CEO TikTok tampil hari Kamis (23/3) di depan komisi Kongres AS untuk menjelaskan, mengapa aplikasi berbagi video Tik Tok yang sangat populer itu seharusnya tidak dilarang. Kesaksian Shou Zi Chew itu muncul pada saat yang genting bagi perusahaan yang mempunyai 150 juta pengguna di Amerika. Namun TikTok berada di bawah tekanan yang meningkat dari para pejabat AS yang mencemaskan keamanan data dan keselamatan para penggunanya. TikTok dan perusahaan induknya ByteDance, telah terdampak dalam pertikaian geopolitik yang meluas antara Beijing dan Washington soal perdagangan dan teknologi. Chew, warga negara Singapura berusia 40 tahun, jarang muncul di depan umum untuk menepis rentetan tuduhan negatif terhadap TikTok. Dalam pernyataan pembukaannya, Ketua Komite Cathy McMorris Rodgers, seorang Republikan, meragukan apakah media sosial itu bisa dipercaya karena hubungannya yang dekat dengan Beijing. “Ada banyak kesalahpahaman tentang perusahaan kami dan saya sangat bangga datang ke sini, mewakili mereka dan semua pengguna TikTok di negara ini,” kata Chew kepada wartawan sebelum memasuki ruang sidang DPR AS. Chew, akan memberi tahu Komite Energi dan Perdagangan DPR AS, bahwa TikTok mengutamakan keselamatan pengguna mudanya dan menyangkal tuduhan bahwa aplikasi itu berisiko terhadap keamanan nasional, menurut pernyataan yang dirilis sebelum sidang. Pada hari Rabu, perusahaan itu mengirim puluhan pengguna (pengisi konten) populer TikTok ke Capitol Hill untuk melobi anggota kongres agar melestarikan media sosial itu. [ps/lt]
Category: Asia Pasifik
Pengguna TikTok Protes Proposal Pelarangan oleh AS
Sekelompok pembuat konten TikTok turun ke gedung Kongres Amerika Serikat pada Rabu (22/3) untuk memprotes seruan pelarangan aplikasi berbagi video milik perusahaan asal China tersebut, di tengah kekhawatiran aplikasi itu mengandung ancaman keamanan nasional. Para pembuat kebijakan dan pejabat pemerintahan mengeluhkan perusahaan induk TikTok, ByteDance, dapat menyerahkan data pribadi pengguna kepada pemerintah Tiongkok dan menyerukan agar aplikasi tersebut dihapus dari toko-toko aplikasi, kecuali jika dijual ke perusahaan AS. Para pendukung TikTok mengatakan bahwa platform itu tidak lebih rentan terhadap peretasan data daripada aplikasi lain yang sama-sama melakukan pengumpulan informasi pribadi dan bahwa para pembuat kebijakan seharusnya berusaha memperketat undang-undang data pribadi ketimbang merusak kesenangan mereka. Sekelompok remaja, guru dan pemilik bisnis berunjuk rasa di Kongres untuk mendiskusikan penentangan mereka terhadap kemungkinan pelarangan TikTok, serta menyerukan manfaat TikTok dalam hidup dan penghasilan mereka. Beberapa di antara mereka mengatakan, mereka diterbangkan ke Washington oleh perusahaan teknologi itu, demikian laporan media AS. “Saya membangun bisnis saya di TikTok, sehingga hal ini menjadi masalah bagi saya dan usaha saya,” kata akun @countrylather2020, produsen sabun yang kini memiliki 70.000 pengikut di akun TikToknya, dalam video yang diunggahnya ketika ia tiba di Washington. “Memangnya tidak ada platform lain? Tentu ada, dan saya juga punya akun di sana. Tapi tidak ada yang memiliki daya jangkau seluas TikTok.” Aplikasi yang baru-baru ini mengungkap bahwa memiliki 150 juta pengguna di AS itu sudah dilarang dipasang pada perangkat elektronik milik pemerintah federal maupun beberapa negara bagian. TikTok juga diblokir oleh beberapa universitas negeri, namun kongres dan Presiden Joe Biden tengah mempertimbangkan pelarangan sepenuhnya. CEO perusahaan itu, Shou Zi Chew, akan bersaksi di hadapan Kongres AS pada Kamis (23/3) di mana ia diperkirakan akan mengatakan kepada Komite Energi dan Perdagangan DPR AS bahwa: “ByteDance bukanlah agen China atau negara lain.” [rd/rs]
