Jakarta, CNN Indonesia —
Sidang etik peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin terkait komentar bernada ancaman terhadap Muhammadiyah tuntas digelar, Rabu (26/4). Lalu bagaimana nasib Thomas Djamaluddin?
Sebelumnya, komentar Andi yang bernada ancaman pembunuhan terkait perbedaan metode penetapan hari lebaran 2023 atau 1 Syawal 1444 Hijriah antara pemerintah dan Muhammadiyah viral di media sosial.
Komentar tersebut ditulisnya dalam kolom komentar unggahan Facebook Thomas, yang merupakan mantan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) itu.
“Ya. Sudah tidak taat keputusan pemerintah, eh masih minta difasilitasi tempat shalat ied. Pemerintah pun memberikan fasilitas,” ucap Thomas.
Komentarnya itu dilontarkan merespons pertanyaan dari akun Alflahal Mufadilah.
“Akhirnya, hanya tanya, kurang bijaksana apa pemerintah kita? Di tengah perbedaan yg melanda, sebab seglintir umat Islam yang teguh berbeda, pemerintah jua masih menyeru semua bertenggang rasa,” ucap Alflahal.
Ucapan Thomas itu pun ditimpali sejumlah pihak yang kemudian berujung komentar provokatif Andi.
“Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,” cetusnya.
Unggahannya ini menuai kritik keras dari pihak Muhammadiyah. Polisi dan BRIN pun bereaksi lewat penyelidikan hingga penyelidikan dan sidang etik.
Andi saat ini sudah ditetapkan melanggar kode etik oleh sidang etik aparatur sipil negara (ASN) dan segera dijatuhi sanksi. Selain itu, Andi saat ini juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
Sementara, sampai saat ini, Thomas belum dikabarkan menjalani sidang etik di BRIN maupun panggilan dari kepolisian. Mungkinkah dia turut disidang etik?
“Perkembangan kasus ini akan disampaikan updatenya melalui rilis ya mas,” ujar Humas BRIN, Selasa (2/5), “termasuk juga kasus yang ini (Thomas).”
Di sisi lain, pihak Muhammadiyah berharap sanksi tak hanya diberikan pada Andi, tetapi juga kepada Thomas.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebut pihaknya tak punya masalah dengan BRIN. Namun, pihaknya meminta lembaga negara itu untuk mengadakan sidang etik dan memberi sanksi kepada dua peneliti itu terkait pernyataan-pernyataannya.
“Pimpinan Pusat Muhammadiyah tidak ada masalah dengan BRIN sebagai lembaga negara. PP. Muhammadiyah mengapresiasi kepala BRIN yang telah mengadakan sidang etik dan berharap agar kepada Saudara APH dan TJ diberikan sanksi sebagaimana ketentuan yang berlaku,” ujar Mu’ti di akun Twitternya pada Kamis (27/4).
Terpisah, Ketua Riset dan Advokasi Kebijakan Publik LBH PP Muhammadiyah Gufroni bahkan mendesak kepolisian untuk turut menjerat Thomas dalam kasus ujaran kebencian terhadap pihaknya.
“Mestinya bisa diupayakan untuk pengembangan perkara, termasuk menambah tersangka tindak pidana ujaran kebencian,” kata Gufroni melalui keterangan tertulis, Senin (1/5).
Gufroni beralasan Thomas tidak memoderasi forum komentar postingannya. Menurutnya, Thomas memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan ujaran kebencian.
“Dengan demikian, tidak ada alasan kuat jika penyidik hanya menetapkan APH sebagai tersangka tanpa mentersangkakan TDj,” katanya.
Pihak kepolisian sendiri mengatakan tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain selain Andi Pangerang Hasanuddin (APH) dalam kasus ujaran kebencian dan pengancaman terhadap warga Muhammadiyah tersebut. Pasalnya, dalam percakapan tersebut ada beberapa komentar yang telah dihapus.
“Tapi nanti tidak menutup kemungkinan apabila nanti dalam percakapan itu kami temukan lagi, karena memang ada beberapa percakapan yang dihapus,” kata Adi Vivid di Jakarta, Senin (1/5) seperti dikutip dari Antara.
Klarifikasi Thomas
Thomas, melalui akun Facebook dan blog-nya, memaparkan bahwa unggahannya tidak terkait langsung dengan ancaman yang dilontarkan Andi.
“Klarifikasi: Tidak Ada Posting Posting dan Komentar Saya dengan Ancaman di fb,” ucapnya lewat blog pribadinya.
Ia menyebut komentarnya soal ketidaktaatan pada pemerintah itu merespons komentar akun Alflahal.
“Tanggapan saya di fb bukan memojokkan Muhammadiyah yah. Tetapi sekadar menanggapi komentar Aflahal dg merujuk fakta yg beredar di media.“
Menurut Thomas, responsnya soal ketidaktaatan pada Pemerintah itu “berdasarkan fakta.”
“Muhammadiyah memang tidak taat pada keputusan Pemerintah atau tidak ikut Pemerintah, dengan menyatakan idul fitri lebih dahulu. Pemerintah tidak mempermasalahkannya,” tutur Thomas.
Masalahnya, kata dia, rangkaian diskusi terkait ucapannya itu diduga sudah dihapus, termasuk dari akun Ahmad Fauzan yang disebutnya memprovokasi Andi. Alhasil, komentar seolah-olah komentar AP Hasanudin langsung terkait dengan tanggapan saya.
“Di media dikesankan seolah AP Hasanuddin terprovokasi oleh tanggapan saya, karena screen shoot yang beredar tampak berurutan.”
“Jadi, jelas AP Hasanuddin tidak terprovokasi oleh tanggapan saya, tetapi oleh banyak komentar di bawah tanggapan saya (yang sudah dihapus oleh pengirim screen shoot),” tandasnya.