Jakarta, CNN Indonesia —
Pakar dari Badan Geologi membongkar situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, adalah murni hasil proses alam yang panjang di gunung api purba dan bukan buatan manusia.
Sebuah studi yang ditulis oleh Sutikno Bronto dari Pusat Survei Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Billy S. Langi, alumnus Teknik Geologi Universitas Trisakti, pada 2015 menjelaskan bagaimana komposisi geologi Gunung Padang yang memuat situs Gunung Padang di puncaknya.
Gunung Padang terletak di wilayah Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, tepatnya pada koordinat 6° 59’38,0″ LS- 107° 03’22,3″ BT.
Wilayah ini dapat dicapai dengan kendaraan roda empat dari jalan raya Cianjur-Sukabumi, kemudian membelok ke selatan sejauh 25 kilometer dari pertigaan jalan Warungkondang.
Pada masa pemerintahan SBY, kelompok ahli yang tergabung di dalam Tim Riset Mandiri meyakini Gunung Padang adalah sebuah bangunan piramida yang dibangun secara bertahap sejak puluhan ribu tahun yang lalu.
Sebaliknya, para ahli berpendapat di Gunung Padang terdapat situs megalitik Punden Berundak. Situs itu dibangun di puncak Gunung Padang oleh manusia masa lalu untuk kepentingan ritual sesuai kepercayaan masyarakat pada waktu itu.
Situs ini kembali mencuat usai penemuan Piramida Toba, Sumatera Utara, oleh pakar geologi yang sama yang memimpin studi Gunung Padang, Danny Hilman Natawidjadja.
Dalam studinya, Bronto dan Langi tidak membahas sisi arkeologis dari Gunung Padang, tetapi menyisir data geologi di wilayah tersebut. Data geologi tersebut diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan arkeologis yang masih menjadi misteri hingga saat ini.
Secara regional, daerah Gunung Padang didominasi oleh batuan hasil kegiatan gunung api pada masa lampau. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dengan dilandasi pemahaman terhadap geologi gunung api purba.
Dalam penelitian ini, Bronto dan Langi menemukan Gunung Padang dan sekitarnya merupakan Gunung api purba Karyamukti yang usianya diprakirakan lebih tua dari era Pliosen (sekitar 5 juta hingga 2 juta tahun lalu).
“Gunung Padang dan sekitarnya merupakan Gunung api purba Karyamukti, yang sisa hasil kegiatannya membentuk satuan Breksi gunung api, batuan ubahan Argilik-kuarsa-pirit dan Silisifikasi-urat kuarsa-limonitik, serta Intrusi-kubah lava andesit basal gunung Padang,” tulis mereka dalam studinya.
Breksi atau Breccia sendiri merupakan batuan yang terdiri dari pecahan mineral atau fragmen-fragmen yang disatukan oleh matriks berbutir halus.
Keduanya menyebut satuan breksi gunung api berbentuk kerucut komposit, sedangkan satuan batuan lainnya berada di dalam fasies (tampilan kumpulan lapisan batuan) pusat Gunung api Karyamukti.
Batuan bentuk balok
Sutikno dan Billy mengungkap di dalam kawah Gunung api purba Karyamukti itu ada Gunung Malang, Pasir Domas, dan Gunung Padang. Yang terakhir ini merupakan hasil erupsi leleran termuda karena masih segar, tidak berubah.
Lava Gunung Padang bagian bawah diperkirakan membentuk batuan terobosan dangkal berupa leher gunung api, yang menerus ke permukaan menjadi sumbat atau kubah lava berstruktur kekar kolom.
Kekar kolom (columnar joint) merupakan struktur batu berbentuk kotak atau prisma yang susunannya kerap tertata rapi bak buatan manusia, padahal murni bentukan alam.
Geolog Danang Endarto (2006) menyebut batuan jenis ini terjadi akibat pendinginan batuan beku dengan gaya pendinginan tiang yang arahnya memusat.
“Dengan kata lain batu kolom di Gunung Padang terbentuk secara in situ (di lokasi terkait), tidak dibawa orang dari tempat lain,” ungkap Sutikno dan Billy.
Salah satu buktinya adalah hasil ekskavasi pada penelitian Yondri (2012) yang menemukan balok-balok batu andesit dilapisi kerak lempung sebagai produk mengulit bawang (spheroidal weathering) pada batu kolom.
Manusia terpukau
Keduanya menyebut batuan berbentuk balok itu kemudian berserakan di sekitar Gunung Padang dalam proses yang amat panjang.
“Sebagai akibat proses endogen dan eksogen dalam skala waktu geologi, batu kolom gunung Padang roboh berserakan, kemudian oleh manusia masa lalu ditata untuk tempat pemujaan, dan pada saat ini dikenal sebagai Situs Megalitik Gunung Padang,” tulis keduanya.
Kenapa orang-orang menatanya?
“Diduga penemuan pertama kali batuan beku segar dan keras berstruktur kekar kolom yang berserakan di atas Gunung Padang dipandang sebagai sesuatu yang sakral karena amat berbeda dengan batuan lunak dan terubah di sekitarnya,” jawab Sutikno dan Billy.
“Balok-balok baru itu kemudian disusun secara berundak untuk dijadikan lokasi upacara tradisionil atau pemujaan. Itulah sebabnya para ahli arkeologi menamakan situs megalitik ini sebagai punden berundak,” jelas mereka.
Sutikno dan Billy menyebut pola yang sama masih diterapkan di masa kini pada pembuatan pura di Bali dengan menggunakan ignimbrit (breksi pumis). Selain itu, tempat rekreasi atau hotel di Lembang memanfaatkan lava gunung api Sunda, Tangkubanparahu.
“Gunung padang adalah bentukan alam gunung api dan hanya di bagian permukaan balok-balok batunya ditata orang pada masa lalu sebagai tempat yang sakral atau pemujaan,” simpul keduanya.