PBB: Beberapa Bulan Setelah Banjir, Jutaan Orang Kekurangan Air Bersih di Pakistan
Dana Anak-anak PBB (UNICEF), Selasa (21/3), memperingatkan bahwa setelah banjir dahsyat musim panas lalu, 10 juta orang di Pakistan, termasuk anak-anak, masih tinggal di daerah yang terkena banjir tanpa akses ke air minum yang aman. Pernyataan dari UNICEF ini menegaskan situasi yang memprihatinkan di Pakistan yang miskin, negara dengan populasi 220 juta yang beberapa bulan kemudian masih bergumul dengan konsekuensi banjir, serta krisis ekonomi yang terus meningkat. Banjir itu, yang oleh para ahli dikaitkan dengan perubahan iklim, menewaskan 1.739 orang, termasuk 647 anak-anak dan 353 perempuan. Sejauh ini, kurang dari setengah permintaan dana UNICEF untuk Pakistan, 45 persen dari $173,5 juta, telah terpenuhi. Menurut badan tersebut, sebelum banjir melanda Juni lalu, air dari hanya 36 persen sistem air Pakistan dianggap aman untuk dikonsumsi manusia. Banjir merusak sebagian besar sistem pipa air di daerah yang terkena dampak, memaksa lebih dari 5,4 juta orang, termasuk 2,5 juta anak-anak, hanya mengandalkan air yang terkontaminasi dari kolam dan sumur, kata UNICEF. “Air minum yang aman bukanlah hak istimewa, itu adalah hak asasi manusia,” kata Abdullah Fadil, perwakilan UNICEF di Pakistan. “Namun, setiap hari, jutaan anak perempuan dan laki-laki di Pakistan kalah dalam pertempuran melawan penyakit yang ditularkan melalui air yang dapat dicegah dan akibat kekurangan gizi.” “Kami membutuhkan dukungan berkelanjutan dari para donatur kami untuk menyediakan air bersih, membangun toilet, dan memberikan layanan sanitasi yang vital kepada anak-anak dan keluarga yang paling membutuhkannya,” tambah Fadil. “Di daerah yang terkena banjir, lebih dari 1,5 juta anak laki-laki dan perempuan mengalami kekurangan gizi parah, dan jumlahnya hanya akan meningkat jika tidak ada air bersih dan sanitasi yang layak,” kata UNICEF. Banjir menyebabkan kerusakan bernilai lebih dari $30 miliar karena sebagian besar wilayah negara tetap terendam air selama berbulan-bulan, memaksa jutaan orang tinggal di tenda atau rumah darurat di dekat genangan air yang menyebabkan penyebaran penyakit. [ab/uh]
Ribuan Produk Huawei Tak Lagi Pakai Suku Cadang yang Dilarang AS
Pendiri Huawei Technologies mengatakan perusahaan teknologi China itu sudah mengganti lebih dari 13.000 suku cadang dalam produk-produknya yang terkena sanksi dagang oleh Amerika Serikat (AS). Kantor berita Reuters melansir pernyataan pendiri Huawei dari transkrip pidato yang diunggah oleh Universitas Shanghai Jiao Tong di China, Jumat (17/3). Namun, Reuters tidak bisa memverifikasi transkrip pernyataan Ren secara independen. Menurut transkrip itu, pendiri Huawei Ren Zhengfei mengatakan selama tiga tahun terakhir sudah mengganti 13.000 komponen dengan suku cadang buatan China. Selain itu, Huawei juga sudah mendesain kembali 4.000 papan sirkuit untuk produk-produknya. Menurut Ren, produksi papan-papan sirkuit sudah stabil. Pernyataan itu membuka peluang bagi upaya Huawei untuk pulih dari pembatasan-pembatasan perdagangan AS. Sejak 2019, Huawei menjadi target kebijakan pengontrolan perdagangan oleh AS. Perusahaan itu merupakan pemasok utama perangkat yang digunakan pada jaringan komunikasi 5G. Kontrol dari AS itu sudah memangkas pasokan cip dari perusahaan AS untuk Huawei. Perusahaan itu juga kehilangan akses ke peralatan teknologi AS untuk merancang cipnya sendiri yang kemudian diproduksi oleh mitra Huawei. Ren