Suhu rata-rata permukaan daratan dan lautan bumi pada 2023 adalah 1,18 derajat Celsius lebih tinggi dibanding suhu abad ke-20, menurut Laporan Suhu Global 2023, NASA dan NOAA.
NASA adalah Badan Penerbangan dan Antariksa, sedangkan NOAA adalah lembaga Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional, dan keduanya di bawah pemerintah Amerika Serikat.
Menurut catatan iklim NOAA sejak 1850-2023, suhu tersebut merupakan suhu global tertinggi sepanjang tahun. Catatan suhu ini juga mengalahkan tahun terpanas sebelumnya, yaitu 2016, dengan selisih rekor 0,15 derajat Celsius.
Penilaian ini diberikan Gavin Schmidt, Direktur Institut Studi Luar Angkasa Goddard, NASA. “Kami melaporkan suhu yang diamati di seluruh dunia selama setahun terakhir. Jadi untuk tahun 2023. Data menunjukkan bahwa 2023 adalah tahun terpanas dalam catatan sejarah sejak pertengahan abad ke-19,” jelas Schmidt.
Di sebagian besar permukaan bumi pada 2023, suhu lebih hangat dari rata-rata.
Schmidt mengatakan, suhu yang lebih hangat secara keseluruhan jelas menimbulkan gelombang panas yang lebih lama dan intens, dan pihaknya melihat itu dalam statistik. Selain itu, kondisi ini juga meningkatkan jumlah uap air di udara. Karena itu, dunia menghadapi curah hujan yang cenderung lebih deras.
Schmidt menambahkan, hampir di manapun, penelitian mencatatkan statistik yang cukup baik untuk melihat perubahan dari waktu ke waktu. Kondisi itu memiliki implikasi terhadap banjir.
“Kita melihat peningkatan permukaan laut yang berdampak pada banjir di pesisir pantai, gelombang badai. Semua hal tersebut sudah terjadi dan masyarakat mulai memberi perhatian. Maksud saya, hampir tidak ada tempat di bumi yang tidak mengalami perubahan statistik cuaca ekstrem, hal ini disebabkan oleh kenaikan suhu yang telah kita rasakan,” jelas Schmidt.
Amerika Serikat telah mengalami 28 bencana cuaca tahun lalu, yang menyebabkan kerugian setidaknya AS $1 miliar, memecahkan rekor sebelumnya yaitu 22 bencana pada 2020, menurut NOAA.
Daerah dengan suhu panas yang menonjol meliputi Arktik, Amerika Utara bagian utara, Asia Tengah, Atlantik Utara, dan Pasifik tropis bagian timur.
Tingkat suhu panas yang tersimpan di kedalaman laut, yang dikenal sebagai kandungan panas laut bagian atas, juga mencapai rekor tertinggi pada tahun 2023, seperti dijelaskan Russ Vose, kepala analisis dan cabang sintetis, Pusat Informasi Lingkungan Nasional, NOAA.
“Ada beberapa hal menarik lainnya yang terjadi tahun ini yang sangat menyita perhatian masyarakat. Es laut Antartika adalah salah satunya. Sejauh ini, catatan tahun lalu merupakan yang terendah dalam sejarah es laut Antartika, dan es laut Arktik sekali lagi merupakan salah satu dari sepuluh tahun yang paling banyak mencatat kandungan panas laut, dan juga merupakan rekor tahun ini,” jelas Russ Vose.
Rata-rata luasan bidang es laut Arktik tahunan, termasuk di antara 10 yang terendah sejak 1979, menurut NOAA, sedangkan luasan bidang es laut Antartika adalah yang terendah yang pernah tercatat.
NOAA memperkirakan ada satu dari tiga kemungkinan, 2024 akan lebih hangat dibandingkan 2023.
NOAA memperkirakan ada kemungkinan 99 persen, bahwa 2024 akan masuk dalam lima tahun terpanas yang pernah tercatat.
“Kami memperkirakan jika kondisi berjalan seperti sebelumnya, 2024 mungkin juga akan menjadi tahun terpanas lainnya. Namun, seperti yang saya sebutkan,sejumlah hal tidak terjadi sesuai harapan dalam beberapa bulan terakhir. Oleh karena itu, kami sangat tertarik untuk melihat bagaimana semua akan terjadi pada 2024. Ini akan memberi kesempatan kepada kami, mungkin, untuk memiliki kesimpulan lebih baik tentang apa yang sebenarnya terjadi,” lanjut Schmidt.
Ada beberapa faktor yang menjadikan 2023 sebagai tahun terpanas dalam sejarah, namun para ahli mengatakan sejauh ini faktor terbesarnya adalah meningkatnya jumlah gas rumah kaca di atmosfer. [ns/ab]
https://www.voaindonesia.com/a/nasa-dan-noaa-2023-catat-suhu-terpanas-dalam-173-tahun/7442570.html