Pada pertemuan puncak para pemimpin dunia tentang perubahan iklim, Rabu (20/9), Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa tak banyak waktu tersisa untuk mencegah bencana lingkungan. “Kita harus menebus waktu yang hilang karena malas, tidak peduli, dan keserakahan dari kepentingan-kepentingan yang telah mengakar dan meraup miliaran dolar dari bahan bakar fosil,” kata Guterres kepada para pemimpin dunia pada awal simposium Sidang Umum di markas besar PBB di New York. Setelah pidato pembukaan Guterres, para kepala negara yang mewakili 34 negara akan berbicara tentang pentingnya keberlanjutan, termasuk Brazil, Pakistan, Afrika Selatan, Kanada, Uni Eropa dan Tuvalu, negara kepulauan Polinesia yang terancam kenaikan permukaan laut. Presiden Brazil Luis Inacio “Lula” da Silva tidak akan ikut karena sakit. Sebagai gantinya, Menteri Lingkungan Hidup Brasil diperkirakan akan berbicara. Dua negara dengan perekonomian terbesar yang merupakan penghasil polusi terbesar – Amerika dan China – tidak masuk daftar pembicara. Hanya negara-negara yang berencana meningkatkan janji untuk mengurangi emisi yang diundang berbicara. Utusan Khusus Amerika untuk Perubahan Iklim John Kerry juga hadir. Guterres mengatakan peralihan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan sedang berlangsung, tetapi kemajuannya terlambat puluhan tahun. Dampak terberat perubahan iklim, kata Guterres, dialami negara-negara berkembang, namun negara-negara maju yang paling patut disalahkan. Ia optimistis bahwa pertemuan puncak iklim akan membantu meyakinkan sebagian negara terkaya dan perusahaan-perusahaan untuk memenuhi target emisi nol bersih PBB di seluruh dunia pada 2050. Sekjen PBB berharap negara-negara kuat dunia akan mengambil tindakan drastis dan berinvestasi lebih banyak dalam masa depan energi terbarukan. Sebuah laporan PBB yang dirilis awal bulan ini mencatat bahwa suhu global akan naik 1,5 derajat Celcius di atas rata-rata praindustri dalam dekade berikutnya, kenaikan yang diakui secara luas sebagai titik kritis dalam upaya mengatasi perubahan iklim. [ka/jm]
Category: Dunia
Inggris Undang China ke KTT AI Dunia
Inggris mengundang China ke pertemuan puncak kecerdasan buatan (AI) dunia pada November mendatang. Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly mengatakan, risiko teknologi tidak dapat diatasi jika salah satu pemeran utamanya tidak hadir. “Kita tidak bisa menjaga keamanan rakyat Inggris dari risiko AI, jika mengecualikan salah satu negara terkemuka dalam teknologi AI,” kata Cleverly dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa. Perdana Menteri Rishi Sunak menginginkan Inggris menjadi pemimpin dunia dalam mengatur AI dan pertemuan puncak pada 1-2 November yang akan mempertemukan pemerintah, perusahaan teknologi, dan akademisi, untuk membahas risiko yang ditimbulkan oleh teknologi baru yang berpengaruh itu. Inggris mengatakan, pertemuan puncak akan membahas topik-topik seperti, bagaimana AI dapat melemahkan keamanan hayati (biosekuriti) serta bagaimana teknologi itu dapat digunakan untuk kepentingan publik, misalnya dalam transportasi yang lebih aman. Cleverly, yang bulan lalu menjadi menteri paling senior yang mengunjungi China dalam lima tahun terakhir berpendapat, perlunya keterlibatan lebih dalam dengan Beijing. Ia mengatakan, upaya mengasingkan China sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu adalah suatu kesalahan. Bantuan China diperlukan dalam bidang-bidang seperti perubahan iklim dan ketidakstabilan ekonomi. London sedang berusaha memperbaiki hubungan dengan Beijing, namun ada kecemasan yang semakin besar mengenai aktivitas China di Inggris dalam beberapa pekan terakhir, setelah terungkap bahwa seorang peneliti di parlemen Inggris ditangkap pada Maret, karena dicurigai menjadi mata-mata China. [ps/jm]
