Telset.id, Jakarta – Video game ternyata terbukti meningkatkan kognitif dan keterampilan memori anak. Bukti tersebut berdasarkan studi di Amerika Serikat (AS).
Menurut kesimpulan penelitian itu, video game dapat memberikan pengalaman pelatihan kognitif kepada anak dengan efek neurokognitif yang cukup terukur.
Padahal, selama ini, orang tua sering khawatir tentang dampak berbahaya dari video game terhadap anak-anak, mulai kesehatan mental sampai masalah sosial.
Penelitian yang diterbitkan di JAMA Network Open memupus anggapan itu, menunjukkan mungkin juga ada manfaat kognitif yang terkait dengan hiburan populer.
Penulis utama Bader Chaarani, asisten profesor psikiatri di University of Vermont, mengaku cukup tertarik kepada topik tersebut yang dikaitkan neuroimagery.
Penelitian sebelumnya berfokus kepada efek merugikan, menghubungkan game dengan depresi dan peningkatan agresi. Namun, studi dibatasi jumlah peserta.
Studi melibatkan pencitraan otak. Chaarani dan rekan menganalisis data dari Studi Pengembangan Kognitif Otak Remaja yang didanai National Institutes of Health.
Mereka melihat jawaban survei, hasil tes kognitif, dan gambar otak dari sekitar 2.000 anak berusia sembilan dan 10 tahun, yang dipisahkan menjadi dua kelompok.
Pertama, Telset kutip dari Gadgets360, Selasa (25/10/2022), mereka yang tak pernah main game, kedua adalah mereka yang bermain tiga jam atau lebih sehari.
Ambang batas itu dipilih karena melebihi pedoman waktu layar American Academy of Pediatrics dari satu atau dua jam video game untuk anak-anak yang lebih besar.
Setiap kelompok dinilai dalam dua tugas. Pertama melihat panah menunjuk ke kiri atau ke kanan. Anak-anak diminta cepat untuk menekan ke kiri atau ke kanan.
Mereka juga diberitahu untuk tidak menekan apa pun jika melihat sinyal “berhenti”. Tujuannya untuk mengukur seberapa baik dapat mengendalikan impuls.
Dalam tugas kedua, mereka diperlihatkan wajah orang, kemudian ditanya apakah gambar berikutnya yang ditampilkan nanti cocok atau tidak dalam tes memori kerja.
Tim menggunakan metode statistik untuk mengontrol variabel yang dapat memengaruhi hasil, seperti pendapatan orang tua, IQ, dan gejala kesehatan mental.
Tim menemukan bahwa para pemain video game tampil lebih baik secara konsisten dalam dua tugas tersebut. Manakala melakukan tugas, otak anak-anak dipindai.
Pemindaian memakai pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI). Otak gamer menunjukkan lebih banyak aktivitas di daerah terkait perhatian dan memori.
“Hasilnya meningkatkan kemungkinan menarik bahwa video game dapat memberikan pengalaman pelatihan kognitif dengan efek neurokognitif terukur,” katanya.
Tim berharap mendapatkan jawaban lebih jelas saat penelitian berlanjut. Mereka berupaya untuk melihat lagi anak-anak yang sama dengan usia yang lebih tua.
Cara itu akan membantu menyingkirkan faktor-faktor potensial lain yang berperan, sebagai misal lingkungan rumah anak-anak, olahraga, dan kualitas tidur. [SN/HBS]