Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, pada Senin (21/8), menjanjikan dukungan penuh dari pemerintahnya untuk komunitas nelayan selama proses pembuangan air limbah radioaktif yang telah diolah dari PLTN Fukushima ke laut, yang diperkirakan memakan waktu puluhan tahun.
Dalam pertemuan dengan perwakilan sektor perikanan, Kishida menjanjikan langkah-langkah untuk melindungi reputasi industri perikanan hingga proses pembuangan air limbah radioaktif itu selesai.
Kepala Federasi Nasional Asosiasi Koperasi Perikanan Jepang Masanobu Sakamoto menegaskan kembali penolakan organisasinya terhadap pembuangan air limbah radioaktif itu. Ia mengatakan komunitas nelayan itu yakin dengan langkah-langkah keamanan yang diambil pemerintah, tetapi masih khawatir dengan dampak pada industri perikanan, dan menyambut baik janji pemerintah untuk memberikan dukungan.
“Keamanan ilmiah dan rasa aman itu berbeda,” kata Sakamoto seraya menambahkan “meskipun aman, kerusakan reputasi tetap akan terjadi.”
Penentuan Tanggal Pembuangan Air Limbah Radioaktif
Berbicara pada wartawan, Kishida mengatakan tanggapan Sakamoto itu mengisyaratkan adanya pemahaman yang lebih baik, dan para menteri kabinet akan melangsungkan pertemuan pada hari Selasa (22/8) untuk menetapkan tanggal dimulainya proses pembuangan air limbah radioaktif yang telah diolah itu. Media pemerintah Jepang, NHK, mengatakan pemerintah berharap proses itu dapat dimulai paling cepat pada hari Kamis (24/8).
Sakamoto menyambut baik janji pemerintah atas dukungan jangka panjangnya untuk perikanan dan upaya mencari dana tambahan yang diperlukan. Pemerintahan Kishida telah menawarkan dana sebesar 80 miliar yen atau sekitar US$550 juta untuk promosi penjualan dan langkah-langkah lain, dan untuk operasi penangkapan ikan yang berkelanjutan.
Meredanya penolakan dari sektor industri perikanan adalah kunci pembuangan air limbah radioaktif tersebut karena pemerintah pada tahun 2015 telah berjanji untuk tidak memulai proses itu tanpa adanya “pemahaman” dari kelompok-kelompok nelayan, pasca pembuangan yang tidak disengaja dan tidak disetujui di masa lalu.
Sistem Pendingin PLTN Fukushima
Gempa bumi dan tsunami besar pada 11 Maret 2011 telah menghancurkan sistem pendingin PLTN Fukushima Daiichi, menyebabkan tiga reaktor meleleh dan mencemari air pendinginnya. Air tersebut dikumpulkan, disaring, dan disimpan di sekitar 1.000 tangki, yang akan mencapai kapasitasnya pada awal tahun 2024.
Para ilmuwan umumnya setuju bahwa dampak lingkungan dari air limbah yang telah diolah akan minimal, tetapi beberapa pihak meminta perhatian lebih pada puluhan radionuklida dosis rendah yang masih tersisa di dalamnya.
Pemerintah mengumumkan rencana pembuangan air limbah radioaktif yang sudah diolah itu pada bulan April 2021, dan sejak saat itu telah menghadapi tentangan keras dari organisasi nelayan Jepang yang khawatir akan kerusakan lebih lanjut pada reputasi makanan laut mereka saat berjuang untuk pulih dari gempa bumi tahun 2011.
Pemerintah dan operator pabrik mengatakan air limbah radioaktif itu harus dibuang untuk memberi ruang bagi penonaktifan pabrik dan untuk mencegah kebocoran yang tidak disengaja dari tangki-tangki tersebut. Mereka mengatakan bahwa semua air yang telah diolah akan diproses ulang hingga mencapai tingkat yang dapat diterima secara hukum dan kemudian dicairkan, sehingga jauh lebih aman dibanding standar internasional.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah menyerukan pemerintah Jepang untuk bekerja sama guna meningkatkan transparansi dan kredibilitas. Dalam laporan akhir pada bulan Juli lalu, IAEA menyimpulkan bahwa jika dilakukan sesuai rencana, dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia akan minimal.
Pemerintah juga telah meningkatkan upaya untuk menjelaskan rencana pembuangan air limbah radioaktif yang telah dikelola itu kepada negara-negara tetangga, terutama Korea Selatan, agar masalah tersebut tidak mengganggu hubungan mereka. [em/jm]