Terancam Kebakaran, Australia Keluarkan Larangan dan Tutup Sekolah
Kota di Australia, Sydney, Selasa (19/9) menerapkan larangan total api unggun. Ini larangan pertama dalam hampir tiga tahun. Sejumlah sekolah di pesisir negara bagian New South Wales hingga ke selatan ditutup karena meningkatnya bahaya kebakaran hutan, yang disebabkan kondisi panas dan kering yang luar biasa di seluruh Australia tenggara. Pihak berwenang memperkirakan musim kebakaran hutan yang paling merusak akan terjadi pada musim panas di Belahan Bumi Selatan di Australia Tenggara yang berpenduduk padat sejak bencana kebakaran Black Summer pada 2019-2020. Dalam kebakaran itu, 33 orang tewas, lebih dari 3.000 rumah hancur, dan 19 juta hektar lahan hangus. Larangan total api unggun diumumkan di wilayah Greater Sydney dan komunitas pesisir di selatan. Ini adalah larangan pertama bagi Sydney, kota terpadat di Australia setelah Melbourne, sejak akhir November 2020. Pada Selasa, suhu udara di Sydney mencapai 34,6 derajat Celcius, menyamai rekor suhu maksimum pada September. Badan Meteorologi Australia menggambarkannya sebagai awal musim semi yang sangat hangat bagi sebagian besar wilayah Australia tenggara. Pihak berwenang mengatakan 61 kebakaran hutan terjadi di negara bagian terpadat di Australia pada Selasa, dan 13 kebakaran terjadi di luar kendali. Otoritas pendidikan negara bagian mengatakan 20 sekolah di komunitas pantai selatan ditutup pada Selasa karena terancam bahaya kebakaran. [ka/ab]
Masyarakat Eropa dan Amerika Pandang Pengaruh China Meningkat
Perubahan iklim dan imigrasi menjadi masalah utama bagi keamanan masyarakat Eropa dan Amerika Utara, sementara China berlomba untuk menyaingi Amerika Serikat dalam hal pengaruh global pada tahun-tahun mendatang, menurut survei terbaru mengenai persepsi masyarakat di kedua sisi Atlantik yang dilakukan di 14 negara. Diterbitkan pada hari Selasa (12/9), laporan Tren Transatlantik 2023 dari German Marshall Fund juga menemukan dukungan publik yang kuat terhadap NATO dan Ukraina untuk bergabung dengan aliansi transatlantik itu dan Uni Eropa – bahkan setelah sebagian pakar menunjukkan adanya peringatan yang mengkhawatirkan. Orang yang disurvei di kedua sisi Atlantik – termasuk Amerika Serikat, Kanada, beberapa negara Uni Eropa, serta Inggris dan Turki – juga ingin pemerintah mereka lebih bekerja sama dengan China. Responden yang lebih muda kemungkinan besar memandang pengaruh AS secara lebih negatif, dan pengaruh Rusia dan China secara lebih positif. “Tampaknya fase semangat trans-Atlantisisme telah berakhir. Kami juga melihat tatanan dunia yang berubah dengan cepat, dan masyarakat menyadarinya,” kata Gesine Weber, peneliti German Marshall Fund yang berspesialisasi dalam risiko dan strategi, mengenai temuan yang menunjukkan status quo dalam hubungan lintas Atlantik. Dia yakin bahwa tren demikian akan membaik. Responden dalam survei itu jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada survei tahun lalu. “Kesimpulan yang saya ambil,” tambah