Jakarta (ANTARA) – Perempuan adalah target utama dari tindakan ujaran kebencian di dunia maya, yang berupa bahasa-bahasa kasar, pelecehan, provokasi, hingga kekerasan seksual, menurut sebuah kajian dari Uni Eropa pada Rabu.
Mengutip laporan Reuters, Jumat, kajian tersebut dilakukan di YouTube, Reddit, dan X —yang dulu dikenal sebagai Twitter— di empat negara Uni Eropa pada Januari-Juni 2022. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa perempuan, di seluruh platform dan dari negara-negara tersebut, jadi target utama.
Kelompok-kelompok yang terdampak ujaran kebencian di dunia maya menurut laporan itu termasuk orang keturunan Afrika, Roma, dan Yahudi.
Baca juga: Ahli bagikan kiat kenali hoaks dan ujaran kebencian jelang Pemilu 2024
Agency for Fundamental Rights (FRA), institusi yang melakukan kajian itu, menjelaskan bahwa jumlah unggahan yang menyerang perempuan hampir tiga kali lipat dari jumlah unggahan yang menyerang orang-orang keturunan Afrika di Bulgaria, Jerman, Italia, dan Swedia, negara-negara yang menjadi tempat kajian tersebut dilaksanakan.
Menurut mereka, hasil dari kajian itu seharusnya mendorong Uni Eropa dan platform-platform media sosial untuk benar-benar memperhatikan sejumlah hal ketika memoderasi konten, semisal gender dan etnis.
“Tingginya tingkat kebencian yang kami identifikasi di media sosial jelas-jelas menunjukkan bahwa Uni Eropa, negara-negara anggotanya, serta platform-platform daring dapat meningkatkan upaya mereka untuk menciptakan ruang maya yang aman bagi semua orang,” kata Direktur FRA Michael O’Flaherty dalam pernyataan resmi.
Undang-Undang Layanan Digital, yang berlaku di Uni Eropa sejak tahun lalu, membuat perusahaan teknologi raksasa serta mesin pencarian harus berupaya lebih keras untuk menanggulangi konten-konten ilegal dan berbahaya, dan jika tidak, maka mereka berisiko terkena denda.
Pada Oktober, Komisi Eropa membuka investigasi formal terkait upaya Meta, perusahaan yang memiliki Facebook; TikTok; dan X dalam menghapus konten-konten berbahaya dari platform mereka.
Akhir-akhir ini, perusahaan-perusahaan teknologi raksasa banyak diawasi, menyusul banyaknya konten dan disinformasi yang beredar karena konflik antara Israel dan Palestina.
FRA mengatakan mereka tidak dapat mengakses data dari Facebook dan Instagram untuk kajian mereka itu.
Baca juga: Twitter keluarkan kebijakan anti ujaran kekerasan
Baca juga: Pentingnya platform daring wadahi pengaduan kasus perundungan
Baca juga: Psikolog: Pola asuh buruk jadi salah satu penyebab perundungan anak
Penerjemah: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Natisha Andarningtyas
COPYRIGHT © ANTARA 2023