Suara.com – Aliansi Jurnalis Independen atau AJI mendesak agar rancangan Perpres Publishers Rights dibuka ke publik untuk memastikan agar semua kompensasi yang diterima dari platform digital untuk penerbit media didungakan untuk membiayai produksi jurnalisme yang berkualitas.
“Harus ada jaminan bahwa peraturan ini berdampak pada kesejahteraan jurnalis. Karena itu penting draft terakhir rancangan Perpres dibuka ke publik untuk mendapat masukan dan hasil terbaik,” kata Sasmito.
Sasmito juga menekankan bahwa penting, peraturan ini dapat diawasi dan ditegakkan oleh badan pelaksana atau komite yang independen dari kepentingan platform, industri media, maupun pemerintah.
Namun demikian, kewenangan badan pelaksana atau komite tersebut harus tunduk kepada Undang-Undang Pers dan tidak mengambil kewenangan dari Dewan Pers.
Baca Juga:Presiden Jokowi Didesak Kaji Ulang Rancangan Perpres Publishers Rights
Presiden Diminta Tiru Australia
Sebelumnya Asosiasi Media Siber Indonesia atau AMSI juga meminta Presiden Joko Widodo mengkaji kembali naskah Rancangan Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme yang Berkualitas.
Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut menegaskan bahwa substansi Perpres tersebut seharusnya tidak lepas dari upaya memperbaiki ekosistem jurnalisme di Indonesia.
“Tujuan kita semua adalah menciptakan bisnis media yang sehat dengan konten jurnalisme yang berkualitas,” katanya.
Namun, Wens mengingatkan, platform digital juga perlu dilibatkan sebagai pemangku kepentingan ekosistem informasi di Indonesia.
Baca Juga:AMSI, AJI, IJTI dan IDA Desak Jokowi Kaji Kembali Naskah Rancangan Perpres Publishers Rights
“Kebuntuan dalam pembahasan rancangan Perpres harus dipecahkan dengan mencari win win solution,” katanya.
Solusi yang sudah diterapkan di negara lain, misalnya “designation clause” yang ada dalam Media Bargaining Code di Australia, bisa diterapkan di Indonesia.
Untungkan segelintir media besar
Google Indonesia merespon rencana penandatanganan Perpres Publishers Rights ini dengan sebuah siaran pers pada 25 Juli 2023 yang menegaskan rencana mereka untuk tak lagi menayangkan konten berita di platformnya.
Aksi serupa pernah dilakukan Google di Australia dan Kanada. Di Australia, perusahaan teknologi itu akhirnya melunak setelah pemerintah setempat melakukan renegosiasi dengan tawaran win-win solution.
Jika ancaman Google benar-benar dilaksanakan, maka platform mesin pencari Google dan situs agregator video Youtube, tidak akan lagi menayangkan konten yang berasal dari penerbit media di Indonesia.
Selain kehilangan traffic pembaca, penerbit media juga berpotensi kehilangan miliaran rupiah pendapatan yang selama ini disalurkan oleh perusahaan teknologi raksasa tersebut.
Publik juga bakal kehilangan akses pada informasi penting dan kredibel yang diproduksi redaksi media massa, di periode krusial menjelang Pemilihan Umum 2024.
Perpres ini juga sudah dikritik oleh sejumlah kreator konten, termasuk Deddy Corbuzier. Ia mengatakan rancangan perpres publisher rights ini bisa mematikan bisnis kreator konten karena Youtube, salah satu anak usaha Google, akan lebih mengutamakan media-media besar di Indonesia. Sebelumnya pekan ini sebanyak 15 media utama di Tanah Air sudah mengundurkan diri dari AMSI.