“Sumber gas Scarborough yang terletak 375 kilometer di lepas pantai utara Australia Barat adalah sumber daya yang sangat cocok untuk zaman kita.” Demikian pesan dalam iklan perusahaan gas alam Woodside Energy di Australia.
Ladang gas Scarborough adalah ladang gas alam yang terletak di Samudra Hindia, ratusan kilometer di lepas pantai barat Australia.
Woodside Energy, sebuah perusahaan Australia, ingin mendirikan anjungan pengeboran di laut untuk mengekstrak gas alam dari ladang gas yang belum dimanfaatkan itu dan mengirimkannya melalui pipa ke pabrik pengolahan gas alam cair di dekat kota Karratha, di Australia Barat.
Sebagian besar gas alam cair akan diekspor ke Asia.
Woodside Energy mengatakan proyek tersebut telah “menjadi subyek penilaian lingkungan yang ketat oleh berbagai regulator.” Dalam sebuah pernyataan, kepala eksekutif perusahaan itu, Meg O’Neill, mengatakan rencana tersebut akan menambah lapangan pekerjaan, pendapatan pajak dan memastikan keandalan pasokan gas.
O’Neill mengatakan perusahaan akan “dengan kuat mempertahankan posisinya” dalam proses hukum di pengadilan federal Australia.
Kasus hukum ini telah diajukan oleh Australian Conservation Foundation (ACF), sebuah yayasan konservasi di Australia. Kasus ini merupakan tantangan hukum yang tidak biasa karena para aktivis berpendapat bahwa proyek gas Australia Barat akan merusak Great Barrier Reef, yang berjarak 3.000 kilometer dari pengeboran gas dan yang letaknya di sisi lain negara itu.
Menurut dokumen pengadilan, perkiraan emisi dari proyek tersebut akan menyebabkan suhu global meningkat hampir 0,0004 derajat Celcius. Para konservasionis percaya ini akan “mengakibatkan kematian jutaan terumbu karang” karena suhu laut yang lebih hangat.
ACF telah mengajukan tuntutan terhadap proyek gas Scarborough milik Woodside Energy. LSM itu ingin proyek itu dihentikan sampai menteri lingkungan federal yang baru, Tanya Plibersek, dapat menilai apakah itu akan membahayakan Great Barrier Reef dengan memperburuk perubahan iklim.
Kepala Eksekutif ACF Kelly O’Shanassy ingin pemerintah mempertimbangkan kembali proses persetujuan rencana tersebut.
“(Proyek) itu lolos melalui celah dalam hukum lingkungan nasional dan apa yang kami inginkan dari pengadilan adalah menarik proyek itu kembali dan menyatakan, tidak. (Proyek) itu perlu dinilai kembali untuk dampak iklimnya di Great Barrier Reef. Itu adalah inti dari kasus hukum (yang kami ajukan),” ujarnya.
Meskipun berkomitmen dengan energi terbarukan, pemerintah kiri-tengah yang baru-baru ini terpilih di Canberra menyatakan akan mendukung proyek-proyek bahan bakar fosil yang “masuk akal secara lingkungan dan kemudian secara komersial.”
Warga Australia telah diperingatkan akan kemungkinan terjadinya pemadaman pada musim dingin karena kekurangan listrik melanda pantai timur yang berpenduduk padat. Berbagai faktor telah menyebabkan krisis energi, termasuk cuaca basah yang belum pernah terjadi sebelumnya dan cuaca dingin baru-baru ini di Australia timur. Invasi Rusia ke Ukraina pada bulan Februari juga telah mendorong lonjakan permintaan global akan bahan bakar fosil. Pemadaman listrik juga terjadi di pembangkit listrik tenaga batu bara lokal yang sudah tua di Asutralia.
Kini, PBB sedang menilai dampak pemanasan global terhadap Great Barrier Reef, serta ancaman lokal, termasuk polusi dan penangkapan ikan yang berlebihan.
Great Barrier Reef dapat dikatakan sebagai harta alam terbesar Australia. Terumbu karang ini membentang sejauh 2.300 kilometer di lepas pantai pesisir timur dengan area seluas negara Jepang. [lt/jm]