Jakarta, CNN Indonesia —
Anggota Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) merespons rencana pemberian insentif untuk penyelenggaraan teknologi 5G dari pemerintah, salah satunya dengan lebih mengakselerasi segmen Business to Consumer (B2C).
“Misalkan kami dapat insentif-insentif tadi, tentu kami enggak hanya fokus ke B2B tentunya juga ke B2C tentunya banyak hal juga bisa dimanfaatkan konsumen,” kata Rudi Purwanto, perwakilan ATSI di acara Selular Business Forum 2023 di Jakarta, Senin (2/10).
Menurutnya, teknologi tersebut nantinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang meningkatkan produktivitas, mulai dari pemanfaatan kecerdasan buatan hingga cloud gaming.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut pihaknya akan memberikan insentif untuk untuk operator seluler demi mengakselerasi penerapan teknologi 5G.
Hal ini dilakukan sebagai langkah strategis agar jaringan 5G dapat dioptimalkan untuk peningkatan kecepatan internet di Indonesia.
“Jadi negara investasi dulu tidak usah bayar sehingga bisa lebih murah operator mau melakukan investasi dalam jumlah yang besar,” kata Budi dalam sebuah keterangan, Kamis (28/09).
Budi mengaku pihaknya akan berkoordinasi dengan opsel terkait rencana tersebut.
“Kami akan bersinergi dengan beberapa operator seluler dan ekosistem industri untuk merumuskan langkah-langkah yang paling baik,” jelas Budi.
Kominfo sendiri saat ini belum memiliki rincian yang jelas terkait seperti apa insentif yang akan diberikan kepada opsel terkait teknologi jaringan 5G ini.
Namun, Rudi sebagai perwakilan ATSI memiliki beberapa usulan yang mungkin dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam insentif tersebut, salah satunya adalah upfront fee pada saat lelang diharapkan bisa sampai 0 atau lebih kecil 1 kali dari yang biasanya 2 kali.
Kemudian, Rudi juga meminta upfront fee tersebut bisa dibayarkan dengan sistem cicilan.
Biaya Nilai awal atau upfront fee sendiri adalah biaya penggunaan pita spektrum frekuensi radio per blok pita frekuensi radio yang pembayarannya di lakukan 1 (satu) kali di muka untuk masa laku izin penggunaan pita spektrum frekuensi radio selama 10 (sepuluh) tahun.
Menurut Permenkominfo Nomor 7 Tahun 2006, upfront fee ditetapkan melalui mekanisme pelelangan dengan nilai sebesar 2 kali nilai penawaran terakhir dari setiap pemenang lelang.
Selain upfront fee, Rudi juga berharap ada kompensasi dari pembangunan yang dilakukan opsel di wilayah non-komersil. Kompensasi tersebut bisa berupa reimburse sebagai faktor pengurang biaya hak penggunaan (BHP).
“Misal nih ya, kami harus bayar Rp2 triliun, nah nilai Rp2 triliun itu bisa kami reimburse ke pemerintah sebagai faktor pengurang pembayaran BHP kami di tahun-tahun berikutnya,” katanya.
Selain itu, Rudi juga berharap insentif ini berlaku tak hanya untuk frekuensi baru, tapi juga frekuensi yang sudah ada.