Negara-negara anggota PBB pada Kamis (8/8) untuk pertama kalinya menyetujui sebuah pakta kesepakatan yang menargetkan kejahatan siber, meski mendapat tentangan keras dari para aktivis HAM yang memperingatkan tentang potensi bahaya dari pengawasan tersebut.
Setelah proses negosiasi yang berlangsung selama tiga tahun, ditambah dua minggu sesi pembicaraan terakhir di New York, para anggota akhirnya menyetujui “Konvensi PBB Melawan Kejahatan Dunia Maya” melalui sebuah konsensus. Konvensi tersebut sekarang akan diajukan ke Majelis Umum untuk diadopsi secara resmi.
“Saya anggap dokumen ini… telah diadopsi. Terima kasih banyak, bravo untuk semuanya,” kata diplomat Aljazair, Faouzia Boumaiza Mebarki, yang merupakan ketua komite perancang pakta tersebut, sembari bertepuk tangan.
Meskipun ditentang oleh Amerika Serikat dan Eropa, komite tersebut dibentuk menyusul usulan yang diajukan Rusia pada tahun 2017.
Pakta baru itu akan mulai berlaku setelah diratifikasi oleh 40 negara anggota dan bertujuan untuk “mencegah serta memerangi kejahatan siber secara lebih efisien dan efektif,” terutama terkait gambar pelecehan seksual anak-anak dan pencucian uang.
Namun, sejumlah kritik, utamanya dari aliansi para aktivis HAM dan perusahaan teknologi besar, mengecam perjanjian itu karena cakupannya dinilai terlalu luas; dan sekaligus dinilai bisa menjadi pakta “pengawasan” global dan dapat digunakan untuk penindasan.
Naskah yang diadopsi itu menetapkan bahwa dalam menyelidiki kejahatan apa pun – dengan hukuman minimal empat tahun penjara berdasarkan hukum nasional suatu negara – maka negara anggota PBB bisa meminta otoritas negara lain untuk memberikan bukti elektronik apa pun terkait dengan kejahatan tersebut, dan juga bisa meminta data dari penyedia layanan internet. [th/em]