Jakarta (ANTARA) – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menyatakan program Wajib Halal Oktober (WHO) 2024 yang mendesak pelaku usaha termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mendapat sertifikasi halal pada produknya tetap berjalan sesuai rencana dan berakhir Oktober 2024.
“Wajib Halal tidak mundur (tenggat waktunya),” kata Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham ditemui di Jakarta, Rabu.
Hal itu diungkapkan Aqil menanggapi komentar Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki, Senin (1/4) lalu, yang mengatakan penerapan Wajib Halal pada Oktober 2024 mungkin tidak akan tercapai.
Oleh karena itu Menteri Teten mengusulkan adanya percepatan, yakni UMKM dengan produk berbahan bakunya yang halal untuk diberikan jalur hijau, sehingga pelaku UMKM tersebut bisa melakukan self declare tanpa prosedur yang panjang.
Baca juga: Wajib sertifikasi halal dorong peluang produk AS masuki pasar muslim
Baca juga: BPJPH: Regulasi sertifikat halal untuk UMKM wajib sebelum 18 Oktober
“Pak Teten saya kira tidak mengatakan diperpanjang (WHO 2024), ya, tidak juga diperpanjang,” ujar Aqil.
Saat ini, Aqil mengatakan pihaknya terus melakukan upaya-upaya percepatan perolehan sertifikasi halal pada produk-produk lokal, berupa sosialisasi kepada pelaku usaha, hingga menggodok mitigasi risiko kepada produk yang belum mendapat sertifikasi.
Diketahui produk-produk yang tidak atau belum mengantongi “cap” halal berisiko mendapat beberapa sanksi, salah satunya penarikan produk dari peredaran.
Meski tenggat waktu WHO 2024 tidak diperpanjang, Aqil menyebut BPJPH berencana memberikan relaksasi kepada usaha-usaha kecil yang belum mendapat sertifikasi hingga melewati tempo yang telah ditentukan tersebut.
“Mungkin ada skenario, nanti akan akan ada relaksasi dari aspek sanksinya, ya, tapi tidak mundur wajib halalnya, tapi aspek sanksinya mungkin relatif lebih diringankan, ada revisi regulasi untuk sangsi bagi yang mikro kecil, tapi yang menengah besar tetap jalan,” kata dia.
Aqil mengungkap hingga kini, sekitar empat juta produk telah mendapat sertifikasi halal, sekitar dua juta di antaranya merupakan produk makanan dan minuman.
Lebih lanjut, ia menyoroti arus global impor produk halal dari luar negeri yang semakin besar. Perusahaan-perusahaan raksasa asal luar negeri saat ini terus berupaya melegalkan sertifikasi halal dari negaranya untuk diakui di Indonesia, karena pasar Muslim yang besar.
Dengan masuknya produk impor halal, produk-produk UMKM dalam negeri berpotensi besar untuk kalah saing dan ditinggalkan oleh konsumen, apa lagi produk lokal halal yang belum mendapat sertifikasi. Untuk itu, percepatan WHO 2024 sangat penting untuk dilakukan.
“Ada 41 negara yang mau kerja sama dengan BPJPH agar produk-produk halal, sertifikat halal di sana diakui untuk masuk ke Indonesia di Oktober 2024 ini, dari China, Jepang, Korea, India, Pakistan, Amerika, Brazil, Eropa, dan masih banyak lagi,” kata Aqil.
Wajib sertifikasi atau sertifikat halal diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal sebagaimana diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal itu diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Baca juga: BPJPH pastikan wajib halal dorong pariwisata ramah Muslim di Indonesia
Baca juga: BPJPH sasar 5.040 titik sosialisasi wajib halal 2024 tiga bulan ke depan
Baca juga: BPJPH rangkul industri untuk sosialisasikan wajib sertifikasi halal
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024