Jakarta, CNN Indonesia —
Studi mengungkap alasan manusia modern menjadi satu-satunya spesies yang memiliki dagu, salah satu hal yang membedakannya dengan manusia purba.
Para peneliti mengatakan bahwa hal ini bukan disebabkan oleh kekuatan mekanis, seperti mengunyah, tetapi mungkin karena evolusi. Yakni, ketika wajah manusia mengecil, proses ini memperlihatkan tonjolan tulang di bagian terendah kepala manusia.
“Dalam beberapa hal, tampaknya sepele, tetapi alasan mengapa dagu sangat menarik adalah karena hanya kita yang memilikinya. Ini adalah keunikan kita,” kata Nathan Holton, peneliti fitur wajah dan mekanika kraniofasial di University of Iowa, mengutip ScienceDaily, Rabu (27/9).
Penelitian baru yang dipimpin oleh Holton dan rekan-rekannya di University of Iowa menyatakan dagu manusia merupakan hasil dari adaptasi evolusioner yang melibatkan ukuran dan bentuk wajah.
Selain itu, ada kemungkinan terkait dengan perubahan kadar hormon saat manusia menjadi lebih terdomestikasi secara sosial.
Temuan ini, jika benar, dapat membantu menyelesaikan perdebatan yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad tentang mengapa manusia modern memiliki dagu dan bagaimana hal itu terjadi.
Untuk memastikan hal itu, tim University of Iowa menggunakan analisis biomekanik wajah dan tengkorak yang canggih terhadap hampir 40 orang mulai dari balita hingga orang dewasa.
Hasilnya, kekuatan mekanis, termasuk mengunyah, tidak mampu menghasilkan resistensi yang diperlukan untuk membuat tulang baru di bagian mandibula bawah atau area rahang.
Sebaliknya, mereka, dalam sebuah makalah yang diterbitkan secara online di Journal of Anatomy, mengungkap dagu pada manusia modern muncul dari geometri sederhana.
Yakni, ketika wajah menjadi lebih kecil dalam evolusi dari manusia purba hingga saat ini dan faktanya wajah manusia modern 15 persen lebih pendek dari wajah manusia purba Neanderthal.
“Singkatnya, kami tidak menemukan bukti bahwa dagu terkait dengan fungsi mekanis dan dalam beberapa kasus kami menemukan dagu lebih buruk dalam menahan kekuatan mekanis saat kita tumbuh,” kata Holton.
“Secara keseluruhan, hal ini menunjukkan bahwa dagu tidak mungkin terkait dengan kebutuhan untuk menghilangkan tekanan dan ketegangan dan bahwa penjelasan lain lebih mungkin benar,” imbuhnya.
Perubahan gaya hidup
Menariknya, para antropolog universitas tersebut yang dipimpin oleh Robert Franciscus berpendapat dagu manusia merupakan konsekuensi sekunder dari perubahan gaya hidup manusia.
Hal itu dimulai sekitar 80 ribu tahun lalu dan semakin meningkat dengan migrasi manusia modern dari Afrika sekitar 20 ribu tahun kemudian.
Menurutnya, apa yang terjadi adalah manusia modern berevolusi dari kelompok pemburu-pengumpul yang sedikit terisolasi satu sama lain menjadi kelompok yang semakin kooperatif yang membentuk jaringan sosial di seluruh lanskap.
Kelompok-kelompok yang lebih terhubung ini tampaknya telah meningkatkan tingkat mereka mengekspresikan diri mereka dalam seni dan media simbolis lainnya.
Para jantan khususnya menjadi lebih tenang selama periode ini, dan kemungkinan untuk bertengkar memperebutkan wilayah dan harta benda lebih kecil, serta lebih bersedia membuat aliansi. Hal ini dibuktikan dengan bertukar barang dan ide, yang menguntungkan semua pihak.
Perubahan sikap ini terkait dengan berkurangnya kadar hormon, yaitu testosteron, yang mengakibatkan perubahan nyata pada daerah craniofacial (berkaitan dengan tengkorak dan wajah) pria.
Lukisan Goa Tertua Dunia Ada di Indonesia (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian)
|
Ahli paparkan proses terciptanya rahang di halaman berikutnya…
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230927132042-199-1004392/kenapa-manusia-punya-dagu