membuat pernyataan itu dalam sebuah acara bincang-bincang dengan para pakar teknologi China pada 24 Februari, menurut universitas itu, yang kemudian mengunggah transkrip ke situs webnya pada Jumat (17/3). Perwakilan Huawei di AS tidak segera merespons permintaan untuk komentar pada Jumat (17/3). Ren mengatakan Huawei menginvestasikan $23,8 miliar atau sekitar Rp 36,6 triliun untuk penelitian dan pengembangan (Research & Development/R&D) pada 2022. “Seiring dengan meningkatnya profitabilitas, kami akan terus meningkatkan belanja untuk R&D),” kata Ren. [ft/ah]
Gagal Hidupkan Mesin, Jepang Hancurkan Roket Baru saat Peluncuran
Badan antariksa Jepang (JAXA) dengan sengaja menghancurkan roket H3 baru, beberapa menit setelah peluncuran hari Selasa (7/3), karena kegagalan menghidupkan mesin roket tahap kedua pada seri roket baru pertama negara itu dalam lebih dari dua puluh tahun. Peluncuran ini dilakukan tiga minggu setelah pembatalan peluncuran sebelumnya karena kesalahan lain. Kegagalan dan penghancuran roket H3 ini merupakan kemunduran bagi program luar angkasa Jepang, dan mungkin untuk program deteksi rudalnya. Kantor berita Associated Press melaporkan hal ini menimbulkan kekecewaan penggemar ruang angkasan yang datang untuk mendukung uji coba ulang hari Selasa ini. Roket H3 yang bermoncong putih meluncur dan terbang ke langit biru dari Tanegashima Space Center di Jepang selatan, sementara para penggemar dan penduduk lokal bersorak-sorai. Roket itu mengikuti lintasan yang direncanakan. Tetapi pada tahap kedua, yaitu pemisahan roket, mengalami masalah karena kegagalan menghidupkan mesin roket, demikian petikan pernyataan Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang (JAXA). Pejabat-pejabat JAXA meminta maaf atas kegagalan itu, dan mengatakan telah mengirim perintah untuk menghancurkan roket, sekitar 14 menit setelah lepas landas. Ini dikarenakan tidak ada harapan pesawat itu akan dapat menyelesaikan misinya. Direktur Implementasi Peluncuran JAXA Yasuhiro Funo mengatakan tahap kedua dan muatannya jatuh ke laut dalam di lepas pantai timur Filipina. Ditambahkannya, roket yang tidak akan memasuki orbit yang ditargetkan saat membawa banyak bahan bakar, tidak aman dan karenanya harus dihancurkan. Tidak ada kerusakan atau cedera yang dilaporkan akibat penghancuran roket, atau jatuhnya puing-puing roket itu. Roket itu membawa Satelit Pengamatan Darat Lanjutan ALOS-3, yang terutama bertugas mengamati Bumi dan menumpulkan data untuk tanggap bencana dan pembuatan peta. Sementara sensor infra merah eksperimental yang dikembangkan Kementerian Pertahanan dapat memantau aktivitas militer, termasuk peluncuran rudal. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi, Katsuhiko Hara, mengatakan belum ada rencana peluncuran satelit alternatif untuk menggantikan ALOS generasi sebelumnya. Ia tidak menjelaskan apakah atau bagaimana penundaan itu dapat mempengaruhi kemampuan deteksi bencana dan rudal. Ini merupakan kegagalan kedua dalam enam bulan sejak roket berbahan bakar padat seri Epsilon yang lebih kecil dan dirancang untuk meluncurkan satelit ilmiah, gagal pada bulan Oktober lalu. Peluncuran H3 juga telah ditunda lebih dari dua tahun karena penundaan pengembangan mesin. Selama upaya peluncuran pada Februari lalu, kesalahan listrik setelah pengapian mesin utama membatalkan peluncuran tepat sebelum lepas landas dan nyaris menyelamatkan roket itu. Diperkirakan akan terjadi penangguhan lebin lanjut, tetapi pejabat-pejabat JAXA mengatakan yang utama adalah mengkaji kerusakan yang ada dan membangun kembali kepercayaan. [em/jm]
Perusahaan Cip Taiwan akan Rekrut 6.000 Insinyur
