Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut peraturan mengenai Publisher Rights atau hak penerbit tinggal menunggu keputusan Presiden Joko Widodo. Aturan ini nantinya bakal menjadi jembatan antara platform digital dan perusahaan media.
Budi mengatakan pihaknya telah menandatangani naskah atau draft peraturan Publisher Rights dan menyerahkan kepada Kementerian Sekretariat Negara.
“Oleh saya sudah, dari Kemenkominfo sudah. Ya nanti tergantung Pak Presiden,” kata Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/7), mengutip Antara.
Budi menuturkan perusahaan-perusahaan media tidak perlu khawatir dengan aturan hak cipta produk jurnalistik dalam peraturan Publisher Rights. Kemenkominfo, ujarnya, mengakomodasi semua usulan dari media seperti soal isu algoritma.
“Kami ada di pihak media. Ya, kami akomodasi semua usulan teman-teman media. Soal algoritma, soal iklan, dan lainnya. Kecil lah, itu mah teknis,” ujar Budi.
Presiden Jokowi sempat menyoroti pentingnya Publisher Rights pada peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari 2023.
Secara garis besar, Publisher Rights merupakan regulasi yang mengatur agar platform digital global seperti Google, Instagram, Facebook, dan lainnya memberikan timbal balik yang seimbang atas konten berita yang diproduksi media lokal dan nasional.
Artinya, media massa akan mendapatkan jaminan atas hak dari konten-konten yang disebarluaskan di berbagai platform digital global.
Melalui aturan tersebut, diharapkan platform teknologi digital juga bisa melakukan kerja sama bisnis dengan media massa sehingga tercipta hubungan kerja sama yang setara.
Gagasan tersebut sudah mengemuka sejak Hari Pers Nasional (HPN) 2020 dan telah diberlakukan di sejumlah negara. Misalnya, di Australia terdapat regulasi News Media Bargaining Code, ataupun di Korea Selatan yang memiliki ketentuan Telecommunication Business Act.
Tiga isu utama
Secara terpisah, Wamenkominfo Nezar Patria mengatakan pemerintah berupaya mencari jalan tengah untuk mempercepat penyelesaian pengaturan mengenai Publisher Rights di Indonesia. Ia menyatakan saat ini penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tersebut masih membahas tiga isu utama.
“Yang pertama soal lebih berkaitan dengan kerja sama bisnis yang B to B, kemudian kedua soal data dan ketiga algoritma (platform digital),” kata Nezar dalam keterangan resminya.
Ia menjelaskan pemerintah mencoba membangun keberlanjutan atau sustainability industri media di tengah disrupsi digital. Oleh karena itu, kerja sama bisnis menjadi hal yang paling penting antara industri media dan platform digital.
“Secara umum Perpres Publisher Rights mengatur terkait konten-konten berita yang dihasilkan oleh perusahaan pers. Kemudian platform juga bisa melakukan semacam filtering mana konten yang sifatnya news, mana yang bukan, dan yang news inilah yang dikomersialisasi,” jelasnya.
Mengenai algoritma, Nezar menegaskan hal itu sebagai upaya mencegah konten yang potensial mengandung hoaks, misinformasi, disinformasi atau yang tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta kode etik jurnalistik.
“Masalah inilah kemudian menjadi diskusi karena ada beberapa platform media sosial merasa untuk algoritma itu mereka agak kesulitan, terutama misalnya memastikan satu konten sesuai dengan kode etik jurnalistik atau tidak. Itu mereka bilang agak sulit,” tuturnya.
Komite independen
Nezar juga menjelaskan wacana Komite Independen yang terdiri dari lembaga kuasi Dewan Pers, kalangan akademis atau pakar dan perwakilan Pemerintah. Menurut dia komite ini rencananya akan diisi oleh 11 anggota.
“Isinya diusulkan ada 11 orang, lima orang dari Dewan Pers, lima orang dari pakar yang tidak terafiliasi oleh industri media dan tidak terafiliasi oleh platform media sosial dan satu unsur dari kementerian,” ujarnya.
Menurut Nezar, Komite Independen memiliki peran strategis sebagai penengah diantara industri media dan platform digital. Komite ini akan bekerja untuk tiga tahun sekali.
“Nanti komite akan bekerja dipilih untuk tiga tahun sekali, kemudian kalau ada satu konten yang menurut komite ini harus ‘ditertibkan’ mereka akan melaporkan ke Menteri Kominfo dan oleh Menteri akan dipakai perangkat-perangkat yang selama ini dimiliki baik perangkat hukum, regulasi,” jelas Nezar.
“Termasuk juga wewenangnya ada di Kominfo untuk misalnya memfilter ataupun mencegah konten-konten itu bisa menyebar,” kata dia menambahkan.