Yogyakarta, CNN Indonesia —
Mayoritas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diprediksi dilanda hujan lebat dan angin kencang imbas Siklon Tropis Herman.
Kepala Stasiun Meteorologi Yogyakarta International Airport (Stamet YIA) Warjono mengungkapkan Siklon Tropis Herman berkecepatan 55 knot terpantau di sebelah barat daya Pulau Jawa.
Hal itu berakibat pada pola konvergensi serta perlambatan udara di wilayah Jawa, termasuk Yogyakarta.
“Yang mempengaruhi peningkatannya suplai udara di wilayah Jawa, sehingga aktivitas awan konvektif relatif meningkat. Hal ini mempengruhi terjadinya beberapa kondisi cuaca yang cukup ekstrem di wilayah Jawa dan Yogyakarta,” kata Warjono melalui siaran pers daring, Jumat (31/3) pagi.
Ia menjelaskan cuaca ekstrem meliputi hujan lebat akibat awan ‘tower’ yang tumbuh layaknya menara, dari level awan rendah dan puncaknya mencapai level awan tinggi.
Fenomena awan tersebut membuat mayoritas wilayah DIY dilanda cuaca buruk seperti dampak musim pancaroba selama beberapa hari ke belakang.
“Hujannya tidak lama, tapi efek dari angin yang justru cenderung merusak di wilayah yang dilewati. Jadi, kami tekankan kembali bahwa potensi ini akan cenderung terjadi di wilayah Sleman kemudian menuju ke Kota Yogyakarta, kemudian Bantul dan Gunungkidul,” kata Warjono.
Awan diprediksi akan mulai tumbuh dari sebelah barat kawasan Merapi, atau seputaran Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Ketika awan tersebut terus bergerak maka sangat berpotensi masuk ke wilayah Kota Yogyakarta melalui Kulon Progo atau Sleman sebelum menuju Bantul dan Gunungkidul.
“Ketika ada tanda-tanda cuaca ekstrem di wilayah terutama di wilayah Salaman, daerah Magelang, kemudian Turi di wilayah sebelah barat Gunung Merapi, ketika mulai melihat awan-awan towering yang menjulang tinggi kita perlu waspada,” tegasnya.
Siklon Tropis Herman yang kini bergerak ke arah tenggara menuju ke tengah perairan Indonesia, kemudian dari barat bergeser tepat berada di sebelah selatan Jawa Tengah dan DIY pada pukul 12.00 WIB nanti sebelum kembali ke arah barat.
Menurut Warjono, tanda-tanda dari cuaca buruk ini sudah bisa dilihat berdasarkan fenomena awan bertumbuh yang terjadi beberapa jam sebelumnya.
“Tanda-tanda itu adalah misalnya di pagi hari jam 10.00, jam 11.00 ketika melihat awan towering tentu kita harus waspada karena ini adalah tanda-tanda akan adanya cuaca ekstrem yang sebenarnya perlu kita waspadai,” papar dia.
“Karena di musim pancaroba ini adalah rutin hampir setiap hari terutama di wilayah Sleman,” lanjutnya.
Warjono menyampaikan BMKG menganalisa Siklon Tropis Herman ini masih akan terus aktif hingga 4 April 2023.
Para pakar sebelumnya sepakat bahwa peningkatan frekuensi cuaca ekstrem, seperti musim hujan dengan curah hujan yang lebih basah dan kemarau yang lebih kering, terkait dengan fenomena pemanasan global.
Hal itu disebut sebagai efek dari kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, seperti penggunaan BBM berlebih dan penebangan hutan.