Produsen cip terbesar di dunia, Taiwan Semiconductor Manufacturing Co Ltd (TSMC), Sabtu (4/3), mengatakan akan merekrut lebih dari 6.000 staf baru pada 2023. Gelombang besar perekrutan itu dilakukan di tengah terjadinya penurunan produksi cip di dunia. Menurut TSMC, perusahaan akan mencari insinyur muda bergelar diploma, sarjana, master atau doktor di bidang teknik elektro atau bidang yang terkait dengan perangkat lunak, di kota-kota di seluruh Taiwan. Perusahaan mengatakan gaji keseluruhan rata-rata seorang insinyur baru dengan gelar master adalah 2 juta Taiwan dolar ($65.578,07 atau sekitar Rp997 juta). Industri semikonduktor di dunia akhir-akhir ini mengalami penurunan tajam karena terkoreksinya permintaan elektronik dan adanya stok cip yang banyak. Sejak akhir 2022, sejumlah perusahaan cip di seluruh dunia menahan investasinya. Intel Corp baru-baru ini mengumumkan akan memotong pembayaran untuk staf dan eksekutif tingkat menengah dari 5 persen menjadi 25 persen. Perusahaan sedikit mengurangi belanja modal 2023 dan memperkirakan pendapatan kuartal pertama akan turun. Namun Intel memperkirakan permintaan cip akan meningkat pada paruh kedua tahun ini. [ah/ft]
Laporan: Untuk Kelima Kalinya, India Paling Banyak Tutup Akses Internet
India paling banyak menutup akses internet pada 2022, menurut pengawas advokasi internet Access Now pada Selasa (28/2). Untuk tahun kelima berturut-turut, India menduduki puncak daftar tersebut. Dari 187 penutupan internet secara global yang dicatat Access Now, 84 terjadi di India, termasuk 49 di antaranya terjadi di wilayah Kashmir yang dikuasai India, kata organisasi advokasi hak digital yang berbasis di New York tersebut dalam laporannya yang terbit pada Selasa. Meskipun India kembali memimpin dalam penutupan internet, 2022 menandai pertama kalinya sejak 2017 terdapat kurang dari 100 penutupan terjadi di negara itu, kata Access Now. Ukraina berada pada urutan kedua dalam daftar, dengan militer Rusia memutus akses ke internet setidaknya 22 kali setelah menginvasi Ukraina sejak 24 Februari tahun lalu. “Selama invasi skala penuh Rusia ke Ukraina, militer Rusia memutus akses internet setidaknya 22 kali, terlibat serangan dunia maya dan dengan sengaja menghancurkan infrastruktur telekomunikasi,” kata pengawas itu dalam laporannya. Iran berada pada posisi ketiga dalam daftar tersebut. Pihak berwenang melakukan 18 penutupan internet pada 2022 sebagai tanggapan atas demonstrasi menentang pemerintah. [ka/jm]
TikTok Dilarang Digunakan di Perangkat Seluler Pemerintah Kanada
Kanada, pada Senin (27/2), mengumumkan larangan TikTok dari semua perangkat seluler milik pemerintah. Keputusan tersebut mencerminkan kekhawatiran yang meluas dari pejabat Barat atas aplikasi berbagi video milik China itu. Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan larangan itu mungkin langkah pertama untuk tindakan lebih lanjut. “Saya menduga, sementara pemerintah mengambil langkah signifikan untuk memberi tahu semua pegawai federal bahwa mereka tidak bisa lagi menggunakan TikTok di ponsel kantor mereka, banyak orang Kanada dari kalangan bisnis hingga perorangan akan merenungkan keamanan data mereka sendiri dan mungkin membuat pilihan,” kata Trudeau. Cabang eksekutif Uni Eropa mengatakan pekan lalu bahwa mereka untuk sementara telah melarang TikTok dari ponsel yang digunakan karyawan sebagai tindakan keamanan siber. Tindakan Uni Eropa itu mengikuti langkah serupa yang diterapkan di Amerika Serikat, di mana lebih dari separuh negara bagian dan Kongres telah melarang TikTok dari perangkat resmi pemerintah. TikTok sangat populer di