Eksekutif Tokyo Electric Power Company Holdings (TEPCO), Junichi Matsumoto, mengatakan akan mulai membuang air limbah radioaktif yang telah diolah dan dicairkan ke Samudera Pasifik pada Kamis (24/8). TEPCO adalah operator pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi yang hancur akibat gempa dahsyat dan tsunami pada 11 Maret 2011 lalu.
Matsumoto, yang bertanggungjawab dalam proyek itu, mengatakan persiapan dan pengujian akhir telah memenuhi standar keamanan dan pembuangan limbah itu akan dimulai pada sore hari.
Pembuangan air limbah radioaktif yang telah diolah dan dicairkan itu akan dimulai lebih dari 12 tahun setelah meledaknya tiga reaktor di PLTN yang rusak parah akibat gempa bumi dan tsunami besar yang melanda pantai timur laut Jepang.
Air radioaktif, baik air tanah yang merembes maupun air yang digunakan untuk mendinginkan reaktor, telah terakumulasi di lokasi tersebut pasca bencana itu. TEPCO dan pemerintah mengatakan jumlah air yang sangat banyak telah menghambat tugas yang berat untuk menyingkirkan puing-puing lelehan beracun yang mematikan dari reaktor tersebut.
“Pembuangan… air yang telah diolah merupakan tonggak penting sebagai bagian dari tugas besar penonaktifan,” ujar Matsumoto, seraya menunjukkan risiko luar biasa dari sisa pekerjaan yang masih ada.
Pengolahan Air Limbah Radioaktif
Matsumoto mengatakan telah melakukan langkah terakhir pada Selasa (22/8) sebelum pembuangan air limbah itu dimulai, yaitu dengan mengolah satu ton air yang berasal dari tangki penyimpanan untuk dicairkan dengan 1.200 ton air laut. Campuran itu disimpan di kolam utama selama dua hari dan sampel akhirnya diambil. Tingkat tritium dari sampel-sampel tersebut secara signifikan lebih aman dibanding tingkat tritium yang diizinkan secara hukum.
Ia menambahkan bahwa kondisi laut yang tidak terlalu panas di sekitar PLTN Fukushima Daiichi itu memungkinkan pengambilan sampel air laut dengan kapal beberapa jam setelah pelepasan. Peluncuran roket Korea Utara yang gagal pada Kamis pagi tidak mempengaruhi wilayah Fukushima.
Proses pengolahan air dapat mengurangi lebih dari 60 radionuklida lain ke tingkat yang dapat dibuang oleh pemerintah; kecuali tritium, yang menurut pemerintah dan TEPCO aman bagi manusia jika dikonsumsi dalam jumlah kecil.
460 Ton Air Limbah Siap Dibuang ke Laut
Sebanyak 460 ton air akan dikirim ke kolam pencampuran pada hari Kamis untuk pembuangan yang sebenarnya.
Pelepasan pada hari Kamis itu akan dimulai dengan air yang paling sedikit mengandung radioaktif untuk memastikan keamanannya, kata Matsumoto.
Pemerintah Jepang mengumumkan pembuangan air limbah radioaktif itu ke laut pada tahun 2021, dan telah menghadapi protes keras, terutama dari kelompok-kelompok perikanan di Jepang. Kelompok-kelompok di Korea Selatan dan China juga menyuarakan keprihatinan, menjadikannya sebagai masalah politik dan diplomatik.
Kelompok konservasi dan sejumlah aktivis lainnya termasuk di antara mereka yang melakukan protes di luar kantor pusat TEPCO di Tokyo dan sejumlah lokasi di Fukushima saat pengumuman persiapan akhir dilakukan.
Sebagian air limbah radioaktif yang terkumpul di PLTN sejak bencana tahun 2011 itu telah didaur ulang agar reaktor yang rusak tetap dingin, karena tsunami menghancurkan sistem pendingin PLTN itu. Namun, sisa airnya disimpan di sekitar 1.000 tangki besar, yang telah terisi 98 persen dari kapasitas yang mencapai 1,37 juta ton.
Tangki-tangki tersebut menutupi sebagian besar kompleks PLTN, yang membutuhkan ruang untuk membangun fasilitas baru yang diperlukan untuk melanjutkan penonaktifan PLTN itu. Otoritas berwenang mengatakan pembuangan itu harus dilakukan guna mencegah kebocoran yang tidak disengaja dari air yang tidak diolah dan tidak diencerkan, yang melebihi batas keamanan yang ditetapkan pemerintah.
TEPCO berencana membuang sebanyak 31.200 ton air yang telah diolah pada akhir Maret 2024, yang akan mengosongkan hanya 10 tangki karena air yang terkontaminasi terus terakumulasi, meskipun kecepatan pembuangannya akan meningkat.
Kelompok-kelompok perikanan Jepang khawatir bahwa pembuangan ini akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada reputasi makanan laut mereka.
Hasil tangkapan ikan di prefektur Fukushima saat ini hanya sekitar seperlima dari tingkat sebelum bencana akibat penurunan populasi ikan dan ukuran tangkapan yang lebih kecil.
Sementara itu, Pejabat di Badan Perikanan China telah memperketat pengujian radiasi pada produk Jepang yang berasal dari Fukushima dan sembilan prefektur lainnya. Pengetatan tersebut menghentikan ekspor di bea cukai selama berminggu-minggu.
Matsumoto berjanji akan bekerja sama dengan pemerintah untuk melakukan yang terbaik dengan membatasi kerusakan tersebut.
“Secara khusus, penting bagi kami untuk memastikan keamanan dan kualitas air tersebut sebelum membuangnya ke laut,” kata Matsumoto. “Hal lainnya adalah memastikan informasi yang cepat dan akurat berdasarkan ilmu pengetahuan.” [em/rs]