Jakarta, CNN Indonesia —
Kongres Amerika Serikat (AS) pada Kamis (23/3) memanggil CEO TikTok, Shou Zi Chew terkait keamanan aplikasi tersebut. Paling tidak, ada lima poin utama yang muncul dalam pertemuan tersebut.
Sebelumnya, Parlemen AS mengkritik perlindungan data pengguna TikTok khususnya di Negeri Paman Sam. Pemerintah dan Parlemen AS menunding TikTok menjadi informan bagi pemerintah China.
Mengutip CNN, berikut lima poin utama dalam pertemuan tersebut.
1. Parlemen Bersikukuh Melarang TikTok
Dalam pertemuan tersebut, baik anggota kongres dari Partai Demokrat atau Partai Republik bersikukuh melarang TikTok di AS.
Perwakilan Republik dari Washington sekaligus Ketua Energi dan Perdagangan DPR AS Cathy McMorris Rodgers membuka sidang dengan memberi tahu Chew, “Platform Anda harus dilarang.”
Chew sendiri membela diri dengan menegaskan, TikTok selalu melindungidata pengguna di segala usia. Ia juga memahami kekhawatiran yang muncul terhadap data-data para pengguna di AS.
Namun demikian, pembelaan Cew tak cukup meyakinkan para anggota Kongres.
Perwakilan Demokrat dari California Anna Eshoo pun tak sepakat dengan klaim Chew yang menjamin keamanan data pengguna AS dan pemerintah China yang menurut Chew tidak memiliki akses data aplikasi TikTok.
“Saya rasa itu benar-benar tidak masuk akal,” kata Eshoo.
“Saya telah memeriksa, dan saya tidak melihat bukti kejadian ini,” jawab Chew.
“Komitmen kami adalah memindahkan data mereka ke AS, untuk disimpan di tanah AS oleh perusahaan AS, dan diawasi oleh personel AS. Jadi risikonya akan serupa dengan pemerintah mana pun yang pergi ke perusahaan AS dan meminta data,” lanjut Chew.
“Saya tidak percaya TikTok, bahwa Anda telah mengatakan atau melakukan sesuatu untuk meyakinkan kami,” jawab Eshoo.
2. TikTok Tak Berbeda
Pada pembelaannya, Chew menegaskan, data-data yang dikumpulkan TikTok tak berbeda dengan aplikasi lainnya.
Chew melampirkan hasil penelitian independen untuk mendukung pembelaannya tersebut. Pada tahun 2020, The Washington Post bekerja dengan peneliti privasi untuk melihat ke balik ‘terpal’ TikTok.
Mereka kemudian menyimpulkan bahwa aplikasi tersebut tampaknya tidak mengumpulkan data lebih banyak daripada jejaring sosial arus utama pengguna.
Kemudian pada tahun berikutnya, Pellaeon Lin, seorang peneliti yang berbasis di Taiwan di Lab Warga Universitas Toronto, melakukan analisis teknis lain yang mencapai kesimpulan serupa.
Kendati demikian, TikTok tetap mengumpulkan informasi dalam jumlah yang hampir sama dengan Facebook atau Twitter. Data-data tersebut di antaranya termasuk informasi tentang video yang pengguna tonton, komentar yang pengguna tulis, pesan pribadi yang pengguna kirim.
3. Dampak ke Anak-anak
Selain faktor keamanan nasional, dampak TikTok terhadap anak-anak juga disorot anggota Kongres AS.
Anggota peringkat Komite Demokrat New Jersey, Frank Pallone misalnya, ia menilai sejumlah video di TikTok mampu memberikan pengaruh buruk kepada anak.
“Penelitian telah menemukan bahwa algoritma TikTok merekomendasikan video kepada remaja yang menciptakan dan memperburuk perasaan tekanan emosional, termasuk video yang mempromosikan bunuh diri, menyakiti diri sendiri, serta gangguan makan,” kata Pallone.
Senada, seorang republikan dari Ohio, Bob Latta menuding TikTok mempromosikan video tentang apa yang disebut ‘blackout challenge’ atau tantangan tersedak yang kemudian menyebabkan seorang gadis berusia 10 tahun dari Pennsylvania meninggal setelah mencoba meniru tantangan dalam video.
Di sisi lain, TikTok telah meluncurkan sejumlah fitur dalam beberapa bulan terakhir untuk memberikan perlindungan tambahan bagi pengguna yang lebih muda, termasuk menyetel default baru 60 menit untuk batas waktu harian bagi mereka yang berusia di bawah 18 tahun.
Namun fitur itu dikritik oleh anggota parlemen lantaran terlalu mudah diakali bagi para anak-anak dan remaja.