Twitter setuju membayar denda sebesar $150 juta untuk menyelesaikan tuduhan bahwa platform tersebut memberi pengiklan sebagian informasi pengguna yang seharusnya digunakan untuk memperkuat keamanan akun, kata pihak berwenang Amerika Serikat, pada Rabu (25/5).
Komisi Perdagangan Federal (FTC) dan Departemen Kehakiman AS menuduh Twitter mengambil nomor telepon atau alamat email yang diberikan untuk memperketat privasi, lalu membiarkan pengiklan menggunakan informasi itu untuk menghasilkan uang.
“Twitter memperoleh data dari pengguna dengan dalih untuk keamanan, tetapi akhirnya juga menggunakan data itu untuk menarget pengguna dengan iklan,” kata ketua komisi Lina Khan dalam siaran pers.
Informasi pribadi yang diserahkan pengguna ke perusahaan teknologi itu, dan bagaimana data itu digunakan, merupakan konflik berulang antara regulator dan perusahaan besar seperti perusahan induk Facebook, Meta, Twitter, dan lainnya.
Dalam periode lima tahun yang berakhir pada 2019, lebih dari 140 juta pengguna Twitter memberikan nomor telepon atau alamat email ke layanan yang berbasis di San Francisco itu untuk membantu mengamankan akun dengan dua faktor otentikasi, kata regulator.
Tanpa memberi tahu pengguna, Twitter membiarkan pengiklan menggunakan informasi pribadi itu untuk menarget iklan, kata FTC, yang bekerja sama dengan jaksa federal untuk menuntut perusahaan teknologi tersebut.
Kesepakatan penyelesaian itu menunjukkan, selain setuju membayar denda sebesar $150 juta, Twitter akan menerapkan langkah-langkah baru termasuk membiarkan program privasinya dievaluasi secara berkala oleh penilai independen. [ka/rs]
https://www.voaindonesia.com/a/as-denda-twitter-150-juta-akibat-melanggar-privasi/6590136.html