Weber, “adalah bahwa pemerintah-pemerintah di kedua sisi Atlantik harus merenungkan bagaimana dapat menciptakan agenda yang lebih bermakna bagi warga negara dan lebih disesuaikan dengan tatanan dunia saat ini.” Dalam kasus perubahan iklim, misalnya, mayoritas masyarakat yang disurvei percaya bahwa komunitas ilmiah, dibandingkan pemerintah, adalah pihak yang melakukan upaya terbaik untuk mengatasi masalah ini. Namun pandangan transatlantik hampir tidak seragam. Meskipun antara seperempat dan sepertiga masyarakat yang tinggal di Kanada, Perancis, Italia, dan Portugal memandang perubahan iklim sebagai tantangan keamanan utama, misalnya, hanya 14 persen responden AS yang setuju – kendati isu ini masih menjadi masalah utama keamanan Amerika secara keseluruhan. Meskipun migrasi menduduki peringkat kedua sebagai tantangan global terbesar tahun ini – menggantikan perang di Ukraina dalam laporan Tren tahun lalu – Rusia tetap menjadi masalah keamanan nomor satu bagi responden Lituania dan Polandia. Sementara itu, pandangan masyarakat terhadap China beragam, demikian temuan penelitian ini. Meskipun hampir enam dari 10 orang secara keseluruhan memandang Beijing secara negatif, dan seperempatnya percaya bahwa China tidak melakukan apa pun untuk melawan perubahan iklim, sebagian besar responden muda berusia antara 18 dan 24 tahun di Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis memiliki pandangan positif terhadap negara itu. Kebanyakan pihak di kedua sisi Atlantik juga menginginkan lebih banyak kerja sama dengan China dalam berbagai bidang seperti perdagangan, energi, dan teknologi. Namun banyak juga yang menginginkan pendekatan yang lebih keras terkait pelanggaran hak asasi manusia di negara itu. Sebanyak 30 persen responden memandang China sebagai aktor global paling berpengaruh dalam lima tahun terakhir – tepat di belakang Amerika Serikat, yaitu sebesar 37 persen. [lt/ab]
Sekjen PBB Dua Kali Ingatkan Potensi Krisis
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dua kali berbicara dalam forum berbeda pekan ini, mengingatkan dunia akan potensi krisis seiring semakin meningkatnya perpecahan. Ia menyampaikan hal itu dalam KTT ASEAN di Jakarta, dan diulanginya saat pembukaan KTT G20 di New Delhi.
Sukses Mendarat di Bulan, Kini India Berambisi Pelajari Matahari
Menindaklanjuti keberhasilan pendaratan India di Bulan dengan wahana antariksa Chandrayaan-3, badan antariksa negara itu akan meluncurkan roket pada Sabtu (2/9) untuk mempelajari Matahari. Roket itu adalah wahana antariksa pertama milik India yang akan ditempatkan di ruang angkasa untuk meneliti matahari. Tujuan misi itu adalah untuk mempelajari angin matahari yang bisa menimbulkan gangguan di Bumi yang dikenal dengan fenomena aurora. yang berbasis di India itu bertujuan untuk mempelajari angin Matahari, yang dapat menyebabkan gangguan di Bumi yang biasa disebut aurora. Roket Aditya-L1 yang berarti matahari dalam bahasa Hindi, dijadwalkan lepas landas pada pukul 11.50 waktu setempat. Misi Matahari ini diluncurkan menyusul kesuksesan India yang mengalahkan Rusia pada akhir bulan lalu untuk menjadi negara pertama yang mendarat di kutub selatan Bulan. Meskipun Rusia memiliki roket yang lebih kuat, Chandrayaan-3 milik India mampu mengalahkan Luna-25 dalam melakukan pendaratan seperti yang biasa dilakukan. Pesawat ruang angkasa Aditya-L1 dirancang untuk melakukan perjalanan sekitar 1,5 juta kilometer selama