Jakarta, CNN Indonesia —
Tragedi kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10) malam terus menjadi sorotan. Salah satu penyebab utamanya adalah penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian.
Sebagaimana diketahui, sebanyak 130 korban tewas dalam insiden tersebut.
Tembakan gas air mata membuat massa panik dan ricuh. Mereka berlarian sambil berdesak-desakan mencari jalan keluar.
Seorang saksi mata, jurnalis Transmedia Abdul Malik sempat mengatakan bahwa beberapa jam setelah gas air mata ditembakkan, udara begitu pekat dengan asap.
Sebenarnya, apa itu gas air mata? Berikut beberapa fakta yang perlu diketahui tentang gas air mata.
Terlepas dari namanya, gas air mata sebenarnya tidak berbentuk gas. Mengutip Healthline, gas air mata merupakan bubuk bertekanan yang menciptakan kabut saat ditembakkan.
1. Ditemukan pada 1928
Gas air mata pertama kali ditemukan oleh dua ilmuwan Amerika Serikat (AS) pada tahun 1928 silam. Gas air mata kemudian diadopsi pertama kali oleh Angkatan Darat AS untuk mengendalikan kerusuhan pada tahun 1959.
Gas air mata juga sempat digunakan sebagai senjata kimia dalam Perang Dunia I. Namun, saat ini penggunaannya ilegal untuk digunakan pada saat perang.
Pada tahun 1993, sejumlah negara di dunia berkumpul di Jenewa untuk menandatangani perjanjian internasional untuk mencegah perang yang melibatkan bahan-bahan kimia.
2. Terdiri dari beberapa bentuk bahan kimia
Ilustrasi. Gas air mata seperti yang digunakan pada tragedi Kanjuruhan bisa berdampak pada tubuh. (CNNIndonesia/Adi Ibrahim)
|
Guru Besar FKUI, Profesor Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa ada beberapa bahan kimia yang biasa digunakan dalam gas air mata.
Bahan-bahan kimia tersebut diantaranya chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA), dan dibenzoxazepine (CR).
Chlorobenzylidenemalononitrile menjadi bentuk bahan kimia yang paling umum digunakan pada gas air mata.
3. Mengganggu saluran napas
Siapa pun yang berada di sekitar area gas air mata ditembakkan bisa menghirupnya. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap saluran napas.
“Gejalanya bisa berupa dada berat, batuk, tenggorokan tercekik, hingga sesak napas,” ujar Yoga, dalam pesan singkat, Minggu (2/10).
Pada kondisi tertentu, paparan gas air mata bisa memicu terjadinya kondisi gawat napas atau respiratory distress.
Kondisi bisa semakin parah jika paparan gas air mata mengenai orang dengan penyakit asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Terparah, paparan bisa menimbulkan serangan sesak napas akut yang berisiko memicu gagal napas.
“Selain di saluran napas, gas air mata juga bisa memicu rasa terbakar di mata, mulut, dan hidung,” ujar Yoga.
Ada juga dampak paparan gas air mata pada kulit. Yakni dengan mengiritasi atau menimbulkan semacam luka bakar.
4. Dampaknya bisa kronis
Sebagian besar kasus paparan gas air mata umumnya berlangsung akut atau cepat. Artinya, seseorang akan langsung mengeluarkan gejala sesaat setelah terpapar gas air mata.
Namun, menurut Yoga, paparan gas air mata juga bisa menyebabkan dampak kronis atau berkepanjangan.
“Pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronis berkepanjangan,” ujar Yoga.
Kondisi di atas, menurut Yoga, bisa terjadi jika paparan berlangsung panjang atau dalam dosis tinggi. Paparan yang terjadi di ruangan tertutup juga bisa memberikan dampak kronis.
(asr)