Jakarta, CNN Indonesia —
Konflik yang terjadi antara Israel dan kelompok militan Palestina, Hamas, masih terus berlangsung. Perusahaan media sosial , yang jadi arena tempur informasi perang itu, nyatanya tak netral. Berikut sikap mereka.
Perang ini bermula dari serbuan Hamas ke Israel, Sabtu (7/10). Israel membalasnya dengan serbuan udara tak pandang bulu; permukiman warga turut digempur.
Konflik sejauh ini masih berlangsung terutama terkait upaya pembebasan sandera yang ditahan Hamas dan serangan darat yang direncanakan Israel.
Hingga Kamis (19/10), total 3.785 orang tewas dan 12.493 lainnya luka-luka dari pihak Palestina, sementara dari pihak Israel sedikitnya 1.400 orang tewas.
Beberapa media sosial, yang merupakan tempat berseliwerannya informasi soal perang, bahkan terang-terangan atau pun implisit menyampaikan posisinya untuk mendukung salah satu kubu yang berkonflik. Berikut rinciannya:
Meta kutuk Hamas
Mark Zuckerberg, bos Meta, induk perusahaan sejumlah platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp, jelas mengutuk serangan Hamas ke Israel. Namun, ia sejauh ini tak mengutuk serangan Israel ke warga sipil Gaza dan rumah sakit mereka.
“Serangan teroris yang dilakukan oleh Hamas adalah kejahatan murni. Tidak pernah ada pembenaran untuk melakukan tindakan terorisme terhadap orang-orang yang tidak bersalah. Penderitaan yang meluas yang diakibatkannya sangat menghancurkan,” tulisnya dalam Instagram Story, dikutip dari NDTV.
“Fokus saya tetap pada keselamatan karyawan kami dan keluarga mereka di Israel dan wilayah ini,” lanjut dia.
Dalam unggahannya, akun Twitter resmi pemerintah zionis, @Israel, menyampaikan terima kasih atas pesan yang disampaikan Mark.
Pemilik X nge-troll
Elon Musk, miliarder pemilik platform media sosial X (sebelumnya Twitter), malah berbagi konspirasi dan mengobrol dengan para promotor QAnon. Di saat yang sama, tim Trust and Safety X berupaya menghapus informasi palsu terkait perang Israel-Hamas.
Promotor QAnon sendiri dikenal mendorong teori konspirasi anti-Muslim hingga menertawakan video yang merinci bagaimana konten transfobia di X dapat memberi Anda pengikut baru.
Disinggung soal bot dan hoaks yang menyebar, Musk mempromosikan fitur baru yang memungkinkan pelanggan X Premium hanya melihat balasan dari orang lain yang bersedia membayar US$8 per bulan.
Hal ini menurutnya akan “sangat membantu mengatasi bot spam” di platform tersebut, mengutip Wired.
“Jika berhasil, X akan berevolusi menjadi kesadaran kolektif umat manusia atau, lebih tepatnya, kolektif manusia-mesin,” tulis Musk sebagai balasan untuk seorang pengikut yang mengatakan bahwa ia melakukan pekerjaan yang baik dalam menjalankan perusahaan.
TikTok kecam Hamas, tak kutuk Israel
Platform media sosial lain dari China, TikTok, mengungkap perlunya menentang segala bentuk terorisme sambil mengungkit soal “serangan brutal” ke Israel.
Platform itu turut menyoroti korban-korban yang berjatuhan di Gaza.
Perusahaan milik ByteDance itu juga melakukan sederet cara untuk mengamankan platformnya di tengah perang antara Israel dan Hamas di Gaza, salah satunya dengan menghapus lebih dari 500 ribu video dan menutup 8 ribu siaran langsung.
“TikTok menentang segala bentuk terorisme. Kami sangat prihatin dengan aksi teror yang terjadi di Israel pada minggu lalu,” kata TikTok dalam keterangan resminya.
“Kami juga sangat sedih melihat krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza dan untuk semua orang yang terdampak,” lanjut mereka.