Jakarta (ANTARA) – Perusahaan software-as-a-service (SaaS) Mekari mengenalkan teknologi Mekari Talenta sebagai solusi untuk mengatur pekerjaan dan sumber daya manusia (SDM) selama Ramadhan dan Lebaran.
Kepala Bisnis Mekari Talenta Stevens Jethefer mengatakan bahwa selama Ramadhan dan Lebaran, perusahaan disarankan menyeimbangkan upaya untuk menjaga produktivitas bisnis dan memberi kesempatan karyawan menjalankan ibadah dengan baik.
“Bagi perusahaan, Ramadhan dan Lebaran identik dengan penyelarasan jam kerja untuk mengakomodasi puasa, pengaturan cuti bagi karyawan yang mudik, dan pengunduran diri, atau resign karyawan,” kata dia sebagaimana dikutip dalam siaran pers Mekari pada Kamis.
“Semua hal tersebut perlu dikelola dengan baik agar perusahaan bisa menjaga keseimbangan antara produktivitas dengan memberikan karyawan kesempatan untuk menjalankan Ramadhan dan Lebaran,” katanya.
Dia menyampaikan beberapa tren menarik berikut berdasarkan data Mekari hingga 25 Maret 2024 terkait jam kerja, cuti, dan pengunduran diri karyawan.
Tak perlu ambil cuti pribadi
Tahun ini, pemerintah menetapkan cuti bersama Lebaran empat hari sehingga menggenapkan libur menjadi seminggu penuh. Libur yang melimpah berdampak pada pengajuan cuti karyawan, di mana hanya empat persen dari karyawan yang menggunakan jatah cuti pribadi untuk Lebaran.
“Setiap perusahaan memiliki kebijakan sendiri terkait cuti bersama, dan hal tersebut mempengaruhi keinginan karyawan untuk menggunakan jatah cuti mereka sendiri untuk Lebaran,” kata Jethefer.
Melebur dengan libur
Perusahaan real estat, layanan konsumen, serta informasi dan teknologi termasuk perusahaan dengan persentase pengajuan cuti karyawan paling tinggi. Sebanyak 5 persen dari karyawan di perusahaan-perusahaan tersebut mengambil cuti untuk merayakan Lebaran.
“Pengoperasian perusahaan atau siklus bisnis yang melambat saat Lebaran memberi kesempatan bagi karyawan untuk mengambil cuti,” kata Jethefer.
Pulang untuk buka puasa
Penyesuaian jam kerja banyak dilakukan oleh perusahaan dan karyawan untuk mengakomodasi aktivitas saat berpuasa.
Berdasarkan data waktu masuk kantor, mereka yang bekerja di institusi pemerintah waktu masuk kerja mundur 20 menit dari biasa dan waktu pulang kantor maju satu jam lebih awal.
“Untuk perusahaan non-pemerintah, data menunjukkan bahwa karyawan tetap clock-in (masuk) di jam yang sama di luar bulan Ramadhan. Namun, mereka cenderung clock-out (pulang kerja) lebih awal agar bisa berbuka di rumah,” kata Jethefer.
Tren Pengunduran Diri
Karyawan umumnya mengundurkan diri setelah menerima tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri. Namun, tren pengunduran diri sudah terdeteksi sejak awal periode Ramadhan antara 10 Maret dan 20 Maret, di mana karyawan yang mengundurkan diri meningkat 220 persen, atau lebih dari dua kali lipat, dibandingkan dengan periode sebelum Ramadhan, antara 28 Februari dan 9 Maret.
“Memang, bursa kerja menjadi lebih cair saat Ramadhan karena ada perputaran talenta di dalam dan di antara perusahaan,” kata Jethefer.
Dia menyampaikan bahwa perusahaan bisa menggunakan teknologi sebagai salah satu perangkat untuk mengatur pekerjaan dan ketersediaan sumber daya manusia selama Ramadhan dan Lebaran.
“Teknologi berupa solusi human resource berbasis awan mempermudah HR melakukan berbagai pengaturan ulang, mulai dari mengubah clock in-clock out time bagi karyawan hingga memperkirakan kebutuhan tenaga kerja yang harus piket selama saat Lebaran,” katanya.
“Setelah Lebaran, solusi HR akan membantu perusahaan untuk merekrut karyawan baru, mulai dari mempermudah penyebaran informasi lowongan hingga memproses CV kandidat yang masuk. Sebab itu, perusahaan perlu menjadikan momentum Ramadhan untuk mendigitalisasi sistem HR mereka,” ia menambahkan.
Baca juga: Mengenal Mekari Expense, teknologi kelola reimbursement secara efisien
Baca juga: Lima kompetensi serba digital untuk menunjang karir pada 2024
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2024