Jakarta (ANTARA) – Associate Professor Monash University Indonesia bidang Kesehatan Publik, Grace Wangge mengatakan bahwa masuknya Starlink di Indonesia berpotensi mempercepat transformasi digital di bidang kesehatan, utamanya pemantauan penyakit.
Menurut dia, dengan akses internet yang lebih luas dan cepat hingga di level puskesmas, data terkait tren kasus penyakit yang tinggi dapat diketahui dengan adanya laporan yang cepat.
“Data kesehatan kita tidak terkumpul dengan baik dan real-time, sehingga pengambil keputusan tidak cepat dan tepat,” kata Grace dikutip dari siaran pers pada Minggu.
Baca juga: Kehadiran Starlink dan pentingnya menjaga kedaulatan siber
Baca juga: Menkominfo minta Starlink buka kantor operasional di Indonesia
“Misalnya di suatu daerah di Kalimantan, nakes mesti naik perahu setengah hari ke ibukota kabupaten, untuk sinkronisasi data stunting (EPPBGM) karena akses internet tidak ada. Tentunya hal ini memperlambat proses alokasi intervensi yang dibutuhkan,” ujarnya menambahkan.
Lebih lanjut Grace memaparkan bahwa akses internet ini juga dapat memungkinkan terjadinya pemantauan kesehatan yang terpadu. Pasalnya, data tentang pemantauan penyakit sebenarnya terhubung dengan data lain, misalnya data pemantauan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan BMKG, misalnya, pernah membuat pemantauan tren data cuaca untuk melihat pengaruhnya terhadap berkembangnya populasi nyamuk. Oleh karenanya, Grace mendorong koordinasi dan integrasi data antar institusi seperti ini agar upaya antisipasi wabah penyakit berjalan lebih baik.
Sementara itu, peneliti Data & Democracy Research Hub Arif Perdana mengatakan bahwa Starlink memiliki potensi besar namun harus dikelola dengan baik dan dikawal oleh pemerintah agar patuh dengan regulasi terkait perlindungan data.
Arif menilai data masyarakat yang dimiliki Starlink tidak akan mudah diakses baik oleh pihak asing maupun dimanfaatkan oleh organisasi anti pemerintah karena ada aturan di Indonesia yang harus dipatuhi oleh penyedia layanan internet berbasis satelit itu.
“Misalnya, perangkat telekomunikasi dari Starlink harus mendapatkan e-sertifikasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika terlebih dahulu,” kata Arif yang juga seorang Associate Professor pada program Data Science.
Tahun ini, pemerintah sedang membangun Pusat Data Nasional di Cikarang, Jawa Barat yang rencananya akan rampung pada Oktober 2024. Masuknya Starlink yang memberikan layanan internet lebih baik di Indonesia disebut dapat membantu pemerintah dalam upaya mensinergikan data, utamanya data kesehatan.
Arif mengatakan bahwa masuknya Starlink ini dapat memungkinkan akses lebih luas ke Pusat Data Nasional, memastikan kontinuitas layanan saat jaringan utama terganggu, dan memungkinkan pengumpulan serta transmisi data real-time dari berbagai lokasi terpencil ke Pusat Data Nasional.
Co-director Data & Democracy Research Hub Ika Idris mengingatkan bahwa kerja sama swasta dan pemerintah dalam memberikan layanan publik harus berpusat pada kepentingan publik, termasuk untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Dia menyebutkan salah satu masalah yang seringkali terjadi pada implementasi pelayanan publik adalah masalah operasional utamanya kemampuan digital yang cukup dan kesadaran menegakkan etika digital dalam menjaga privasi publik.
Baca juga: Menkominfo evaluasi Starlink secara berkala terkait keamanan data
Baca juga: Kemenkes mulai uji coba internet Starlink di 3 fasyankes
Baca juga: Kemenkes-Starlink fasilitasi internet di puskesmas terpencil
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024