Hampir setengah juta orang di Pakistan memadati kamp-kamp pengungsian setelah kehilangan rumah mereka dalam banjir dahsyat. Menteri Urusan Perubahan Iklim Pakistan Sherry Rehman, pada Senin (29/8), mengingatkan Pakistan berada di “garis depan” krisis iklim dunia setelah musim hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya menyelimuti negara itu sejak pertengahan Juni lalu. Lebih dari 1.130 orang telah meninggal dunia akibat bencana tersebut. Sejak dua hari lalu, hujan mulai berhenti dan banjir di sebagian daerah mulai surut. Tetapi warga Pakistan di banyak kota masih berjuang mengatasi kerusakan rumah dan bisnis akibat banjir itu. Dalam salah satu insiden banjir terburuk, sedikitnya 11 orang meninggal pada Senin ketika perahu yang digunakan para relawan penyelamat untuk mengevakuasi 24 orang, terbalik di perairan Sungai Indus yang meluap di dekat kota Bilawal Pur di wilayah selatan. Belum diketahui jumlah pasti orang yang masih hilang dalam musibah itu. Sherry dan pakar meteorologi mengatakan kepada Associated Press bahwa musim hujan sedianya baru terjadi pada September ini. Namun musim hujan telah tiba sejak awal musim panas lalu, dan lebih deras dari biasanya sehingga menimbulkan dampak yang luas. “Pakistan terbiasa dengan hujan lebat dan banjir,” ujar Rehman, “tetapi tidak yang seperti ini.” Ia menambahkan, “apa yang kami lihat dalam delapan minggu terakhir ini adalah hujan yang tidak henti-hentinya, yang tidak pernah terjadi dalam musim hujan sebelumnya.” Hujan deras adalah yang terbaru dari serangkaian bencana yang menurut Rehman diperburuk oleh perubahan iklim, termasuk gelombang panas, kebakaran hutan dan ledakan danau glasial. Kerusakan alam yang kini terjadi mencerminkan bagaimana negara-negara miskin seringkali harus membayar harga mahal untuk perubahan iklim yang sebagian besar disebabkan oleh negara-negara yang lebih maju. Sejak tahun 1959, Pakistan hanya bertanggung jawab atas 0,4 persen emisi CO2. Sementara Amerika Serikat menyumbang 21,5 persen dari total emisi, disusul oleh China dengan 16,5 persen, dan Uni Eropa yang berkontribusi sebesar 15 persen pada emisi CO2 dunia. “Iklim tidak mengenal batas dan dampaknya dapat dirakan secara tidak proporsional,” ujar Rehman. “Ketika Anda melihat sistem tekanan yang rendah datang dari Teluk Bengal, hal itu menghantam kami lebih buruk dibanding negara-negara lain. Jadi kita berada di garis depan dalam krisis global ini.” Otoritas Manajemen Bencara Nasional mengatakan banjir pada musim panas kali ini telah menewaskan lebih dari 1.136 orang dan melukai 1.636 lainnya. Lebih dari satu juta rumah hancur akibat banjir tersebut. Hingga laporan ini disampaikan, sedikitnya 498.000 orang di negara berpenduduk 220 juta jiwa ini masih berada di kamp-kamp pengungsian. [em/jm]
Author: sarwa
Masalah Bahan Bakar, NASA Tunda Peluncuran Roket Artemis ke Bulan
Badan Antariksa AS (NASA) telah menunda peluncuran roket Artemis dengan kapsul untuk krew yang tadinya direncanakan Senin (29/8). NASA menghadapi serangkaian kebocoran bahan bakar dan kesulitan mendinginkan mesin booster pada suhu yang tepat untuk peluncuran. Seandainya masalah-masalah ini bisa diatasi, NASA akan mencoba peluncuran ini pada Jumat. “Kami tidak akan melakukan peluncuran sampai semuanya berjalan lancar,” kata administrator NASA Bill Nelson ketika mengomentari penundaan ini. “Kami tidak bisa berangkat, ada beberapa pedoman, dan saya rasa ini mengilustrasikan bahwa ini adalah sebuah mesin dan sistem yang sangat kompleks, dan semuanya harus berjalan lancar.” Para insinyur NASA tidak mampu mendinginkan salah satu mesin booster roket itu ke suhu yang tepat, sebuah proses yang melibatkan pengaliran cairan hidrogen pada suhu minus 217 derajat Celsius di sekeliling mesinnya. Para teknisi sudah mengusahakan beberapa perbaikan, namun tidak ada yang berhasil. Tim NASA sebelumnya pada Senin berhadapan dengan penundaan akibat badai yang melintasi lokasi peluncuran di Florida, serta juga kebocoran yang ditemukan saat mengoperasikan pengisian bahan bakar. Tes ini melibatkan roket Space Launch System, roket paling kuat dalam sejarah NASA, yang akan melepaskan kapsul Orion yang kali ini tidak ditumpangi astronaut. Orion kemudian akan mengitari bulan dan kembali ke bumi. Seluruh perjalanan ini akan berlangsung sekitar enam minggu. Seandainya sukses, NASA merencanakan untuk menerbangkan astronaut ke sekeliling bulan pada 2024 dan kemungkinan di permukaan bulan pada awal 2025. [jm/ka]
Vivo Y16 4G Meluncur dengan Baterai 5.000 mAh, Ini Spesifikasinya – Kompas.com – Tekno Kompas.com
- Vivo Y16 4G Meluncur dengan Baterai 5.000 mAh, Ini Spesifikasinya – Kompas.com Tekno Kompas.com
- Vivo Y16 4G Akhirnya Resmi Diluncurkan, Dibekali Helio P35 SoC dan Baterai 5000mAh, Begini Penampakannya – Info Sumsel Info Sumsel
- Foto dan Video Penampakan Nyata Vivo Y16 Berseliweran di Internet Rancah Post
- Penampakan Vivo Y16 Beredar ke Publik, Jadi HP Murah Baru? – Hitekno.com hitekno.com
- Lihat Liputan Lengkap di Google Berita