kalangan anak muda. Tetapi kini muncul kekhawatiran bahwa pemilik platform tersebut di China telah menggunakannya untuk mengumpulkan data tentang pengguna Barat atau mendorong narasi dan informasi yang salah yang pro-China. TikTok dimiliki oleh ByteDance, perusahaan yang memindahkan kantor pusatnya ke Singapura pada 2020. Presiden Dewan Keuangan Kanada Mona Fortier mengatakan pemerintah federal juga akan memblokir aplikasi itu agar tidak diunduh di perangkat kantor pada masa mendatang. Fortier mengatakan dalam pernyataannya, Chief Information Officer of Canada menetapkan, TikTok “menimbulkan tingkat risiko yang tidak bisa diterima terhadap privasi dan keamanan.” Aplikasi tersebut akan dihapus dari ponsel pemerintah Kanada pada Selasa (28/2). [ka/jm]
AS Peringatkan Serangan Siber China dalam Skenario Taiwan
Setiap invasi China ke Taiwan kemungkinan akan disertai serangan siber besar-besaran terhadap Barat dan Amerika Serikat, menurut Direktur Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS Jen Easterly. Easterly mengatakan, pada Senin (27/2), bahwa Amerika Serikat dan sekutunya harus siap menghadapi bahwa China akan menciptakan “kepanikan dan kekacauan” di dunia maya. Badan-badan intelijen dan pejabat-pejabat militer Amerika Serikat telah memperingatkan bahwa China secara aktif sedang mempersiapkan rencana untuk dapat merebut Taiwan secara paksa pada 2027. Namun, pejabat-pejabat tinggi intelijen AS mengatakan awal bulan ini bahwa tidak ada indikasi China ingin mewujudkan rencana itu. “Kami menilai bahwa China terus memilih penyatuan Taiwan secara damai,” kata Direktur Intelijen Nasional Avril Haines di New York awal bulan ini. Tetapi, ia menunjukkan, preferensi itu mungkin berkurang. Easterly, pada Senin, memperingatkan potensi preferensi China untuk melakukan agresi, dan kemungkinan kesediaannya untuk menyerang di dunia maya, muncul di saat pimpinan China semakin meremehkan “kesalahan langkah Rusia yang tak berujung” di Ukraina. [ka/jm]
AS: Tidak Ada Bukti Awal yang Menunjukkan Ketiga Objek yang Ditembak Jatuh terkait dengan China
Pemerintah Amerika Serikat, pada Selasa (14/2), mengatakan sejauh ini tidak ada bukti bahwa ketiga objek di udara yang yang ditembak jatuh pada akhir pekan lalu di atas wilayah Amerika Utara terkait dengan China atau program mata-mata asing lainnya. Penyelidik AS “sejauh ini tidak melihat petunjuk atau hal lain yang mengarah pada gagasan bahwa ketiga objek itu merupakan bagian dari program balon mata-mata China, atau terkait dengan usaha pengumpulan intelijen eksternal,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby dalam konferensi pers di Gedung Putih. Kirby mengatakan ketiga objek itu, dua ditembak jatuh di atas wilayah udara AS dan satu lagi di atas Kanada, “kemungkinan merupakan balon yang terkait dengan entitas komersial atau penelitian, dan oleh karena itu tidak mengancam.” Tetapi Kirby memperingatkan bahwa China mengoperasikan “program yang didanai, dan terarah” untuk menggunakan balon yang diterbangkan tinggi dan sulit dilacak untuk memata-matai AS dan negara lain. Pejabat Amerika mengatakan sebuah pesawat tempur AS telah menembak jatuh balon seperti itu pada 4 Februari di lepas pesisir tenggara AS setelah membiarkannya melintasi wilayah udara Amerika Serikat selama delapan hari. China masih terus mengklaim balon itu sekadar mengumpulkan informasi cuaca dan secara tidak sengaja terbang melenceng ke wilayah udara AS. Tetapi pejabat AS mengatakan mereka telah menemukan keping-keping balon itu dan menyimpulkan balon itu merupakan bagian dari misi pengintaian canggih terhadap pangkalan militer AS. [jm/ka]