Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, pada Minggu (20/8), mengatakan pemerintahnya belum memutuskan kapan akan mulai melepaskan air limbah olahan dari pembangkit nuklir Fukushima yang lumpuh ke Samudera Pasifik.
Berbagai laporan media menunjukkan bahwa pembuangan sebagian dari 1,34 juta ton air, yang menurut Jepang aman, bisa dimulai secepatnya pada bulan ini, meskipun terdapat kemarahan dari China dan kekhawatiran dari negara lain.
Berbicara di situs Fukushima, yang hancur akibat tsunami pada 2011 dan menjadi salah satu kecelakaan atom terburuk di dunia, Kishida mengatakan, ia pertama-tama akan bertemu para pejabat industri perikanan untuk membahas keprihatinan mereka.
“Saya harus menahan diri untuk tidak mengomentari waktu yang konkret untuk pelepasan ke laut pada saat ini, karena keputusan itu harus dibuat setelah pemerintah secara keseluruhan melihat langkah-langkah yang berkaitan dengan keamanan dan kerusakan reputasi (untuk industri perikanan),” kata Kishida kepada wartawan.
Banyak nelayan Jepang menentang pelepasan tersebut, khawatir hal tersebut akan merusak upaya bertahun-tahun untuk meningkatkan citra industri tersebut pasca bencana 2011. Air limbah tersebut, setara lebih dari 500 kolam renang Olimpiade, telah terakumulasi dalam 12 tahun ini dari air yang digunakan untuk mendinginkan tiga reaktor yang meleleh, dicampur air tanah dan hujan.
Menurut operator pembangkit listrik TEPCO, elemen radioaktif berbahaya telah disaring dan air yang rencananya akan dilepaskan berada dalam kategori aman. Pendapat tersebut telah didukung oleh badan atom PBB.
Selama berbulan-bulan, Jepang mencoba meraih dukungan publik di dalam dan luar negeri, mulai dari menayangkan ikan hidup dalam air yang diolah itu hingga upaya melawan disinformasi yang beredar online.
Kekhawatiran publik di Korea Selatan akan rencana itu tetap tinggi, tetapi pemerintah mengatakan bahwa tinjauannya terhadap rencana itu mendapati bahwa proses yang berjalan telah sesuai standar internasional. Tetapi China, yang memiliki hubungan dingin dengan Jepang, telah melarang impor pangan dari 10 prefektur Jepang dan menerapkan tes radiasi yang ketat pada makanan dari bagian lain negara itu.
Pelepasan air yang diolah — maksimal 500.000 liter per hari, kata TEPCO — hanyalah salah satu tahap pembersihan.
Tugas yang jauh lebih berbahaya masih menanti, yaitu memindahkan puing-puing radioaktif dan bahan bakar nuklir yang sangat berbahaya dari tiga reaktor yang mengalami kehancuran. [ka/jm]