan lencana verifikasi, perlindungan ekstra terhadap upaya peniruan identitas, akses langsung ke pihak bantuan pelanggan, dan visibilitas yang lebih baik. Pakar keamanan dunia maya, Kavya Pearlman, tidak terkesan oleh gagasan membayar lebih untuk mendapat perlindungan, yang menurutnya akan menciptakan “sistem kasta digital” terhadap mereka yang mampu dan kurang mampu. “Fitur keselamatan dan keamanan TIDAK boleh diperjualbelikan,” cuitnya. Ia justru menyarankan kepada “para CEO dan sejawatnya” agar menagih uang dari para peniru, alih-alih mengambil uang dari pelanggan yang sudah membayar perusahaan dengan data pribadi mereka. Dewan Pengawas Facebook (The Real Facebook Oversight Board), kelompok lobi yang sangat kritis terhadap Meta, mencuit: “Kini Facebook ingin Anda mendanai sistem berbahaya yang menggerakkan seluruh bisnisnya.” Meniru Elon Musk Kekhawatiran yang lebih luas disampaikan Sinan Aral, profesor Institut Teknologi Massachusetts (MIT) yang melakukan eksperimen selama dua tahun untuk mengamati dampak pelabelan akun terhadap perilaku online. Penelitiannya menunjukkan bahwa “petunjuk identitas” seperti Twitter Blue atau Meta Verified dapat menyebabkan lebih banyak reaksi “tanpa pikir panjang,” terbaginya pengguna ke dalam kelompok yang dianggap “layak dan tidak layak,” serta semakin besarnya fokus terhadap kepribadian seseorang alih-alih konten seseorang. Analis keuangan mengatakan, sistem-sistem baru yang diujicobakan oleh perusahaan-perusahaan media sosial – setidaknya dalam jangka pendek – tidak akan menghasilkan uang sebanyak yang bisa dihasilkan Meta dari pengiklan. “Kami memperkirakan, layanan verifikasi akun baru ini tidak akan melampaui satu atau dua persen dari total pendapatan selama 18 bulan ke depan,” kata Angelo Zino dari lembaga riset CFRA. Ia mengatakan, Meta mungkin akan terus mencari cara lain untuk memonetisasi kedua miliar penggunanya, ketika pemain besar lain seperti Netflix mungkin akan mengambil sebagian pendapatan iklannya dalam beberapa tahun ke depan. Berisiko bagi Meta Layanan baru Meta itu akan mulai digulirkan di Australia dan Selandia Baru sebelum dirilis ke seluruh dunia. Pengumuman itu ditanggapi dunia maya dengan berbagai cemoohan dan meme yang mengejek bos Meta Mark Zuckerberg mengambil ide mitranya di Twitter, Elon Musk. “Tidak terhindarkan,” balas Musk pada salah satu meme tersebut. Zuckerberg akan mengharapkan proses yang lebih mulus dibanding yang dihadapi Musk saat ia merilis Twitter Blue, yang pada akhirnya harus ditarik ketika platformnya dibanjiri akun-akun tiruan. Meski demikian, Matt Navarra, seorang konsultan media sosial, memperingatkan bahwa Instagram telah mengumumkan langkah itu sebelum Zuckerberg. Ia mengatakan bahwa peluncuran layanan itu “sedikit tidak terencana dan mendadak.” “Bagi sebagian besar pengguna Meta, baik di Facebook ataupun Insta, penawaran baru ini mungkin akan disambut dengan acuh tak acuh,” kata Susannah Streeter dari Hargreaves Lansdown. Ia mengatakan, bisnis kecil dan orang-orang terkenal mungkin tergoda untuk memanfaatkan layanan itu untuk melindungi diri mereka dari pembajak atau akun peniru, atau agar semakin terekspose. Namun, Dan Ives dari Webush securities menyebut langkah Meta itu berisiko. “Bisa jadi muncul reaksi negatif dari konsumen yang tidak akan pernah membayar sepeser pun kepada facebook atau Instagram, dan langkah ini akan membuat mereka ditinggalkan pelanggan,” katanya. [rd/jm]
PBB: Kecerdasan Buatan Timbulkan ‘Risiko Serius’ bagi HAM
Kepala Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Sabtu (18/2) memperingatkan bahwa kemajuan kecerdasan buatan (AI) baru-baru ini telah menimbulkan ancaman besar terhadap hak asasi manusia (HAM). Untuk itu, PBB menyerukan diberikannya perlindungan untuk mencegah pelanggaran. Minggu ini lebih dari 60 negara, termasuk Amerika Serikat dan China, menyerukan dibuatnya aturan terkait kecerdasan buatan dalam pertahanan untuk memastikan hal tersebut “tidak merusak keamanan, stabilitas, dan akuntabilitas internasional.” Ada kekhawatiran yang meningkat atas hal-hal seperti drone yang dipandu kecerdasan buatan, ‘slaughterbots’ yang dapat membunuh tanpa campur tangan manusia. Kecerdasan buatan juga dapat meningkatkan konflik militer. “Saya sangat terganggu oleh potensi bahaya dari kemajuan baru-baru ini dalam kecerdasan buatan,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Volker Turk. “Lembaga manusia, martabat manusia, dan semua HAM berada dalam risiko serius. Ini adalah seruan mendesak bagi lembaga bisnis dan pemerintah untuk mengembangkan pagar pembatas yang efektif dengan cepat yang sangat dibutuhkan,” katanya. Kecerdasan buatan telah memasuki kehidupan kita sehari-hari, merevolusi pencarian internet, mengubah cara kita memantau kesehatan kita, dan menghadirkan inovasi baru seperti aplikasi yang mampu menghasilkan semua jenis konten tertulis dalam hitungan detik berdasarkan permintaan sederhana. Kritikus telah mengangkat masalah seperti pelanggaran privasi dan algoritme yang bias. “Kami akan mengikuti ini dengan cermat, memberikan keahlian khusus kami dan memastikan bahwa dimensi HAM tetap menjadi inti dari bagaimana hal ini berlanjut,” kata Turk. [ah/es]
Robot Bantu Industri Anggur Australia
Penyusutan tenaga kerja mendorong industri anggur Australia memanfaatkan robot. Saat ini penggunaannya masih terbatas, tapi berbagai uji coba dilakukan untuk membuatnya lebih berdaya guna.
Pemanfaatan Biji Zaitun untuk Bahan Bakar Pesawat
Upaya mengurangi ketergantungan Eropa pada energi Rusia telah ikut mendorong pengembangan bahan bakar nabati baru. Spanyol mempelopori pemanfaatan biji zaitun untuk membuat bahan bakar pesawat yang telah diuji coba sejumlah maskapai penerbangan akhir tahun lalu. Berikut laporan tim VOA.