empat bulan ke suatu tempat yang mirip dengan area parkir di luar angkasa. Di tempat tersebut, berbagai benda cenderung diam karena keseimbangan gaya gravitasi, sehingga mengurangi konsumsi bahan bakar untuk pesawat ruang angkasa. Posisi-posisi tersebut disebut sebagi Lagrange Points (Poin Lagrange) yang diambil dari nama ahli matematika Italia-Prancis, Joseph-Louis Lagrange. Misi tersebut mempunyai kapasitas untuk membuat “ledakan besar dalam hal ilmu pengetahuan,” kata Somak Raychaudhury, yang terlibat dalam pengembangan beberapa komponen observatorium. Ia menambahkan bahwa partikel energi yang dipancarkan Matahari dapat mengenai satelit yang mengendalikan komunikasi di Bumi. Para ilmuwan berharap dapat mempelajari lebih lanjut tentang dampak radiasi Matahari pada ribuan satelit di orbit, jumlah tersebut bertambah seiring keberhasilan usaha swasta seperti jaringan komunikasi Starlink milik SpaceX milik Elon Musk. Dalam jangka panjang, data dari misi tersebut dapat membantu lebih memahami dampak Matahari terhadap pola iklim Bumi dan asal usul angin Matahari, aliran partikel yang mengalir dari Matahari melalui tata surya, demikian pendapat para ilmuwan dari Organisasi Penelitian Luar Angkasa India (Indian Space Research Organisation/ISRO). Didorong oleh Perdana Menteri Narendra Modi, India telah memprivatisasi peluncuran ruang angkasa dan berupaya membuka sektor ini bagi investasi asing karena New Delhi menargetkan peningkatan lima kali lipat pangsa pasar peluncuran global dalam dekade berikutnya. Ketika ruang angkasa berubah menjadi bisnis global, negara ini juga mengandalkan keberhasilan ISRO dalam menunjukkan kehebatannya di sektor ini. [ah/ft]
Kepala IAEA: Air Limbah Olahan PLTN Fukushima Tak Beracun
Konsentrasi tritium dalam air limbah yang dikeluarkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima-Daiichi di Jepang berada di bawah tingkat yang diperkirakan dan tidak menimbulkan risiko bagi penduduk, kata kepala pengawas atom PBB pada hari Selasa (29/8). “Sejauh ini kami dapat memastikan bahwa pembuangan pertama dari perairan ini tidak mengandung radionukleida pada tingkat yang membahayakan,” kata Rafael Grossi kepada kantor berita AFP ketika berkunjung ke Stockholm. Dua belas tahun setelah salah satu kecelakaan nuklir terburuk di dunia, Jepang mulai membuang air limbah ke Samudera Pasifik minggu lalu, dan secara bertahap membuang air seukuran sekitar 540 kolam renang Olimpiade selama beberapa dekade. IAEA mengatakan pada tanggal 24 Agustus bahwa analisis independennya terhadap konsentrasi tritium dalam air encer yang dibuang “jauh di bawah batas operasional 1.500 becquerel per liter.” Batasan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan standar keselamatan nasional Jepang. Jepang telah berulang kali menegaskan bahwa air limbah yang telah diolah itu tidak berbahaya, namun tindakan tersebut menimbulkan ketakutan di kalangan nelayan lokal dan memicu kemarahan di China, yang telah menghentikan impor makanan hasil laut dari Jepang. [lt/ka]
India Hampir Sukses Lakukan Pendaratan di Bulan
