Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan alasan curah hujan yang masih tinggi meski telah memasuki musim kemarau.
Hal ini disebabkan oleh aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional yang cukup signifikan. Hal itu di antaranya adalah fenomena La Nina yang diidentifikasi masih cukup aktif dengan kategori lemah pada bulan Juli ini.
“Kondisi tersebut masih turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia,” ungkap Deputi Bidang Meteorologi Guswanto di Jakarta, Sabtu (16/7).
Selain La Nina, kata Guswanto, fenomena Dipole Mode di wilayah Samudra Hindia saat ini juga menunjukkan indeks yang cukup berpengaruh dalam memicu peningkatan curah hujan terutama di wilayah Indonesia bagian barat.
Sementara itu, dalam skala regional terdapat beberapa fenomena gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan. Fenomena itu adalah MJO (Madden Jullian Oscillation), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby yang terjadi pada periode yang sama.
“Adanya pola belokan angin dan daerah pertemuan serta perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sekitar Sumatera bagian selatan dan di Jawa bagian barat juga mampu meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut didukung dengan anomali suhu muka laut positif yang dapat meningkatkan potensi uap air di atmosfer,” jelas dia.
Menurutnya, meski saat ini sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, tetapi karena adanya fenomena-fenomena atmosfer tersebut memicu terjadinya dinamika cuaca yang berdampak masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
(pop/isn)