Pentagon kini berniat untuk mengaktifkan ribuan sistem otonom dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang relatif murah selambat-lambatnya pada tahun 2026 untuk mengimbangi China. Meskipun pendanaannya masih belum jelas, inisiatif ambisius ini akan mempercepat keputusan sulit tentang teknologi AI yang matang dan cukup dapat dipercaya untuk digunakan.
Kolonel Angkatan Udara AS Matt Strohmeyer mengatakan kemampuan untuk membuat keputusan yang lebih baik dan lebih cepat dibanding pesaing dan musuh adalah inti penggunaan sejumlah teknologi baru yang dibahas para pejabat militer AS.
“Ini bukan teknologi demi kemajuan teknologi, ini adalah teknologi yang memungkinkan tentara di medan tempur membuat keputusan yang lebih baik dan cepat,” kata Strohmeyer.
Ada sedikit perselisihan di antara para ilmuwan AI dan pejabat Pentagon soal persenjataan militer AS, yang pada akhirnya akan mencakup senjata mematikan yang sepenuhnya otonom atau dapat mengambil keputusan sendiri. Misalnya pesawat nirawak atau drone yang suatu hari nanti ketika memasuki pertempuran dalam kawanan robotik, dapat mengambil keputusan untuk mendapatkan informasi dengan cara mengintai, sementara lainnya melakukan serangan.
Menteri Pertahanan Lloyd Austin mengatakan, “Kecerdasan buatan merupakan inti agenda inovasi kita, membantu kita untuk melakukan komputasi lebih cepat, berbagi dengan lebih baik, dan memanfaatkan platform lain. Ini merupakan hal-hal fundamental untuk berkompetisi di masa depan.”
Inisiatif baru yang dijuluki “replicator” ini merupakan langkah awal untuk mengintegrasikan AI lebih jauh ke dalam militer AS.
Dua pesaing yang berlomba untuk mengembangkan sistem senjata otonom sepenuhnya untuk “Replica” adalah Anduril dan Shield AI. Keduanya didukung oleh ratusan juta dolar modal ventura, dan memiliki pendekatan yang mengutamakan perangkat lunak, (dengan) memperoleh drone yang lebih besar dalam akuisisi.
Kepala Pejabat Digital dan AI di Departemen Pertahanan AS Craig Martell tidak terlalu mengkhawatirkan senjata otonom yang membuat keputusan sendiri, dibandingkan dengan sistem yang digunakan di lapangan yang tidak berfungsi seperti yang diiklankan.
“Terlepas dari otonomi sistem tersebut, akan selalu ada agen yang bertanggung jawab dan memahami keterbatasan sistem, yang telah dilatih dengan sistem, memiliki kepercayaan diri yang tepat tentang kapan dan di mana sistem itu dapat digunakan, dan akan selalu bertanggung jawab untuk menerapkannya dan menjadi pagar pembatas,” kata Martell.
Namun, salah satu tantangan yang mendesak adalah merekrut dan mempertahankan talenta manusia yang dibutuhkan untuk menguji teknologi AI, karena Pentagon tidak dapat bersaing dalam hal gaji. [em/jm]
https://www.voaindonesia.com/a/berupaya-imbangi-china-pentagon-tingkatkan-program-ai/7372442.html