Badan antariksa India pada Jumat (18/8) merilis gambar Bulan yang diambil dari pesawat ruang angkasa Chandrayaan-3 saat mendekati kutub selatan bulan. Wilayah sebelumnya belum dijelajahi sebelumnya, dan diduga mengandung air es. Rusia sendiri tengah berupaya untuk mencapai lokasi itu terlebih dahulu. Video yang diambil pada Kamis (17/8) tepat setelah pemisahan roket pendarat dari modul propulsi, menampilkan gambar dekat dari kawah-kawah saat satelit Bumi satu-satunya berputar. Badan antariksa India meluncurkan roket yang membawa pesawat ruang angkasa itu pada 14 Juli, meluncur dari pelabuhan antariksa utama negara itu di negara bagian selatan Andhra Pradesh. Alat tersebut dijadwalkan akan mendarat pada 23 Agustus. Rusia meluncurkan pesawat ruang angkasa pendaratan Bulan pertamanya dalam 47 tahun pada 11 Agustus. Moskow mengambil jalur singkat untuk mencapai kutub selatan Bulan di mana para ilmuwan mendeteksi adanya es air yang dapat digunakan untuk bahan bakar, oksigen, dan air minum untuk misi bulan di masa depan atau koloni Bulan. Misi Bulan Rusia berada di jalur untuk mendaratkan Luna-25 pada 21 Agustus, dua hari sebelum pesawat ruang angkasa India. Medan yang berat diperkirakan akan mempersulit pendaratan di kutub selatan bulan. Misi sebelumnya oleh badan antariksa India, Chandrayaan-2, jatuh pada 2019 di dekat tempat Chandrayaan-3 akan mencoba mendarat. Chandrayaan, yang berarti “kendaraan bulan” dalam bahasa Sansekerta, memiliki tinggi dua meter yang dirancang untuk menyebarkan penjelajah. Kendaraan itu diharapkan tetap berfungsi selama dua minggu untuk menjalankan serangkaian eksperimen. Baik India maupun Rusia sama-sama memiliki kepentingan nasional dalam pendaratan yang berhasil dan dalam mengklaim sejarah pertama yang dipertaruhkan. Bagi Rusia, proyek mendarat di bulan yang telah direncanakan selama beberapa dekade akan menguji kemandirian negara tersebut yang makin berkembang di bidang antariksa setelah invasi Ukraina pada 2022 memutus hampir semua hubungannya dengan Barat. Badan antariksa Rusia Roscosmos mengatakan misi Luna-25 akan menghabiskan 5-7 hari di orbit bulan sebelum turun ke salah satu dari tiga kemungkinan lokasi pendaratan di dekat kutub. Bagi India, pendaratan di bulan yang sukses akan menandai kemunculannya sebagai kekuatan antariksa pada saat pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi ingin memacu investasi dalam peluncuran ruang angkasa swasta dan bisnis berbasis satelit terkait. Sejak 2020, ketika India membuka peluang untuk peluncuran misi antariksa swasta, jumlah perusahaan rintisan yang bergerak di bidang antariksa melonjak lebih dari dua kali lipat. Pada akhir tahun lalu, Skyroot Aerospace, yang investor-investornya termasuk GIC, pengelola dana investasi negara Singapura, meluncurkan roket buatan swasta pertama di India. Pejabat India secara pribadi mengabaikan kompetisi pendaratan di Bulan dengan Rusia. Mereka mengatakan tidak ada persaingan di antara kedua negara. [ah/ft]
Bencana Kekeringan di Tunisia Dapat Membahayakan Ekosistem Satwa
Musim kering yang berkepanjangan di Tunisia dapat membahayakan ekosistem satwa yang biasa tinggal di kawasan tersebut. Danau dan laguna yang terdapat di pesisir Tunisia terlihat kering dan terlalu panas sehingga mengganggu kawanan besar burung yang bermigrasi yang menggunakan lahan basah sebagai tempat persinggahan mereka di antara Afrika dan Eropa. Laguna Ariana di luar Ibu Kota Tunis kini berubah menjadi hamparan lumpur kering yang retak. Pulau-pulau kecil di mana biasanya burung bersarang kini dikelilingi oleh pasir dan tampak tidak memiliki tanda kehidupan setelah berbulan-bulan dilanda kekeringan dan gelombang panas yang ganas. Bahkan laguna Sijoumi di dekatnya, di mana air selalu lebih dapat diandalkan, tampak surut setengahnya. Kawanan flamingo yang kerap memenuhi lokasi itu membentuk noda merah muda pucat di sepetak lahan basah dengan latar pinggiran wilayah Tunis yang menjulang di atas bukit. “Tahun ini Anda bisa mersakan ada bencana lingkungan akibat kekeringan,” kata aktivis lingkungan Radhia Haddad, yang mengunjungi lokasi tersebut sejak 2012. “Ini pertama kalinya saya melihat laguna Sijoumi mengering seperti ini.” Menjorok ke Mediterania menuju Sisilia, Tunisia berada di jalur migrasi utama bagi ratusan spesies burung dan lahan basahnya yang luas adalah surga bagi burung-burung yang mengarungi perjalanan ke utara melintasi Sahara atau selatan dari Kutub Utara dan Eropa utara. Bulan lalu, terdapat satu titik di mana suhu di Tunis mencapai 49 derajat Celcius, pertanda musim panas yang jauh lebih panas yang dalam beberapa tahun terakhir menyertai musim dingin yang jauh lebih kering karena perubahan iklim melanda Afrika Utara. Sijoumi dan belasan laguna besar lainnya serta danau pedalaman mengelilingi pantai Tunisia di belakang pantai emas panjang tempat turis Eropa terbang selama musim panas. Hingga hujan badai yang melanda kawasan itu pada Juni yang jarang terjadi, Sijoumi sering kali kering. Para satwa dan burung lain yang bersarang di antara alang-alang, air, dan lumpur tempat babi hutan mencari makan menjelang fajar berisiko kehilangan tempat tinggal musiman mereka. “Kekeringan panjang tahun ini secara signifikan berdampak pada banyak sistem lingkungan, khususnya lahan basah,” kata Haddad. Tahun ini, kata dia, sama sekali tidak ada sarang di sana, katanya. Hicham Azafzaf, koordinator ilmiah Asosiasi Pecinta Burung Tunisia, mengatakan dia belum pernah melihat lahan basah kering seperti itu selama 20 tahun memantaunya. Namun, meskipun musim panas ini sangat buruk, kondisi tersebut mengikuti tren yang lebih lama yang berdampak jelas pada burung. “Ada beberapa spesies yang tidak lagi datang ke Tunisia pada musim dingin,” kata Azafzaf. Sekitar 30.000 angsa wajah putih yang lebih besar biasa melewati musim dingin di Taman Nasional Ichkeul di sebelah barat Tunis setiap tahun, tetapi pada Januari ini hanya 400-600 yang datang, tambahnya. Perubahan iklim bukan satu-satunya bahaya bagi lahan basah Tunisia, katanya. Kota-kota tumbuh lebih dekat ke tepi laguna dan puing-puing dan limbah semakin sering dibuang di atau dekat air. Namun laguna dan lahan basah lainnya juga tetap penting bagi manusia, di mana ia memiliki peran untuk mengatur suhu lokal selama gelombang panas dan membantu mencegah banjir berbahaya dengan menyerap curah hujan dari badai yang datang secara tiba-tiba. [ah/rs]
Rusia Luncurkan Misi ke Bulan untuk Mencari Air
Rusia, Jumat (11/8), meluncurkan pesawat ruang angkasa untuk pendaratan di Bulan untuk pertama kalinya dalam 47 tahun. Misi ruang angkasa itu adalah bagian dari obsesi Moskow untuk menjadi negara pertama yang melakukan pendaratan di kutub selatan Bulan yang diyakini memiliki kantong air es. Misi bulan Rusia berkompetisi dengan India, yang sebelumnya juga sudah meluncurkan wahana antariksa Chandrayaan-3 pada bulan lalu. Moskow juga berhadapan dengan Amerika Serikat (AS) dan China yang juga memiliki program eksplorasi Bulan lanjutan dengan target mencapai kutub selatan Bulan. Sebuah roket Soyuz 2.1 yang membawa pesawat Luna-25 meluncur dari kosmodrom Vostochny, 5.550 km timur Moskow, pada Jumat (11/8) pukul 02.11 waktu setempat. Pesawat tersebut diterbangkan keluar dari orbit Bumi menuju Bulan selama lebih dari satu jam kemudian, di mana kontrol misi mengambil alih komando pesawat, kata Badan Antariksa Rusia Roscosmos. Kepala Ruang Angkasa Rusia Yuri Borisov kepada televisi pemerintah mengatakan pesawat itu diperkirakan akan mendarat di Bulan pada 21 Agustus. Sebelumnya badan tersebut menetapkan 23 Agustus sebagai tanggal pendaratan. “Sekarang kita akan menunggu tanggal 21. Saya berharap pendaratan lunak yang sangat tepat di bulan akan terjadi,” kata Borisov kepada para pekerja di kosmodrom Vostochny setelah peluncuran. “Kami berharap menjadi yang pertama.” Luna-25, kira-kira seukuran mobil kecil, bertujuan untuk beroperasi selama satu tahun di kutub selatan Bulan, di mana para ilmuwan di Badan Penerbangan dan Antariksa AS (National Aeronautics and Space Administraion/NASA) dan badan antariksa lainnya dalam beberapa tahun terakhir telah mendeteksi adanya jejak air es di kawah gelap di kawasan itu. Misi Luna-25 diharapkan akan memberikan keuntungan kepada Rusia. Serangkaian sanksi Barat terhadap Moskow sebagai implikasi dari perang Ukraina, di antaranya menargetkan sektor kedirgantaraan Moskow, telah gagal melumpuhkan ekonomi Rusia. Proyek pendaratan di Bulan, yang telah direncanakan Rusia selama beberapa dekade, juga akan menguji kemandirian negara tersebut di bidang luar angkasa setelah invasi Ukraina pada Februari 2022 memutus hampir semua hubungan luar angkasa Moskow dengan Barat, selain peran integralnya di Stasiun Luar Angkasa Internasional. Badan Antariksa Eropa telah merencanakan untuk menguji kamera navigasi Pilot-D dengan memasangkannya ke Luna-25, tetapi memutuskan hubungannya dengan proyek tersebut setelah Rusia menginvasi Ukraina. Astronot AS Neil Armstrong menjadi terkenal pada 1969 karena menjadi orang pertama yang berjalan di Bulan. Namun, misi Luna-2 Uni Soviet adalah pesawat ruang angkasa pertama yang mencapai permukaan Bulan pada 1959, dan misi Luna-9 pada 1966 adalah yang pertama melakukan pendaratan lunak di sana. Moskow kemudian fokus menjelajahi Mars dan sejak jatuhnya Uni Soviet pada 1991, Rusia belum mengirimkan penyelidikan ilmiah ke luar orbit bumi. Air di Bulan? Selama berabad-abad, para astronom bertanya-tanya tentang keberadaan air di Bulan, yang 100 kali lebih kering dari Sahara. Peta NASA pada 2018 menunjukkan es air di bagian Bulan yang gelap, dan pada 2020 NASA mengonfirmasi bahwa air juga ada di area yang diterangi matahari. Negara-negara berkekuatan besar seperti AS, China, India, Jepang, dan Uni Eropa telah menyelidiki Bulan dalam beberapa tahun terakhir. Pendaratan Jepang di Bulan Jepang pada tahun lalu gagal, demikian pula dengan misi Israel pada 2019. Tidak ada negara yang berhasil melakukan pendaratan mulus di kutub selatan. Misi India, Chandrayaan-2, juga menemui kegagalan pada 2019. Medan yang berat membuat pendaratan di sana sulit, tetapi hadiah penemuan es air bisa bersejarah: besar dapat digunakan untuk mengekstraksi bahan bakar dan oksigen, serta digunakan untuk air minum. Maxim Litvak, kepala kelompok perencanaan peralatan ilmiah Luna-25, mengatakan tugas terpenting adalah mendarat di tempat yang belum pernah didarati orang lain dan menemukan air. “Ada tanda-tanda es di tanah area pendaratan Luna-25,” katanya, seraya menambahkan bahwa Luna-25 akan bekerja di Bulan setidaknya selama satu tahun Bumi, mengambil sampel. [ah/ft]